benuanta.co.id, BERAU – Penggagalan pengiriman kayu ilegal sebanyak delapan kontainer di Pelabuhan Tanjung Redeb menuju Surabaya, Jawa Timur oleh Sat Reskrim Polres Berau pada akhir Maret 2024 lalu hingga kini masih dalam penyelidikan polisi terkait terduga pelakunya.
AKP Ardian Rahayu Priatna mengatakan kayu yang gagal beredar tersebut jumlahnya 90 kubik terdiri dari jenis kayu Bengkirai dan Ulin.
“Identitas terduga pemilik kayu sudah dikantongi. Kami masih lakukan penyelidikan lebih lanjut,” ungkapnya, Senin (22/4/2024).
Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Berau-Barat, Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, Azhar Rudianto mengatakan, dari penelusuran kayu-kayu tersebut berasal dari kawasan Hak Penguasaan Hutan (HPH) yang wajib memilik izin usaha.
Kendati demikian, kata dia, untuk wewenang pengawasannya berada pada pengelola HPH yang bersangkutan. “KPHP hanya sebagai pihak pendukung apabila dibutuhkan untuk membantu pengawasan. Jadi bisa bersama-sama melakukan pengawasan dan kegiatan pengamanan, kadang kekurangannya disitu,” ujarnya.
Oleh karenanya, menurut Azhar yang bertanggungjawab dalam mengawasi perbuatan melanggar hukum di areal yang berizin adalah pihak pengelola pemilik izin resmi.
“Baik berbentuk izin usaha hak penguasaan hutan (HPH) maupun hutan tanaman industri (HTI),” ungkapnya.
Ketentuan tersebut termaktub dalam UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU mengubah sebagian ketentuan UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan.
“Mereka (pengelola) yang utama mengawasi kalau tidak mampu bisa minta bantuan kami (KPHP) tidak serta merta kita (KPHP) bisa melakukan pengawasan tanpa ada permintaan pihak pengelola,” tuturnya.
Terkait bagaimana akses kayu mentah tersebut bisa kemudian diolah di somel Azhar mengaku, tidak mengetahui secara pasti bagaimana kayu tersebut bisa sampai lolos hingga kemudian sampai ke kontainer.
Dirinya mensinyalir adanya dugaan manipulasi dokumen untuk mengolah kayu mentah dari somel tempat terduga pelaku melancarkan bisnisnya.
“Jadi ada dugaan manipulasi, artinya prosedur penatausahaan hasil hutannya itu tidak dijalankan dengan prosedur yang standar serta menyimpang,” bebernya.
“Lebih lanjut yang mengetahui terkait dokumen adalah Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL),” tambahnya.
Sejauh ini, Azhar menyebut, tim dari KPHP sudah diminta kepolisian untuk menghitung total kerugian negara yang ditimbulkan dari bisnis kayu ilegal ini.
“Tim kita sudah bergerak membantu polisi untuk menghitung berapa kayu itu, diukur volumenya baru diketahui berapa kerugian negaranya,” pungkasnya.(*)
Reporter: Georgie
Editor: Ramli