Japar Salsa, Seorang Veteran Ikut Berjuang di Masa Pemberontakan DI/TII, Dwikora, Trikora hingga Bertemu Soeharto 

KEMERDEKAAN Republik Indonesia tak lepas dari peranan para veteran. Di Indonesia termasuk di Tarakan, masih terdapat veteran yang hidup di usia lanjut. Mereka saksi sejarah suatu pergerakan puluhan tahun silam. Seperti yang diceritakan seorang veteran bernama M. Japar Salsa (85 tahun).

Penulis: Sunny Celine

M. Japar Salsa, laki-laki kelahiran Kabupaten Barru, Sulsel pada 29 Agustus 1939 ini, ikut berjuang pada masa pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar dan berlanjut menjadi Operasi Dwikora. Tak sampai disitu ia pun menjadi salah satu bagian pembebasan Irian Barat yaitu Operasi Trikora.

Dengan suara yang agak bergetar karena usia lanjut, Japar yang kini diamanahkan sebagai Plt Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), menceritakan dulunya di Tarakan terdapat 295 anggota veteran yang kini hanya tersisa 47 orang karena sudah banyak yang wafat. Di tingkat provinsi Kalimantan Utara terdapat 1.000 veteran yang tersebar di perbatasan.

Sambil mengingat masa lalu, Japar, sapaan akrabnya, mengisahkan ia bergabung dengan TNI Angkatan Darat (AD) pada tahun 1962 di Sulawesi Selatan (Sulsel) di mana kala itu para pemberontak yang dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakkar melalui gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Sulsel sedang memanas. Dikutip dari laman resmi Wikipedia, Abdul Kahar Muzakkar memimpin para eks gerilyawan Sulsel dan Sulawesi Tenggara (Sulteng) dan mendirikan TII dan bergabung dengan DI.

“Waktu saya ditugaskan di daerah Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar),” ungkap Japar saat membuka isi ceritanya kepada benuanta.co.id, Kamis (10/8/2023) lalu bertepatan dengan hari Veteran.

Ia membuka ceritanya dengan sebuah kejadian dimana ia berkonflik dengan sang komandan. Konflik itu bermula ketika ia terpaksa menembak komandan tersebut karena telah mengganggu kekasih hatinya.

“Saya sebetulnya seorang penjahat. karena meninggalkan kesatuan saya, saya menembak komandan saya,” jelasnya.

Baca Juga :  Dinsos Tarakan Kucurkan Rp 10,2 Miliar Bayar Iuran BPJS Kesehatan untuk Masyarakat Kurang Mampu

Setelah konflik tersebut, ia dihadapkan dengan pilihan untuk melarikan diri ke gunung bergabung dengan DI/TII atau dijebloskan ke penjara. Namun, nasib baik menghampirinya disela kebingungan yang ia hadapi. Memiliki seorang ayah yang juga merupakan pejuang dan satu letting dengan Suharto memberikan ia jalan keluar.

“Waktu itu bapak saya marah, katanya jangan kamu naik ke gunung. Orang di gunung diusahakan turun jangan tambah-tambah lagi,” paparnya.

Ia pun dibawa menghadap ke Mayjen Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Mandala pembebasan Irian Barat atau Operasi Trikora.

Ia pun bergabung dengan prajurit dibawa pimpinan Mayjen Soeharto untuk melawan pasukan Belanda di Irian Barat saat itu. Bersamaan dengan itu, komandannya memberikan klarifikasi bahwa Japar tidak bersalah pada konflik tersebut dan akhirnya ia pun dibebaskan.

“Saya tidak mau kembali ke kesatuan saya. Jadi saat selesai Irian Barat saya pindah ke Jakarta. Saya tidak tugas lagi, saya hanya ikut sama Pak Suharto sebagai ajudan pada waktu itu, karena beliau yang mengambil saya di Jakarta,” terangnya.

Kemudian tidak lama setelah Trikora, muncul pergolakan lagi bernama Dwikora. Veteran pembela Dwikora yang berjuang pada periode 3 Mei 1964 hingga 11 Agustus 1966. Ia pun melanjutkan, saat Dwikora bergolak, ia mendaftar bergabung dengan Brigade Penggerak Satu KKOAL.

“Waktu itu dikenal Ganyang Malaysia. Ditugaskan pertama sebetulnya ke Singapura untuk memantau bagaimana pertahanan di sana. Jadi ada teman saya dua orang digantung di Singapura namanya Usman dan Harun, dua orang letting saya, teman saya. Awalnya sama-sama mau diberangkatkan di Singapura, tapi ada perintah lain, saya dialihkan ke Johor, Malaysia,” paparnya.

Dibantu oleh seseorang yang juga berkebangsaan Indonesia, ia melakukan tugas pemantauannya dengan melakukan penyamaran sebagai seorang nelayan. Kurang lebih satu tahun ia di Johor, Malaysia lalu ia diistirahatkan selama enam bulan lamanya setelah itu ia pun di pindahkan ke Tarakan pada tahun 1965.

Baca Juga :  Miliki Tingkat Keamanan Tinggi, Imigrasi Tarakan Diberikan Target Pengguna E-Paspor

“Kirim ke Tarakan, sampai sekarang tidak kembali-kembali,” katanya.

Lanjut Japar, Gerakan Ganyang Malaysia adalah gerakan yang diproklamasikan pada awal Mei 1964 oleh Presiden Soekarno dalam sebuah rapat raksasa mengumumkan perintah Dwikora atau Dwi Komando Rakyat, yang isinya: Petinggi ketahanan revolusi Indonesia. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia.

“Apa saja pergerakan di sana saya laporkan. Laporan ke pimpinan saya awalnya gabung Brigade Penggerak Satu KKOAL. Itu AL saat itu penamaannya dan melaksanakan tugas intelijen,” paparnya.

Salah satu kenangan yang sulit ia lupakan, saat ia ke Singapura bersama dua rekannya. Namun dua rekannya tertangkap yaitu Usman dan Harun. Ia sempat ke Singapura karena saat itu menyamar sebagai nelayan. Ia saat itu membawa ikan hasil tangkapan menggunakan pick up L-300.

“Saya lihat Usman dan Harun sudah diborgol. Jadi saya lewat di depannya, saya kasih kode tangan di bibir, maksud saya jangan buka mulut karena dia lihat saya. Supaya saya bisa lanjutkan tugas. Kami kan awalnya ditugaskan ke Singapura empat orang. Tapi ketika mau berangkat saya dialihkan ke Johor. Saya dan juga ada dua orang lain ke Malaysia,” ungkapnya.

Kemungkinan besar tertangkapnya dua rekannya akibat adanya mata-mata yang melapor hingga informasi bocor. Keduanya ditangkap di bawah jembatan suplai air bersih dari Johor ke Singapura.

“Karena Singapura disuplai air bersih dari Johor. Jadi dia tertangkap di bawah jembatan itu. Dituduh dia untuk memasukkan racun di pipa air padahal tidak. Cuma menunggu speed datang menjemput dia (keduanya). Itu kemungkinan sudah mau selesai masa tugas tapi tertangkap,” ungkapnya.

Baca Juga :  Bea Cukai Tarakan Dorong Produk UMKM yang Berpeluang Ekspor

Mengutip laman resmi Wikipedia mengenai sejarah konfrontasi Singapura dan Malaysia, Sersan Dua KKO (Anumerta) Usman Jannatin adalah salah satu dari dua anggota Korps Komando kini disebut sebagai Korps Marinir Indonesia, Usman ditangkap di Singapura pada saat terjadinya konfrontasi dengan Malaysia. Usman ditangkap bersama anggota KKO lainnya yakni Harun Thohir, dihukum gantung oleh Pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan dakwaan melakukan pengeboman di Macdonald House yang berada di pusat kota Singapura pada 10 Maret 1965. Sementara ada satu anggota lainnya, bernama Gani Bin Arup berhasil melarikan diri dari Singapura dan pulang ke Indonesia.

Kembali bercerita, Japar membeberkan Operasi Dwikora “saat itu kita terjepit, disebelah, Malaysia dijajah Inggris, disebelah timur dijajah Portugis, Timor-Timor,” jelasnya.

Adanya pengakuan secara politik mengenai akan bergabungnya Sabah dan Serawak dengan Indonesia yang memicu emosi Inggris.

“Malaysia itu bukan merdeka sendiri, itu hadiah, tetapi atas desakan Indonesia. Kita sifatnya membantu merdeka,” paparnya.

Saat ini, Japar menetap di Kota Tarakan. Dikelilingi oleh anak dan cucu dan istri tercinta yang ia pinang pada tahun 1981 dan ia dikaruniai 5 anak. Sajauh ini tambahnya, kesejahteraan LVRI di Kota Tarakan sangat baik dengan adanya adanya uang bulanan dan tunjangan.

“Veteran sudah diatur dalam UUD, memiliki gaji pensiun dan tunjangan bulanan. Diterima Rp. 2.750.000 ribu dan ditambah dana kehormatan dari Presiden RI, kalau saya terima Rp 950 ribu. Pertahun diterima Rp 3,7 juta. Selalu diterima karena negara selalu menganggarkan. Begitu pensiun kemarin langsung diurus, diproses di Taspen,” pungkasnya.(ram)

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2653 votes

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *