benuanta.co.id, NUNUKAN – Tradisi tulak bala di bulan Safar merupakan tradisi suku Tidung yang sudah turun-temurun. Orang Tidung percaya bulan Safar merupakan bulan yang penuh dengan mara-bahaya, maka perlu memperbanyak doa untuk menolak semua hal-hal buruk.
Hal ini pun menjadi suatu budaya bagi warga Tidung di mana pun berada. Yakni, beramai-ramai membuat ketupat khas Tidung yang biasa disebut imbiuku.
Imbiuku ini dibuat sesuai jumlah anggota keluarga di dalam rumah, lalu diikat menjadi satu bagian. Setelah itu dibawa ke suatu tempat di mana tempat pengumpulan imbiuku.
Doa meminta keselamatan kepada sang pencipta Allah SWT pun dipimpin salah satu tokoh masyarakat setempat, atau biasanya dilakukan oleh Ustazd setempat.
Setelah prosesi pembacaan doa selamat, warga dan kalangan yang ikut dalam sesi tolak bala ini, lalu saling bertukar imbiuku.
Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Utara (Kaltara), H. Sura’i mengatakan tradisi tulak bala suku Tidung yang sudah hidup sejak ratusan tahun lalu, hingga saat ini sudah turun – temurun dipercai yang dilaksankan setiap tahun di bulan safar.
“Tanpa dikomandoi, atau diperintah semuanya tergerak untuk melakukan tolak bala semua orang Tidung,” kata H. Sura’i, Kamis (5/9/2024).
Filsopi dari tolak bala ini adalah untuk menzakatkan harta yang selama ini yang didapat selama setahun untuk memberikan makan kepada orang banyak, selain itu juga untuk menghindari dan menjauhkan bala dalam bekerja atau dalam melakukan usaha setiap hari agar terlepas dari hal yang tidak diinginkan, ritual tolak bala juga dipercai untuk menambah rejeki yang berlimpah dan dan berkah.
Tolak bala di bulan safar indentik dengan ketupat, daun keladi termasuk latup dari padi. Kata H. Sura’i umbus daun muda yang dibuat ketupat ada dua macam umbus yakni umbus daun nipa atau perumpug, dan umbus kelapa.
Alasan menggunak daun umbus yang muda dari sebuah pohon, dimaknai sebagai suaty hidup yang harus diawali dengan yang muda, seperti pohon nipah yang hidup di pinggir pantai berhadapan dengan laut yang luas yang dipercai keluasan rejeki, sedangkan umbus yang ada di daratan seperti kelapa juga menggambarkan kehidupan masyarakat Tidung bersahabat dengan alam.
Setelah mendapat umbus lalu dibuatlah ketupat. Namun tidak asal buat, pertama ketupat ayam yang dipercai rajin untuk mencari makan dan semangat dalam hidup, kemudian ketupat tali badui itu merupakan ketupat tolak bala.
Selain ketupat latup dari padi dan daun keladi juga harus ada, karena nanti yang akan dihanyutkan di sungai yang dipercai bala-bala yang ada di kampung akan hilang semuanya dengan mudah.
“Ini adalah budaya dan seni, jangan dikaitkan dengan agama,” pungkasnya. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Nicky Saputra