Oleh : Herlina Darus, S.Pd.
(Guru SMP Kristen Tunas Kasih)
Apa Karena, Kita Kurang Belajar Dan Berbudaya?
Merdeka? Apa yang dimaksud dengan Merdeka? Merdeka mengandung makna bebas/ berdiri sendiri/ tidak terkena atau lepas dari tuntutan/ tidak terikat atau tergantung (KBBI, 2018). Berlandaskan pengertian tersebut, merdeka sering disalahkan artikan secara harafiah atau kontekstual. Merdeka harus merupakan bentuk kemerdekaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika berbicara tentang kemerdekaan, sebagai masyarakat Indonesia, merdeka bagi kita harus berlandaskan dengan Pancasila. Merdeka dengan catatan, harus memperhatikan sila-sila dalam Pancasila sebagai kunci berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Maka, merdekanya kita sebagai masyarakat Indonesia tidak bisa diartikan secara kontekstual. Sama halnya jika merdeka dikaitkan dalam dunia pendidikan. Jika pendidikan mengusung Kurikulum baru dengan Slogan Merdeka Belajar, apakah insan di dunia pendidikan semua berteriak gembira, karena dapat mengenyam pendidikan dengan cara bebas dan tanpa tuntutan? Tentu tidak!
Sebagai seorang pendidik di bagian Utara Indonesia tepatnya di Tarakan, Kalimantan Utara, “Merdeka” adalah kata yang paling berkesan dari Slogan Pendidikan baru yang dikumandangkan. Pada awalnya, merdeka bagi saya seorang pendidik adalah sebuah slogan ambigu dengan banyak permasalahan yang tersimulasi dengan sendirinya di dalam benak. Pertama, beranggapan bahwa dengan adanya merdeka belajar maka, pendidik yang selama ini tersita waktunya antara harus menyiapkan tuntutan administrasi yang tanpa henti, dapat berfokus dengan persiapan mengajar di kelas. Kedua jika merdeka diterapkan kepada peserta didik, apakah semua peserta didik dalam kelas, yang memiliki pemikiran, sudut padang dan cara belajar yang beragam harus disesuaikan tanpa mempertimbangkan berbagai kemungkinan sebagai bentuk toleransi karena harus mengikuti prinsip merdeka? Ketiga, apakah sistem pendidikan sebelumnya sangat bermasalah sehingga harus digantikan dalam rentang waktu yang begitu singkat?
Semua pemikiran ini muncul karena kata “merdeka” sebagai pemicu. Hal ini menegaskan, merdeka tidak bisa diartikan secara kontekstual, karena kita masyarakat yang heterogen, berbaur dalam keberagaman terutama dalam dunia pendidikan. Keberagaman tidak hanya terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, keberagaman terjadi dalam ruang lingkup pendidikan yang kecil sekalipun yaitu kelas. Dalam satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat berbagai keberagaman terutama keberagaman budaya. Nah apakah masih cocok atau pantas kita menyerukan Slogan Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya?
Tidak hanya itu, Merdeka Berbudaya juga disuarakan di samping Slogan Merdeka Belajar. JIka merdeka adalah sebuah kebebasan dan kebebasan itu diberikan kepada masyarakat yang hidup bersisihan dengan berbagai budaya, bagaimana jadinya jika budaya yang satu bertentangan dengan budaya lain? Maka sekali lagi, merdeka tidak bisa diartikan sesuai kontekstual. Mengapa harus merdeka belajar dan merdeka berbudaya di Indonesia yang notabene adalah masyarakat yang hidup berkompromi dengan keberagaman dan sistem? Masyarakat khususnya yang bersentuhan secara aktif dengan dunia pendidikan, yang pada dasarnya berbeda, kemudian disatukan oleh sebuah sistem dan Slogan Bhineka Tunggal Ika, kemudian disuguhi kata “Merdeka”. Apakah dengan Slogan Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya tersebut, masyarakat di dunia pendidikan yang awalnya hidup penuh dengan toleransi, dapat bertindak secara merdeka? Bebas belajar dengan cara belajar yang paling nyaman untuk sendiri. Bebas menampilkan budaya dan berperilaku sesuai dengan budaya secara bebas tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Apakah kita dapat mengartikan merdeka seperti itu? Tentu Tidak!
Jika kita merubah sudut pandang pemikiran kita dari Slogan baru yang diberikan? Apakah karena selama ini, kita kurang bisa mengekspresikan diri dalam belajar dan apakah kita kurang berbudaya dalam kehidupan bermasyarakat? Apakah sistem pembelajaran sebelumnya terkesan di luar syarat dari kata merdeka? Tentu saja jawabannya, “Tidak”. Nah, mengapa Kurikulum Pendidikan harus menyerukan Slogan Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya? Tentu ada sebab dan akibatnya. Hal ini yang harus juga diserukan sekeras menyerukan Slogan pendidikan. Kenapa? Agar arti merdeka, baik dalam belajar dan berbudaya tidak disalahtafsirkan! Hal ini yang harus dipahami dengan baik. Merdeka pada Slogan Pendidikan harus dipahami dan disebarkan ke masyarakat dengan satu pemahaman yang utuh. Konsep merdeka dalam Slogan merdeka belajar dan merdeka berbudaya tidak dapat diartikan secara terpisah. Jangan karena salah menafsirkan, sehingga maksud baik dijadikan tameng berbuat tidak baik.
Belajar dan budaya merupakan dua hal yang hidup bagaikan saudara. Tidak dapat terpisah karena belajar adalah kebutuhan sedangkan budaya adalah keharusan. Tidak bisa menjadi pribadi yang hanya ingin belajar dan mengabaikan budaya atau sebaliknya menjadi pribadi yang berbudaya tetapi tidak belajar. Belajar dan budaya harus diterapkan di semua aspek kehidupan. Jangan terkecoh hanya karena adanya kata merdeka. Jika ingin membuat perbandingan, Indonesia merdeka dari penjajah, masyarakat merdeka. Merdeka yang dimaksud adalah merdeka dari penjajahan, bukan berarti masyarakat dapat menggunakan tameng merdeka, berbuat sesuka hati. Indonesia merdeka, masyarakat tetap harus bernaung di payung semboyan yang sama “Bhineka Tunggal Ika” harus memiliki pedoman yang sama yaitu “Pancasila”. Begitu halnya juga dengan dunia pendidikan. Merdeka tidak dapat langsung diterima tanpa dicerna tujuan di balik kebebasan yang diberikan. Kebebasan yang diberikan adalah berupa jenis kebebasan dalam proses pembelajaran yang selama ini belum atau sangat jarang dilakukan karena terhambat dengan sistem yang masih terikat.
“Guru Indonesia yang tercinta, tugas Anda adalah yang termulia sekaligus tersulit. Anda ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa, tetapi lebih sering diberi aturan dibandingkan dengan pertolongan. Anda ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu Anda habis mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas. Anda tahu betul bahwa potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka karena didesak berbagai pemangku kepentingan. Anda ingin mengajak murid keluar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup petualangan. Anda frustasi karena Anda tahu bahwa di dunia nyata kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghapal. Anda tahu bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi. Anda ingin setiap murid terinsfirasi, tetapi Anda tidak diberi kepercayaan untuk berinovasi” (https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/merdeka-belajar).
Bertolak dari pidato Mendikbud tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa merdeka belajar dan berbudaya adalah jenis kemerdekaan yang diberikan kepada pendidik dan peserta didik untuk dapat lebih mengekspresikan diri. Pendidik bukan langsung diberi kebebasan dari segala bentuk kewajiban administrasi, tetapi pendidik diberikan kebebasan untuk menentukan cara pembelajaran yang tepat. Selain itu, merdeka untuk peserta didik juga dapat disimpulkan sebagai merdeka berpendapat, berani menyampaikan cara pembelajaran yang disukai dengan menjunjung nilai toleransi dan keberagaman budaya. Pendidik tidak serta merta diberikan kebebasan tanpa panduan. Perlu ditegaskan, bahwa pendidik dan peserta didik adalah sebagian kecil dari jumlah masyarakat Indonesia yang heterogen. Bukan berarti dengan kebebasan yang diberikan, toleransi yang sudah menjadi budaya turun menurun dihilangkan, bahkan sebaliknya, harus lebih diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Keberagaman yang dimiliki tidak boleh menjadi penghambat perkembangan, tetapi harus menjadi sahabat yang berjalan beriringan menjadi bangsa majemuk yang lebih baik.
Maka dari itu, tujuan dari Slogan Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya adalah menghasilkan produk genarasi masa depan yang berlandaskan Pancasila. Kurikulum berubah bukan karena kurikulum lama jauh dari kata merdeka, tetapi berubah karena tuntutan zaman. Keberanian untuk berubah adalah syarat untuk menjadi maju. Belajar dan Budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Slogan Pendidikan berubah menjadi Merdeka Belajar dan Berbudaya bukan karena kita kurang bebas dan tidak berbudaya tapi justru karena kebutuhan untuk terus belajar dengan latar belakang budaya yang berbeda. Hal baik jangan sampai disalahtafsirkan menjadi tidak baik. Kita sebagai insan pendidik harus terlebih dahulu mengerti apa yang dimaksud dengan “merdeka”. Bukan hanya menyerukan Slogan, tetapi arti dan maksud di balik slogan harus diserukan dengan kelantangan yang sama. Mari bersama-sama mendukung Merdeka Belajar dan Berbudaya dengan semangat Pelajar Pancasila.(*)