Kemendibud Gunakan Dana BOS untuk Kesejahteraan Guru Honorer
TARAKAN – Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi pedoman pemerintah pusat untuk menghapus pegawai honorer. Selama 5 tahun masa transisi hingga 2023 mendatang, instansi pemerintah tidak diperkenankan melakukan penerimaan pegawai honor.
Solusi yang diberikan pemerintah adalah dengan membuka PPPK dan CPNS agar pegawai yang masih menghonor bias menjadi PNS sepenuhnya. Tentu kebijakan ini akan menuai pro dan kontra bagi tenaga honorer yang selama ini telah mengabdikan dirinya kepada negara Indonesia.
Hanya saja, bagi tenaga guru honorer, sangat menyesalkan jika pemerintah pusat tidak memiliki kebijakan khusus untuk mereka. Mengingat, peran guru honorer tidak ubahnya guru tetap alias PNS. Memiliki beban kerja yang sama sebagai tenaga pengajar.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Nunukan, Abdul Wahid, S.Pd angkat bicara menyikapi wacana pemerintah pusat yang dibahas bersama DPR RI tersebut. Menurut alumni Universitas Borneo Tarakan (UBT) tahun 2011 ini, guru honorer adalah guru tidak tetap yang belum berstatus minimal Calon Pegawai Negeri Sipil yang biasa digaji dengan menggunakan anggaran sekolah dengan nominal tidak lebih dari upah minimum.
“Tugas guru honorer saat berada dalam kelas tidak ada bedanya dengan guru status PNS, yang menjadi pembeda hanya dari sisi kesejahteraan. Tentu PNS jauh lebih sejahtera dibandingkan dengan honorer,” ungkapnya.
Kehadiran guru honorer karena banyaknya ruang kelas yang kosong, penyebab kekosongannya juga banyak factor diantaranya adalah guru pensiun dan guru mutasi. Kekosongan kelas itulah yang kemudian diisi oleh guru honorer dengan upah gaji di bawah upah minimum.
“Jika seandainya tidak ada guru honorer yang ingin mengisi kekosongan kelas tersebut, maka dapat dipastikan proses pembelajaran di satuan pendidikan tidak terlaksana sebagaimana yang diharapkan,” ujar Wahid.
Menyikapi berita yang beredar bahwa pemerintah akan menghapus honorer termasuk guru honorer, lanjut Wahid, menghapus atau mengeluarkan dari satuan pendidikan siapapun mungkin tidak akan setuju, mengingat begitu pentingnya peranan guru honorer. Tanpa guru honorer dipastikan proses pembelajaran pada satuan pendidikan akan tidak maksimal.
Namun jika kata menghapus bermakna menghapus status honorer menjadi PPPK ataupun CPNS ini baru kebijkan yang memanusiakan manusia, kata Wahid. Semua lembaga harus setuju dan memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah terhadap kebijakan tersebut.
“Negara harusnya berterima kasih kepada guru honorer yang siap mengabdi di daerah terpencil sekalipun dengan upah yang kecil, sehingga harusnya Negara merasa berutang terhadap mereka atas pengabdian dan dedikasi mereka yang mungkin lebih baik daripada oknum PNS,” ucapnya.
Ditambahkan Wahid, sudah saatnya Negara menghadiahi guru honorer dengan kebijakan mengangkat statusnya dari guru honorer menjadi guru PPPK ataupun CPNS. “Bukan menghapus dalam arti mengeluarkan dari satuan pendidikan dan mengganti mereka dengan PNS yang belum tentu bisa bertahan hidup di tempat dimana guru honorer mengabdi,” tutupnya.
Sementara itu, pemerintah mengubah kebijakan penyaluran dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyatakan melalui kebijakan Merdeka Belajar episode ketiga, penggunaan dana BOS dibuat fleksibel, salah satunya sebagai langkah awal untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer.
“Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan. Porsinya hingga 50 persen,” dikatakan Mendikbud di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.
Dijelaskan Mendikbud, setiap sekolah memiliki kondisi yang berbeda. Maka, kebutuhan di tiap sekolah juga berbeda-beda. “Dengan perubahan kebijakan ini, pemerintah memberikan otonomi dan fleksibilitas penggunaan dana BOS,” tambah Mendikbud.
Pembayaran honor guru honorer dengan menggunakan dana BOS dapat dilakukan dengan persyaratan yaitu guru yang bersangkutan sudah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikasi pendidik, serta sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum 31 Desember 2019.
“Ini merupakan langkah pertama untuk memperbaiki kesejahteraan guru-guru honorer yang telah berdedikasi selama ini,” ujar Nadiem.
Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah untuk menggunakan dana BOS sesuai dengan kebutuhan sekolah yang berbeda-beda. Namun, hal ini diikuti dengan pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar menjadi lebih transparan dan akuntabel. (arz/kik)