benuanta.co.id, TANJUNG SELOR – Salah satu pertimbangan berdirinya Kaltara yang merupakan dari provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) adalah secara historis adanya Kesultanan Bulungan yang pada masa jayanya berdaulat sebelum terbentuk NKRI, meliputi seluruh wilayah hingga sebagian negara tetangga Sabah Malaysia.
Sejarah atau silsilah kesultanan Bulungan, diceritakan oleh Datu Abdul Hamid Ibni Datu Bendahara Paduka Raja. Menurutnya, Bulungan berasal dari kata Bulutengon (Bambu) karena bolong-bolong maka muncul kalimat jamak Bulongan atau Bulungan.
Pada tahun 1400 suku-sukunya masih menganut kepercayaan animisme, sejak putra kerabat raja Brunei yang beragama Islam YM Datu Lancang yang dikawal oleh panglima bernama Datu Laksana kurang lebih tahu 1561 datang ke Desa Baratan dan mempersunting Asung Luan, beliau tidak ingin kembali ke Brunai. Selanjutnya membuat Kerajaan dan mengangkat diri sebagai raja. Dari sinilah merupakan awal cikal bakal terbentuk dan berdirinya kerajaan Bulungan. Secara turun temurun beberapa kali pergantian raja.
Kemudian DYMM Wira Amir mengganti ayahnya DYMM Wira digadang pada tahun 1731-1777 beliau bergelar Sultan Amiril Mukminin, ia penganut agama Islam. Sebagaimana gelar yang disandang dalam bahasa Arab. Untuk mengajarkan agama datanglah seorang ulama besar Syekh dari Jazirah Arab bernama Syekh Abdulrahman Bilfaqih. Dan sampai saat ini makam ulama tersebut berada di Desa Baratan.
Karena Desa Baratan jauh di hulu sungai Kayan, pada tahun 1769 kesultanan Bulungan mengalami perpindahan, dari Desa Baratan ke Desa Salimbatu. Dengan maksud dan tujuan agar lebih mudah berhubungan dengan kerajaan atau kesultanan lainnya. Di Desa Salimbatu inilah terdapat makam penyebar agama Islam ulama yakni, makam Said Ahmad Al-Mahgribi wafat 1832, Said Abdullah Bilfaqih wafat 1882 dan Said Ali Alwi Idrus wafat 1900.
Kerajaan atau kesultanan Bulungan yang kaya akan sumber daya alam minyak bumi, gas dan lainnya dilirik oleh Belanda. Maka pada tahun 1834 masuklah kolonial Belanda ke kerajaan Bulungan dengan membuat perjanjian pada tanggal 27 September 1834 kerajaan atau kesultanan Bulungan mengakui Belanda sebagai di pertuan. Namun pemerintah masih ditangan raja atau sultan dan Belanda menjamin keamanan wilayah kerajaan Bulungan.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh DYMM Sultan Muhammad Kharuddin. Sejak itupun kerajaan atau kesultanan Bulungan dijajah Belanda sampai dengan proklamasi RI 17 Agustus 1945 selama kurang lebih 111 tahun. Dikala itu Belanda selalu campur tangan dalam pengangkatan raja atau sultan guna memuluskan kekuasaannya menjajah, dengan politik adu domba (Devide et Impera ) antara kerabat sehingga membuat kegaduhan dalam kesultanan Bulungan, baik itu dalam memilih, menentukan dan mengangkat raja atau sultan.
Pada tahun 1873-1875 kesultanan Bulungan dibawah DYMM Sultan Khalifatul Alam Muhammad berpindah dari Salimbatu ke Tanjung Palas dengan membangun istana.
Pada masa pergolakan revolusi kemerdekaan Indonesia 1945 kesultanan Bulungan aktif ikut melakukan perundingan. Dikala itu Belanda yang ingin menjajah kembali datang bersama sekutu NICA membujuk sultan untuk bergabung dengan Republik Indonesia Serikat atau RIS bentukan Belanda dan sultan menolak.
Perundingan pada tanggal 15 April 1946 di Malino Sulawesi dengan H.J Van Mock gagal begitupula dengan di Bali. Dalam perundingan DYMM Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin mengutus dan mendelegasikan YM Datu Muhammad gelar Data Maulana Muhammad Jalaluddin mengutus dan mendelegasikan YM Datu Muhammad gelar Bendahara Paduka Raja selanjutnya ke Jogja untuk menemui Ir. Soekarno untuk dibawa ke Batavia menemui St. Syachril membawa mendat bahwa kesultanan Bulungan tetap berdiri dibelakang Republik Indonesia, yang kemudian baru pada tangan 17 Agustus 1945 kesultanan Bulungan menyerahkan kedaulatan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia ditandai dengan berdirinya monumen hingga sekarang masih tegak berdiri di area kesultanan Bulungan Tanjung Palas. Melaksanakan upacara pengibaran sang saka merah putih di depan istana serta menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Kemudian berikutnya pada tanggal 29 Juni 1950 kesultanan Bulungan diberi otonomi khusus daerah istimewa Swapraja dan DYMM Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin diangkat sebagai menjadi kepala daerah.
Wafatnya DYMM Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin tahun 1958 sejak itupun kesultanan Bulungan tidak ada sultan atau Raja hingga sekarang. Pada masa itu kerabat sepakat mengangkat YM Datu gelar Bendahara Paduka Raja sebagai pemangku sultan hingga beliau wafat pada Oktober 1962.
Raja-raja yang memerintah kerajaan atau kesultanan Bulungan;
1. Raja-raja di Apo Kayan 1400-1550 Masehi
– Kuanyi
-Jau Wiru
-Jau Anti
-Peran Jau
-Peran Anyi
-Lahai Bara
-Wan Peran
-Sadang
-Asen Luan/ Asung Luwan
2. Raja-raja di Desa Baratan
-DYMM Datu Lancang 1562-1595
-DYMM Abang Lamane (cucu satu lancang) 1959-1618
-DYMM Wira Kelana 1618-1640
-DYMM Wira Keranda 1640-1695
-DYMM Wira Digedang 1695-1731
-DYMM Wira Amir gelar Sultan Amiril Mukminin 1731-1969
pindah ke Salimbatu 1969
3. Raja-raja Salimbatu
-DYMM Amiril Mukminin 1769-1777
-DYMM Sultan Alimuddin 1777-1817
Pusat pemerintahan pindah ke Tanjung Palas hulu
4. Raja-raja Tanjung Palas Hulu
-DYMM Sultan Alimuddin 1777-1817
-DYMM Muhammad Kharuddin 1817-1861
-DYMM Sultan Jalaluddin 1861-1866
-DYMM Sultan Muhammad Kharuddin (Naik tahta kembali) 1866-1873
-DYMM Khalifatul Alam Muhammad Adil 1873-1875
Beliau pindah ke Tanjung Palas Tengah
5. Raja-raja Tanjung Palas Tengah
-DYMM Khalifatul Alam Muhammad Adil 1873-1875
-DYMM Sultan Kharuddin 1875-1889
-DYMM Sultan Azimuddin 1889-1899
-DYMM Pengian Kusuma (Istri Pemangku sultan Data Mansyur) 1899-1901
-DYMM Sultan Maulana Muhammad Kasimuddin 1901-1925
-DYMM Pemangku sultan Datu Mansyur 1925-1930
-DYMM Achmad Sulaiman 1939-1931
-DYMM Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin 1931-1958
6. -DYMM Sultan Maulana Muhammad Jalaluddin wafat pada tahun 1958 oleh kerabat YM Datu Muhammad gelar satu bendahara paduka raja sebagai pemangku sultan Bulungan hingga wafat pada tahun 1962. Setelah itu tidak ada lagi sultan atau raja di Bulungan.
7. Berpijak pada Kemendagri No.39/VII/2007 tanggal 21 Agustus 2007 tentang payung hukum raja atau sultan dan kepala adat maka tahun 2008 kerabat kesultanan Bulungan mengadakan Musyawarah Besar (Mubes) dan memilih, menunjuk serta mengangkat YM Datu Abdul Hamid sebagai pemangku sultan Bulungan hingga saat ini.
Sumber: Pemangku Sultan Datu Abdul Hamid Ibni Datu Bendahara Paduka Raja
Reporter: Ike Julianti
Editor: Ramli