benuanta.co.id, TARAKAN – Bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-13 Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan mencatatkan sejarah baru dengan melaksanakan tindakan perdana Digital Subtraction Angiography (DSA), pemeriksaan diagnostik berteknologi tinggi yang digunakan untuk mendeteksi kelainan pembuluh darah, khususnya di otak.
Plt Direktur RSUD dr. H. Jusuf SK dr. Budy Azis B, Sp. PK, MH., menjelaskan, DSA merupakan salah satu program dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan merupakan program unggulan RSUD dr. H. Jusuf SK, selain Cateter Jantung, Bedah Jantung dan Kemoterapi untuk pasien-pasien kanker.
“Di mana tujuan program unggulan tersebut agar pasien-pasien dari Kalimantan Utara tidak perlu lagi dirujuk keluar daerah yang memakan biaya transportasi dan akomodasi cukup tinggi,” jelasnya.
Adapun dalam tindakan perdana dipimpin oleh dr. Angelika Lestari, M.Biomed, Sp.N, FINA, Spesialis Neurologi Fellow Neurointervensi RSUD dr. H. Jusuf SK, bersama tim medis dari rumah sakit tersebut. Ia menjelaskan DSA merupakan metode pemeriksaan paling akurat untuk mendiagnosis gangguan pada pembuluh darah otak secara real time.
“DSA ini pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui kelainan atau abnormalitas di pembuluh darah otak. Akurasinya paling tinggi dibanding metode lain,” tuturnya, Ahad (26/10/2025).
Dalam pelaksanaan perdananya, tim medis menangani dua pasien dengan dugaan stroke akibat gangguan pembuluh darah. Menurutnya, kedua tindakan berjalan lancar meski dengan tingkat kompleksitas berbeda.
“Pasien pertama selesai dalam 30 menit karena kondisinya cukup sederhana, sedangkan pasien kedua memakan waktu sekitar satu jam 15 menit karena lebih kompleks,” ungkapnya.
Faktor kompleksitas tersebut, kata dr. Angelika, tidak semata ditentukan oleh usia, melainkan oleh kondisi pembuluh darah pasien.
“Pasien pertama usianya 29 tahun dan tindakan berjalan cepat. Tapi pasien kedua, berusia 40 tahun, memiliki hipertensi lama dan berat badan berlebih, sehingga pembuluh darahnya mengalami remodelling dan lebih berliku,” katanya.
Ia menjelaskan, prosedur DSA menggunakan teknologi sinar-X dengan tambahan alat angiografi dan kontras khusus untuk menampilkan pembuluh darah secara detail tanpa gangguan gambar dari jaringan lain.
“Istilah subtraction berarti menghilangkan struktur lain di luar pembuluh darah. Jadi hasil yang terlihat benar-benar fokus pada aliran darah di otak,” paparnya.
Dari hasil pemeriksaan, kedua pasien diketahui mengalami sumbatan pada pembuluh darah kecil tanpa adanya pelebaran atau malformasi, sehingga penatalaksanaan cukup dilakukan dengan obat-obatan.
“Keduanya tidak ditemukan kelainan berat, jadi cukup terapi obat tanpa tindakan lanjutan,” terangnya.
Menurutnya, DSA menjadi standar emas (gold standard) dalam pemeriksaan pembuluh darah karena memiliki tingkat akurasi tertinggi dan hasil yang bisa diamati secara langsung saat tindakan berlangsung.
“DSA ini tingkat satu (paling baik) dari segi akurasi. Selain itu, pemeriksaannya real-time, sehingga bisa langsung diketahui kondisi pembuluh darah pasien,” ujarnya.
Untuk menjaga keamanan pasien, prosedur DSA dibatasi maksimal satu jam, mengingat semakin lama alat berada dalam pembuluh darah maka risiko komplikasi dapat meningkat. “Kita targetkan satu jam per tindakan, karena makin lama di dalam pembuluh darah, risikonya juga naik,” bebernya.
Dalam tindakan perdana ini, dr. Angelika dibantu oleh tim medis RSUD dr. H. Jusuf SK serta didampingi oleh dr. Anthony, Spesialis Saraf dari RSUD Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, yang memiliki keahlian di bidang neurointervensi.
“Tim terdiri dari dua dokter, tiga perawat, dan satu petugas pemantau di ruang monitor. Semua peralatan berfungsi baik dan lengkap, jadi tindakan berjalan paripurna,” paparnya.
Ia menambahkan, tindakan DSA ini merupakan yang pertama kali dilakukan di Kalimantan Utara, meski di beberapa daerah lain seperti Kalimantan Timur sudah lebih dulu tersedia. “Untuk Kaltara ini yang pertama, sementara di Kalimantan lain seperti Balikpapan sudah berjalan. Kami bersyukur sekarang fasilitas di Tarakan juga sudah siap,” imbuhnya.
Sebelum teknologi DSA hadir, pemeriksaan otak di RSUD dr. H. Jusuf SK umumnya menggunakan MRI, CT Scan, CTA, atau MRA, yang meski efektif, belum mampu menampilkan detail pembuluh darah seakurat DSA.
“Kalau dulu kita pakai MRI untuk jaringan otak, CTA dan MRA untuk pembuluh darah. Tapi DSA ini lebih akurat, jadi disebut baku emas pemeriksaan pembuluh darah,” terangnya.
Ke depan, pihak RSUD berharap layanan DSA dapat segera masuk dalam cakupan BPJS Kesehatan, sehingga dapat diakses oleh lebih banyak masyarakat. “Saat ini statusnya masih dalam proses kerja sama dengan BPJS. Kami berharap dalam waktu dekat sudah bisa ter-cover agar masyarakat tidak perlu ke luar daerah lagi,” tandasnya.
Pelaksanaan DSA perdana ini menjadi tonggak baru bagi layanan neurologi di Kalimantan Utara, sekaligus menandai kesiapan RSUD dr. H. Jusuf SK untuk menjadi rumah sakit rujukan neurointervensi di kawasan utara Kalimantan. (*)
Reporter: Eko Saputra
Editor: Endah Agustina







