Bandara Juwata Turun Kasta, Apa Dampak Ekonominya?

benuanta.co.id, TARAKAN – Dicabutnya status bandara internasional di Bandar Udara Juwata Tarakan tentu berdampak pada segala sisi. Salah satunya sisi ekonomi, bagaimana penjelasannya? Simak penjelasan dari pakar ekonomi Kalimantan Utara (Kaltara) di bawah ini.

Bandar Udara Juwata Tarakan masuk ke dalam 17 Bandara yang turun kasta dari penerbangan internasional menjadi domestik. Hal ini tertuang ke dalam Keputusan Menteri Perhubungan No.31 Tahun 2024 mencabut status internasional pada 17 Bandara yang sebelumnya melayani penerbangan luar negeri.

Pakar Ekonomi Kaltara, Dr. Margiyono, S.E., M.Si., mengatakan dampak ekonomi yang paling terasa diantaranya potensi pariwisata akan mengalami penurunan. Seperti perhotelan, restoran dan penggunaan transportasi.

“Jadi memang turunnya kelas dari Bandara Juwata ini bukan hanya sekedar penurunan saja. Terdapat SDM yang akan habis karena penurunan pada sektor pariwisata,” katanya, Selasa (28/5/2024).

Sebelum statusnya dicabut, masyarakat yang hendak bepergian ke wilayah Asia Tenggara akan berangkat melalui Bandara Juwata kemudian transit di Bandara yang ada di Malaysia seperti Sandakan dan Kinabalu. Adapun saat melayani penerbangan internasional, pesawat yang digunakan memiliki kapasitas yang kecil dan tidak setiap hari terdapat jadwal keberangkatan. Sehingga, dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pencabutan status internasional ini tak terlalu besar.

“Sementara kalau kita konfrontir dengan fasilitasnya itu cukup besar, misalnya ada petugas Bea Cukai dan konter-konter lainnya. Sehingga biaya operasional juga cukup besar,” tuturnya.

Menurutnya, dengan biaya operasional yang cukup besar harus menjadi perhatian. Lantaran tidak sebanding dengan income yang masuk dari saat melayani penerbangan internasional. Apalagi dengan sistem BLU (Badan Layanan Umum), terdapat hal yang juga harus menjadi pendapatan bagi bandara.

“Itu juga menjadi alasan ekonominya. Alasan non ekonominya yakni dalam kondisi perekonomian yang tidak terlalu menguntungkan bisa dimanfaatkan untuk menjadi mencegah risiko kejahatan seperti narkotika,” bebernya.

Selain kejahatan penyelundupan narkotika, dicabutnya status bandara internasional di Bandara Juwata juga mengurangi risiko berkeliarannya pekerja imigran. Terlebih banyaknya imigran dari negara tertentu yang belum jelas aktivitasnya. Sehingga Kaltara dapat mengendalikan pintu masuknya pekerja migran asal luar negeri.

“Misalnya isu terorisme juga, selain perekonomian, tentu pertimbangannya ada di politik dan pertahanan keamanan negara,” ujarnya.

Meski Bandara Juwata tak lagi menjadi penerbangan internasional, Kaltara masih memiliki harapan pada rute penyebrangan internasional yakni Tarakan-Tawau. Terlebih, beberapa penumpang yang bepergian dengan tujuan Malaysia lebih dominan memilih transportasi laut.

“Dampak ekonomi disini tidak terlalu besar, karena itu tadi pesawatnya kapasitasnya juga kecil, penerbangan tidak setiap hari juga. tapi ini ke depan tetap harus jadi perhatian pemerintah,” tambah Margiyono.

Lebih jauh diungkapkan akademisi Universitas Borneo Tarakan itu dicabutnya status internasional ini juga menjadi pemicu berdirinya bandara-bandara perintis di wilayah Kaltara. Ia mengkhawatirkan akan terjadi minimnya SDM lantaran dari kabupaten kota di Kaltara memilih untuk langsung ke wilayah transit, dibanding harus berangkat melalui Bandara Juwata.

“Bisa saja yang dari Tanjung Selor langsung ke Balikpapan, atau dari Nunukan dan Malinau langsung ke Balikpapan,” tukasnya

Hal ini pun menjadi PR besar bagi pemerintah untuk khususnya Bandara Juwata Tarakan dengan status BLU harus mampu membiayai seluruh operasional. Ia menyarankan agar pemerintah provinsi, pemerintah daerah dan Bandara Juwata untuk dapat lebih bekerjasama menciptakan suasana baru di wilayah Kaltara sehingga roda perekonomian kembali berputar.

“Misalnya ada event besar di Kaltara, misal study banding, atau event lembaga yang sifatnya vertikal. Ini jadi pekerjaan besar bagi Tarakan yang menjadi saingan dari wilayah-wilayah sekelilingnya,” pungkas Margiyono. (*)

Reporter: Endah Agustina

Editor: Yogi Wibawa

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *