CINTA tak seindah yang dibayangkan. Terkadang cinta – cintaan dapat mengakibatkan lebam di badan. Usianya masih muda, Ana (bukan nama sebenarnya) memandang tubuhnya yang membiru akibat bogeman mentah sang kekasih. Sebut saja Joshua (bukan nama sebenarnya), yang tega berbuat Kekarasan Dalam Pacaran (KDP) terhadap Ana, tahun lalu.
Sejak malam itu, Ana sulit tidur. Beberapa bagian tubuhnya nyeri dan lebam. Kepalanya juga perih belas hantaman tangan seorang lelaki.
Ana dan Joshua baru saja pulang dari salah satu coffe shop di Tarakan. Di perjalanan pulang, di dalam mobil ketika ingin mengantar Ana, Joshua murka setelah ketahuan menyimpan pesan singkat dari salah seorang wanita lain.
Hujan yang mengiringi perjalanan pulang malam itu samar terdengar karena suara keras Joshua membentak Ana. Perdebatan kedua kekasih ini tak lagi terelakan. Joshua terus mengelak pertanyaan, sementara Ana terus menaruh curiga mendalam.
Bermula dari notifikasi handphone milik Joshua yang menerima pesan dari seorang wanita yang tak dikenal Ana. Joshua masih saja asik membalas pesan, sambil memegang stir mobilnya. Tanpa di sadari Joshua, Ana jeli memperhatikan.
“Saya nggak sengaja baca pesannya, kok nama pengirimnya perempuan namanya Nia (bukan nama sebenarnya). Jadi saya cek lewat kolom notifikasi pas saya buka ternyata pacar saya mau jemput dia padahal ini sudah larut malam,” ungkap Ana kepada sat dijumpai benuanta.co.id, belum lama ini.
Lantas Ana pun meminta penjelasan ada apa sehingga Joshua ingin menjemput perempuan lain di tengah malam. Sayangnya, hal tersebut tak dijawab jelas oleh Joshua bahkan malah balik menyalahkan, serta mengeluarkan kata-kata tak pantas kepada Ana yang mengakibatkan Ana menangis dan ingin pulang sendiri.
“Jadi, saya disaat itu sudah nangis, bukan sekali dua kali dia seperti ini. Beberapa kali dia main belakang dengan perempuan lain, saya bilang ke dia (Joshua) saya pulang sendiri saja silahkan kamu jemput perempuan itu. Dia nggak mau, posisinya dia udah emosi pas saya mau buka pintu mobil Joshua nahan dan cengkram tangan saya. Saya melawan tapi tenaga saya nggak kuat, dia cekek saya beberapa kali sampai saya nggak bisa nafas. Dia narik kepala saya kepangkuannya terus tiba-tiba ia pukul kepala bagian kanan saya dengan tangan, saya langsung berasa pusing, sakit sekali,” jelasnya sambil menahan air mata kala mengingat kejadian di malam suram, kala itu.
Ini memang pertama kalinya Ana mengalami kejadian malang tersebut. Namun, seakan menjadi candu, di hari-hari berikutnya Joshua kerap melakukan kekerasan fisik terhadap Ana. Bahkan Joshua menganggap Ana layak mendapatkan perlakuan tersebut.
Dua tahun ia menjalani hubungan dengan Joshua membuat hidupnya tak tenang. Bukan saja kekerasan fisik, sebelum-sebelumnya Ana juga mendapat kekerasan ekonomi, kekerasan secara psikis, serta pembatasan aktivitas oleh Joshua.
Ana bertahan dikeadaan selama itu karena ia beranggapan semua orang akan berubah, setelah melakukan kekerasan Joshua akan meminta maaf sehingga Ana menjadi tidak tega. Hal ini pun telah disampaikan Ana kepada orang tua Joshua namun hasilnya nihil, bukannya mendapatkan pembelaan malah ia yang disudutkan oleh ayah dan ibu Joshua.
“Saya telpon orang tuanya, saya cerita semua hal yang Joshua lakukan ke saya tetapi orang tuanya malah menyudutkan saya seakan-akan saya yang selama ini beban untuk anaknya. Saya laporkan ke orang tuanya supaya bisa bantu saya, ya karena saya pikir orang tuanya pemuka agama jadi harusnya paham mengenai hal ini,” terangnya.
Namun, dalam beberapa kasus KDP si korban yang sangat cinta dan sayang akan merasa iba dan luluh ketika pacarnya yang tadinya melakukan kekerasan meminta maaf, dan tidak mengulangi kesalahannya tersebut. Tak sedikit pula alasan takut akan kesepian dan ditinggal adalah alasan utama seseorang bertahan dalam hubungan yang toxic atau berbahaya.
“Kenapa saya bertahan ya karena saya sayang sama dia. Saya anak rantau jadi dia yang temani saya di sini. Jujur saya takut kesepian dan ditinggal sendiri bahkan saya mikir saya gimana kalau nggak ada dia,” ungkapnya.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), tingkat kekerasan baik secara fisik dan seksual yang dialami perempuan belum menikah yaitu sebesar 42,7%. Kekerasan seksual paling banyak dialami perempuan yang belum menikah yaitu 34.4%, lebih besar dibanding kekerasan fisik yang hanya 19.6%.
Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 1 Januari 2023 hingga 1 Juni 2023, tedapat 1.999 jumlah kekerasan yang pelakunya merupakan pacar atau teman.
Menurut KemenPPPA, kekerasan dalam pacaran atau dating violence adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas. Kekerasan ini merupakan kasus yang sering terjadi setelah kekerasan dalam rumah tangga, namun masih belum begitu mendapat sorotan jika dibandingkan kekerasan dalam rumah tangga sehingga terkadang masih terabaikan oleh korban dan pelakunya.
Berikut bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan dalam pacaran diantaranya yaitu :
1. Kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencekram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain.
2. Kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekan dan lainnya.
3. Kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
4. Kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual di bawah ancaman.
5. Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
Banyak perempuan yang tidak sadar jika ia menjadi korban kekerasan yang biasanya merujuk pada kekerasa pembatasan aktivitas, dan juga kekerasan ekonomi. Para korban menganggap bahwa hal tersebut merupakan cara pasanganya menjukkan rasa cinta dan kasih sayang padahal, padahl hal itu merupakan bentuk lain dari kekerasan yang perempuan alami.
Banyak hal yang menjadi dasar terjadinya KDP, tingkat pendidikan yang rendah, masih adanya pemahaman patriarki, kebiasaan tidak baik seperti memakai narkotika, minum miras, bertengkar tidak bisa mengontrol emosi, perempuan menyerang lebih dulu, terjadinya perselingkuhan, pasangan menganggur, sifat temperamental, pola asuh lekas dengan kekerasan di masa kecil sehingga sering mengalami atau melihat kekerasan, tingkat kesejahteraan ekonomi, lokasi tempat tinggal di perkotaan, efek pergaulan yang akrab dengan kekerasan, efek tayangan media massa yang mengandung unsur kekerasan.
Dampak dari KDP pun tak main-main, ada beberapa hal yang dapat terjadi dengan adanya KDP. Yaitu, gangguan kesehatan dan psikis perempuan yang menjadi korban. Perempuan korban kekerasan fisik atau seksual dalam berpacaran beresiko mengalami keluhan kesehatan 1,5 kali lebih banyak.
Dampak fisik bisa berupa memar, patah tulang, dan yang paling berbahaya dapat menyebabkan kecacatan permanen, sedangkan untuk dampak psikologis berupa sakit hati, jatuhnya harga diri, malu dan merasa hina, menyalahkan diri sendiri, ketakutan akan bayang-bayang kekerasan, bingung, cemas, tidak mempercayai diri sendiri dan orang lain, merasa bersalah, memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri.
Oleh sebab itu, penanganan terhadap KDP harus dengan serius. Pengetahuan mengenai KDP harus lebih digalakkan lagi karena dengan berakhirnya kekerasan terhadap perempuan merupakan kunci untuk mendorong kesetaraan gender dan memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial. Sebab, perempuan merupakan penentu terciptanya generasi yang akan datang. (***)
Penulis: Sunny Celine
Editor: Nicky Saputra