Pertengahan 2022, Kasus Kekerasan Seksual Anak di Tarakan Meningkat

benuanta.co.id, TARAKAN – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Tarakan mencatat terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak di tahun 2022.

Kepala DP3A-PPKB Kota Tarakan, Hj Maryam menjelaskan data 2022 menunjukan sebanyak 70 kasus kekerasan seksual pada anak di bawah umur. Tahun 2021 tercatat sebanyak 36 kasus.

“Sekarang Januari sampai Juni sudah mau 70-an,” sebutnya, Kamis (14/7/2022)

Ia menuturkan, adapun awal dari kasus di tahun 2022 terjadi di salah satu pesantren yang ada di Kota Tarakan dengan belasan korban.

“Kalau kita tangani itu semuanya, kalau di PPA Polres itukan hanya yang satu dua melapor kalau dikami itu semua korbannya istilahnya kami lakukan pendampingan,” tutur Maryam.

Baca Juga :  Tingkatkan Daya Saing, Pemkot Subsidi Sertifikat Halal ke UMKM

Selanjutnya terdapat pula oknum guru ngaji yang melakukan hal serupa. Ia menyebut bahwa korban terbanyak berada di Pesantren wilayah Utara Tarakan dengan total 40 korban.

Dalam hal ini, pihaknya melakukan kerjasama dengan Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) untuk melakukan terapi kelompok.

“Karenakan setiap ada korban kita terapi, karena Himpsi ada intelektual terapinya. Ada juga yang ditangani secara private seperti korban yang dicabuli oleh ayah kandung dan kakak kandungnya sampai kita rujuk ke spesialis dokter psikolog,” urai Maryam.

Perempuan yang akrab disapa bunda ini juga mengatakan juga terdapat korban berusia 11 tahun yang baru saja melahirkan karena perbuatan keji dari oknum tak bertanggung jawab.

“Hampir rata-rata kasus anak ini dipaksa, tapi pas kedua ketiga kali ya mencari dan mau melakukan hubungan suami istri. Makanya banyak anak itu dilaporkan hilang hilang, itulah jahatnya ketika anak di bawah umur merasakan pelecehan seksual,” bebernya.

Baca Juga :  Fenomena Kotak Kosong, Masyarakat Memiliki Kedaulatan

Selain dipaksa, Maryam mengungkapkan bahwa anak di bawah umur juga tidak mengetahui dampak buruh dari perbuatan seksual seperti resiko penyakit. Bahkan, pada saat tengah mengandung anak tersebutpun juga tidak mengetahui bahwa dirinya sedang hamil.

“Di rumah ada kakeknya, orang tuanya itu juga tidak tahu kalau hamil, yang tahu malah gurunya dan membuat laporan ke kami dan ke orang tuanya melaporkan, ya semua tidak menyangka,” sebutnya.

Maryam mengatakan, selain dipaksa korban juga kerap kali dijebak oleh pelaku seperti memasukan sesuatu ke dalam makanan atau minuman hingga korban tidak sadar.

Baca Juga :  6 Tahun Benuanta Grup Lahirkan “Benua Kaltim” sebagai Anak Perusahaan Baru  

Dalam hal ini, pihaknya selalu melakukan rapat koordinasi dengan MUI atau tokoh agama lainnya untuk mencari jalan keluar terhadap kasus yang semakin meningkat ini.

“Saya kira dalam proses rekruitment guru, misalnya lulusan terbaik pesantren, atau tahfiz quran terbaik dimata orang tua itu belum tentu (benar) jadi perlu tes psikologi seperti PNS, ketika ada sesuatu jadi psikolog, ya dari rekruitmentnya,” pungkas Maryam. (*)

Reporter : Endah Agustina

Editor : Nicky Saputra 

Calon Pemimpin Kaltara 2024-2029 Pilihanmu
786 votes

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *