Penangkapan Ikan Nomei Secara Masif Dikhawatirkan Ancam Pelestariannya

benuanta.co.id, TARAKAN – Ikan nomei atau akrab dikenal pepija termasuk dalam hasil sumber daya alam yang bisa terus berkembang biak dan dilestarikan. Namun keberadaanya terus diburu tanpa jeda dikhawatirkan populasinya akan menurun.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Utara Nomor 26 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Ikan Nomei di Wilayah Perairan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang bertujuan untuk melindungi kelangsungan populasi ikan nomei. Segala kebijakan yang berkaitan dalam pengelolaannya harus ditujukan untuk mendorong perkembangan perikanan di Kaltara.

Tekini pengelolaan perikanan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Di antaranya dengan pengaturan ukuran mata jaring pada alat tangkap yang digunakan pengaturan batas ukuran ikan yang boleh di tangkap, didaratkan, atau dipasarkan.

Termasuk kontrol terhadap musim dan daerah penangkapan, pengaturan terhadap alat tangkap serta perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati. Tanpa pengelolaan bersama, implementasi pengelolaan dipastikan tidak akan berjalan dengan baik.

Menanggapi persoalan tersebut, Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kota Tarakan, Tamrin Toha mengatakan, pengelolaan penangkapan ikan nomei bukan hanya dilihat dari segi perekonomian. Diketahui jika masyarakat pesisir juga mengharapkan hasil tangkapan terhadap ikan nomei. terdapat hampir 200 hingga 300 jumlah nelayan yang bergantungkan nasibnya terhadap bidang perikanan.

Baca Juga :  Bawaslu Kaltara Gandeng PTTUN Sosialisasikan Sengketa dan Pelanggaran Pilkada

Ihwal penangkapan ikan nomei, para nelayan juga perlu memperhatikan kelestarian ikan tersebut. Salah satu menjaga kelestariannya yaitu tidak menganggu kasawasan konservasi yang sudah di tetapkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 26 Tahun 2014 tentang pengelolaan ikan Nomei di Wilayah Perairan Provinsi Kaltara.

“Kesaradan nelayan perlu di bangun dalam menjaga kelestarian ikan nomei, bagi nelayan yang khusus menangkap ikan tersebut juga bisa mencari alternatif pencaharian. Ketika bukan masanya melakukan pencarian ikan tersebut, nelayan bisa beralih ke penangkapan ikan lainnya,” ucapnya Senin (12/6/2023).

Sebagai bentuk pengawasan, pihaknya melakukan sosialisasi tentang peraturan kepada nelayan. Di mana secara reguler, pihaknya juga bergabung kepada PSDKP kota Tarakan atau Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dalam melakukan aktivitas pengawasan.

“Jika terdapat nelayan yang ditemukan di area konservasi, maka diberikan edukasi agar kedepannya tidak secara masif melakukan penangkapan ikan tersebut,” ungkapnya.

Ihwal sanksi di dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 26 Tahun 2014, Tamrin menerangkan, dalam sebuah Pergub, harus ada sanksi yang mengatur, namun hal tersebut merupakan wewenang dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltara.

Baca Juga :  Bea Cukai Tarakan Realisasikan Target Sebesar 46 Persen pada Semester Pertama

Tamrin menerangkan, jika melihat hasil tangkapan nelayan, bahwa terdapat segala jenis ukuran ikan yang masuk dalam jaring, artinya, hal tersebut dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan nomei di laut. Diperlukan sebuah kajian perihal desain alat tangkap yang ramah lingkungan. Namun hal tersebut sudah pasti akan menuai protes dari nelayan lantaran hasil tangkapan yang akan berkurang.

“Jika kita mendesain alat tangkap yang ramah lingkungan, sudah pasti akan berkurang hasil tangkapan nelayan, karena kita sudah melakukan seleksi terhadap ikan tersebut, namun dalam jangka panjang, akan memberikan kesempatan terhadap biota laut untuk hidup dan berkembang biak sehingga layak di tangkap,” terangnya.

Guna menjaga kelestarian ikan nomei, Tamrin menjelaskan jika perlunya menjaga area konservasi serta melakukan penangkapa secara bijaksana dengan cara menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Setidaknya nelayan memiliki tanggungjawab dalam menjaga kelestarian ikan tersebut.

“Seharusnya dari harga ikan nomei, seharusnya ada biaya dari pengepul kepada pemerintah. artinya ada biaya yang di berikan kepada pemerintah untuk biaya kelestarian ikan tersebut, setidaknya, dari penjualan ikan tipis, ada fee yang disisihkan kepada pemerintah untuk mengelola atau menjaga populasi tersebut agar tetap terjaga,” harapnya.

Baca Juga :  Bea Cukai Tarakan Dorong Produk UMKM yang Berpeluang Ekspor

Terkait hal tersebut, belum ada perundang-undangan yang mengatur tentang fee yang akan dibebankan kepada nelayan atau pengepul ikan tipis, hal tersebut membutuhkan kajian khusus untuk melihat dampak positif maupun negatif dari kajian tersebut.

“Hal tersebut masih sebatas ide saja, belum ada langkah dalam pembentukan suatu kebijakan tentang memperoleh fee dari hasil penjualan ikan tersebut,” bebernya.

Tamrin berharap agar melayam tidak menjamah atau masuk kedalam area konservasi yang sudah di tetapkan oleh pemerintah, nelayan wajib patuh terhadap peraturan. Sebab pelarangan tersebut bukan berarti nelayan tidak boleh mendapatkan hasil dari ikan nomei, melainkan supaya ikan tersebut dapat dimanfaatkan secara terus menerus.

“Ihwal hasil produksi yang mulai menurun, hal tersebut sudah pasti lantaran habitatnya sudah terganggu, hal tersebut perlu disadari untuk menjaga proses pelestariannya,” tutupnya. (*)

Reporter: Okta Balang

Editor: Yogi Wibawa

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2650 votes

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *