benuanta.co.id, NUNUKAN – Marak kasus penyeludupan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal ke Malaysia di Pulau Nunukan, Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (Kanwil KemenHAM) sebut perlu adanya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait prosedur perekrutan PMI.
Kepala Wilayah KemenHAM Kalimantan Timur (Kaltim), Dr.Hj. Umi Laili turut angkat suara terkait persoalan di wilayah perbatasan hal ini setelah adanya upaya penyelundupan 16 CPMI ilegal ke Malaysia yang berhasil digagalkan oleh Satuan Tugas Gabungan TNI di Perbatasan Sebatik pada Sabtu (5/4/2025) lalu.
“Kita mengapresiasi keberhasilan Tim Satgas Gabungan yang terdiri dari Satgas Pamtas Yonarmed 11 Kostrad, Satgas Bais TNI, dan Satgas Intelijen Kodam VI/Mulawarman, sebagai bukti pentingnya perlindungan kepada CPMI,” kata Umi Laili, Senin (14/4/2025).
Diungkapkannya, terkait persoalan ini perlindungan bagi CPMI agar tidak terjebak dalam jaringan penyelundupan yang dapat membahayakan keselamatan mereka.
Ia mengaku jika pihaknya dalam hal ini Kemenham juga berkomitmen untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang prosedur yang benar dalam perekrutan pekerja migran, agar tidak rentan terjadi korban pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM).
“Para pekerja ilegal amat rentan terjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, mereka berangkat tanpa melalui prosedur yang resmi, mereka seringkali terjebak dalam situasi yang berbahaya dan eksploitasi. Karenanya harus ada edukasi kepada masyarakat tentang prosedur yang benar dalam perekrutan pekerja migran, agar tidak rentan terjadi korban pelanggaran HAM,” ungkapnya.
Dibeberkannya ada berbagai faktor yang menyebabkan PMI ilegal mengalami pelanggaran HAM, diantaranya kurangnya perlindungan hukum. PMI ilegal tidak memiliki akses terhadap perlindungan hukum yang sama seperti pekerja migran yang berangkat secara resmi. Hal ini membuat mereka sulit untuk melaporkan pelanggaran yang dialami, seperti penyiksaan, penipuan, atau pemerasan.
Lalu, eksploitasi ekonomi banyak PMI ilegal yang dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak layak, dengan upah yang sangat rendah, atau bahkan tanpa upah sama sekali. Mereka seringkali terjebak dalam hutang untuk membayar biaya keberangkatan yang tinggi.
“Perdagangan Manusia, jaringan penyelundupan sering kali beroperasi di balik pengiriman PMI ilegal, yang dapat menyebabkan mereka menjadi korban perdagangan manusia. Mereka bisa dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak memiliki kebebasan untuk melarikan diri,” bebernya.
Tak hanya itu, diskriminasi dan stigma terkait PMI ilegal sering kali menghadapi diskriminasi di negara tujuan yang dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan dukungan sosial atau akses ke layanan dasar.
“Kondisi keamanan yang buruk, dalam banyak kasus, PMI ilegal berada di lingkungan yang tidak aman, di mana mereka dapat menjadi sasaran kekerasan atau eksploitasi,” terangnya.
Melihat hal itu, ia berharap penting bagi pemerintah dan organisasi terkait untuk meningkatkan upaya perlindungan bagi PMI, termasuk memberikan edukasi tentang proses legal untuk bekerja di luar negeri, serta memperkuat penegakan hukum terhadap jaringan penyelundupan dan pelanggaran hak asasi manusia.
“Kami berharap kerjasama dan sinergitas antara instansi terkait dapat terus ditingkatkan untuk menciptakan sistem perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja migran Indonesia dan sebagai bentuk pencegahan,” tandasnya. (*)
Reporter: Novita A.K
Editor: Yogi Wibawa