TARAKAN – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) menilai politik uang (money politik) menjadi kendala yang belum dapat dihilangkan, khususnya dalam penyelenggaraan pemilihan umum di daerah-daerah.
“Yang namanya money politik itu masuk pidana, selama masuk pidana maka pembuktian yang ada harus kuat, jangan mengaku mendapatkan money politik namun uang yang harusnya dijadikan barang bukti malah tidak ada atau digunakan,” ujar Anggota Bawaslu RI Divisi Penyelesaian Sengketa Rahmat Bagja kepada benuanta.co.id.
Rahmat menjelaskan, barang bukti (BB) adalah barang yang ada atau didapatkan dari tindakan kejahatan, jika BB tidak ada atau sudah digunakan, tidak ada pembuktian yang kuat, oleh karena itu, money politik dinilai cukup sulit diberantas.
“Kemudian, masyarakat sebagai target money politik juga perlu kita benahi, mindset masyarakat saat ini biasanya bersyukur jika mendapatkan uang dari calon, tanpa menyadari tindakan money politik melanggar hukum,” terangnya.
Berdasarkan kesaksian beberapa oknum, penyebar money politik saat ini melakukan aksinya dengan cara door to door ke masyarakat, dalam artian akan cukup menyulitkan bagi Bawaslu sebagai badan pengawas, karena biasanya diberikan secara cash tanpa melalui rekening.
“Pernah didapati oknum yang membawa amplop berisi uang dalam jumlah besar di saat pemilu, namun selalu memiliki alasan yang cukup logis sehingga bisa lepas dari pengawas. Mereka mempunyai alasan kalau uang tersebut digunakan sebagai upah para saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS), alasan tersebut sangat logis, karena memang harus dibayar,” pungkasnya.
“Hal ini akan terus menjadi PR bagi Bawaslu RI, selama tingkat pengetahuan masyarakat soal money politik bermasalah, kebiasaan tersebut akan terus ada di Indonesia,” tutupnya.(*)
Reporter : Matthew Gregori Nusa
Editor : Ramli