Kisah Wahyudin, Merantau ke Malaysia hingga Menderita di “Rumah Merah”

SEDARI awal memutuskan diri untuk merantau ke negeri orang dengan harapan memperbaiki taraf hidup sebagai tenaga kerja migran Indonesia malah berujung petaka. Hal itu yang dirasakan Muhammad Wahyudin.

Penulis: Novita A.K

Nasib Wahyudin sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia harus berakhir di balik jeruji besi. Ia terpaksa dipulangkan bersama PMI yang bermasalah lainnya pada Selasa (28/5).

Sore itu, sekira pukul 17.30 WITA, kapal Ferry Purnama yang membawa ratusan PMI berlabuh di dermaga Pelabuhan Internasional Tunon Taka Nunukan. Beragam ekspresi ditunjukkan oleh para pahlawan devisa negara ini.

Ada yang menebar senyum kepada para petugas keamanan dan petugas BP3MI Kaltara yang telah menyambut kedatangan mereka, ada juga tampak hanya berjalan mengikuti arus dengan tatapan yang datar.

Kala itu, pandangan penulis seolah tertuju kepada seorang pemuda yakni Wahyudin yang mengenakan baju kaos hitam tampak hanya tertunduk sambil menggenggam kedua tangannya seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

Di telapak tangannya dipenuhi dengan penyakit kudis yang memerah, bahkan di sekujur tubuhnya dipenuhi oleh kudis. Ia mengatakan, penyakit kudis yang membuat seluruh tubuhnya gatal itu ia dapatkan saat berada di dalam penjara di Malaysia.

“Saya ditangkap dan masuk rumah merah (penjara) itu bulan Maret lalu, awalnya saya tidak ada penyakit seperti ini, setelah di sana baru saya kena kudis begini,” kata Wahyudin.

Pria asal Kota Batam, Kepulauan Riau ini menceritakan, nasib sial yang menimpanya ini bermula saat dia sedang bekerja di sebuah warung makan yang ada Malaysia dan dilakukan pemeriksaan dokumen keimigrasian oleh petugas imgresen Malaysia. Lantaran, paspor yang digunakannya telah habis masa berlakunya, ia pun diamankan oleh petugas imgresen Malaysia masalah over stay.

Wahyudin dibawa ke “Rumah Merah” julukan bagi penjara Malaysia. Di sana, Wahyudin mengaku dalam satu ruangan yang besarnya seperti lapangan futsal harus ditempati oleh ratusan tahanan. Bahkan tidak ada alas untuk tempat tidur sehingga ia mengaku hanya tidur dilantai keramik dengan beralaskan pakaian yang ada ditubuhnya.

“Tidak ada kasurnya, jadi melantai aja semua. Kecuali kalau ada keluarga yang datang melawat (membesuk) bawa karpet baru boleh tidur di karet. Tapi kalau saya di Malaysia sendiri tidak ada keluarga jadi tidak ada yang datang melawat,” ungkapnya.

Diungkapkannya, kehidupan di rumah merah diakuinya sangat menderita dan memprihatinkan. Penyakit kudis yang ia derita saat ini itu ia dapatkan seminggu setelah ditahan di rumah merah. Bahkan, ia mengaku jika hampir semua tahanan yang berada di rumah merah mengalami hal yang sama namun tidak separah seperti yang dialaminya.

Wahyudin membeberkan, untuk air bersih hanya mengalir satu kali dalam seminggu. Sehingga, air harus di hemat dan berbagi dengan 125 tahanan lain agar bisa mencukupi untuk seminggu ke depannya.

“Makanya kita gatal-gatal begini karena jarang mandi, biasa seminggu sekali baru mandi karena air tidak ada. Belum lagi airnya juga kotor,” ucapnya.

Di dalam rumah merah tersebut hanya ada 4 kamar mandi yang digunakan bersama dengan ratusan tahanan lainnya. Bahkan, mirisnya lagi Wahyudin mengatakan ketika buang air besar air yang digunakan hanya satu gayung saja. Hal inilah yang membuat rumah merah kotor dan menjadi sarang bakteri penyebab berbagai macam penyakit kulit.

Dengan mata yang berkaca-kaca, ia mengatakan jika penyakit kudis tersebut telah memenuhi sekujur tubuhnya bahkan hingga ke alat kelaminnya.

Selama di dalam penjara, ia mengaku sudah sering melapor ke petugas setempat agar bisa mendapat pengobatan. Namun, seolah tak dihiraukan, ia mengatakan jika dokter baru datang lima hari setelah ia melapor.

“Tidak dihiraukan, hari ini kita melapor lima hari kemudian baru datang dokternya. Itu pun yang dikasi hanya obat demam tidak ada obat gatal atau salep. Mereka di sana tunggu ada yang sekarat sudah tidak bisa bangun baru mereka rawat,” bebernya.

Wahyudin mengatakan, ia harus menahan penderitaan ini setelah ia memutuskan untuk merantau ke Malaysia pertama kali sejak Agustus 2023 lalu. Saat itu, ia seorang diri nekat untuk merantau ke Malaysia hanya dengan bermodalkan paspor pelawat.

Dengan menggunakan rute Batam lalu Singapura hingga ke Malaysia. Setibanya di Malaysia ia bekerja di warung makan dengan upah RM 1.500 per bulannya.

Dikatakannya, kehidupan yang ia alami selama berada di rumah merah membuatnya sudah tak ingin lagi kembali ke Malaysia. Pria yang baru berusia 26 tahun ini mengaku kapok merantau ke Malaysia.

“Kapok saya di penjara, tidak mau lagi bekerja di Malaysia. Saya mau balik ke Batam cari kerja di sana saja. Semoga penyakit yang saya derita ini bisa cepat sembuh,” harapnya.(ram)

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2637 votes

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *