DP3APPKB: Jumlah Kasus Stunting Tertinggi di Tarakan Capai 100 Balita

benuanta.co.id, TARAKAN – Melihat kejadian pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, seluruh Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kota Tarakan ketika itu sempat tidak buka praktek, hingga sosialisasi penyuluhan terhadap asupan kepada bayi balita ditiadakan sementara waktu.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3APPKB), Dra. H. Mariyam mengakui banyak kasus anak mengalami stunting meningkat.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1567 votes

Bahkan terkait pertumbuhan angka stunting di Kota Tarakan yang melebihi standar nasional 14 persenan di Tarakan sudah mencapai 25,6 persen.

“Itu berdasarkan data di tahun 2022, 25,6 persen cukup tinggi kalau di nasional 14 persen, oleh karena itu kami akan melakukan pendataan dan verifikasi validasi data dari tim Satgas Penanganan stunting pada November 2022 mendatang guna melihat lagi perkembangan stunting di Tarakan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Curi Motor untuk Biaya Pulang Kampung, MR Diciduk Polisi  

Adapun ia mengatakan, kasus tertinggi stunting terjadi di Kelurahan Pantai Amal yakni mencapai 100 balita bahkan satunya temuan di lapangan di antaranya bahkan mengalami gizi buruk.

“Setelah kawasan Pantai Amal, wilayah Tarakan dengan stunting tertinggi terjadi di kawasan Karang Rejo, Karang Anyar, Selumit Pantai dan Juata,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa di Tarakan ini terdapat banyak anak yang tengah mengalami stunting di usia 2 tahun ke bawah.

“Hal ini dikarenakan pasangan suami istri yang belum siap untuk memenuhi gizi anak. Bisa saja pasangan ini belum waktunya hamil, atau bisa saja sang ibu hamil dalam yang jarak dekat misalnya belum waktunya 2 tahun sampai 3 tahun sudah hamil lagi,” ungkap Mariyam kepada benuanta.co.id, Sabtu (15/10/2022).

Baca Juga :  Disnakertrans Tarakan Buka Posko Pengaduan Masalah THR

Lebih lanjut dikatakan Mariyam, usia reproduksi sehat perempuan untuk mengalami reproduksi ialah 21 hingga 35 tahun.

“Jika di antara jarak tersebut terlalu dekat, juga dapat menimbulkan stunting, begitu pula jika ibu melahirkan di usia lebih dari 35 tahun pasti anak yang dilahirkan stunting,” tuturnya.

Sehingga ia menjelaskan, penggunaan alat kontrasepsi yang dapat meminimalisir terjadinya hal demikian.

“Jadi nanti, ibu baru bisa melahirkan paling tidak jaraknya 3 tahun dari anak pertama agar anak itu bisa sehat. Karena yang utama itu adalah kesehatan ibu,” jelasnya.

Tak hanya itu, di Kota Tarakan, Mariyam akui banyak sekali angka stunting menyerang ke anak-anak yang timbul karena sang ibu sakit anemia.

“Dan mohon maaf, apalagi saat ini banyak ibu muda yang sering bermain gadget hingga tengah malam, sehingga kurang tidur dan menyebabkan anemia. Sehingga jika ibu menderita anemia, maka akan melahirkan anak yang dalam kondisi stunting,” ucapnya.

Baca Juga :  Jalin Ukhuwah Islamiyah, Komunitas Asik akan Gelar Baksos

Tak hanya itu, pola hidup ibu yang kurang sehat seperti merokok dan mengonsumsi alkohol.

“Maka banyak anak yang terdampak pada kesehatannya dan menyebabkan stunting karena pola hidup ibunya kurang sehat,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya ingin memberikan edukasi kepada ibu dan calon penganting (catin) agar mengetahui waktu memiliki anak dan memberi asupan asi kepada anak.

“Kami punya layanan link eksimil jadi setiap pasangan sebaiknya pasangan mengisi formulir eksimil agar mereka memahami tentang kapan harus punya anak dan kapan dia harus memberikan asupan terutama asi eksklusif kepada anak itu ada pesan eksimilnya,” pungkasnya. (*)

Reporter: Georgie Silalahi

Editor: Matthew Gregori Nusa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *