Usaha Batik Lulantatibu Lahir dari Door to door hingga Sukses Mengumpulkan Pundi-pundi Rupiah

BERAWAL dari Wonderful Indonesia Festival 2019 yang digelar di Konsulat RI Tawau Malaysia, membuat desainer Yaya Rinjani yang saat itu terlibat sebagai desainer yang diundang mengikuti fashion show memanfaatkan kesempatan memperkenalkan batik ciri khas Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimatan Utara (Kaltara).

Penulis: Dermawan

Pada tahun 2019 Yaya Rinjani meminta rekomendasi ke Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kabupaten Nunukan untuk mengembangkan Batik Lulantatibu. Batik Lulantatibu sebuah motif gabungan khas etnis Dayak Lundayeh, Dayak Tagalan, Dayak Taghol, Dayak Tidung dan Bulungan. Batik Lulantatibu sendiri sudah dipatenkan dan resmi menerima HAKI pada Mei 2017 silam.

Rekomendasi Batik Lulantatibu diterbitkan dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kabupaten Nunukan, yang saat itu dijabat oleh Kasi Kemitraan dan Ekonomi Kreatif, almarhum Wahyu Muji Lestari, S.Sn. Karena ingin mengembangkan Batik Lulantatibu, dia bertanya seperti apa dan bagaimana. “ Saya diminta agar menyurat untuk meminta rekomendasi,” kata Yaya Rinjani.

Surat rekomendasi itu dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kabupaten Nunukan, dan ditandatangani Bupati Nunukan agar dapat melakukan pengembangan Batik Lulantatibu.

Setelah mengantongi rekomendasi Yaya mulai membatik  dengan desain sendiri yang unik dan mudah dikenal oleh masyarakat. Lulantatibu dikenal karena desainnya karena kalau bicara batik saja banyak batik yang dinilai lebih bagus dari Lulantatibu.

Batik Nunukan memiliki 4 motif sehingga terlihat menarik dan indah bagi yang mengenakannya, oleh karena itu para perajin batik harus kreatif dalam mendesainnya. “Kita harus punya ide kreatifitas,” jelasnya.

Awal membuat batik dia memulai dari printing. Agar ada pelaku-pelaku perajin batik sehingga mereka diberikan pelatihan oleh dinas terkait dan hanya sekali pelatihan. Setelah mengikuti pelatihan dan Yaya Rinjani langsung memberanikan diri praktek dirumahnya dengan meminta kepada suami agar mau membelikan peralatan membatik.

Untuk mempromosikan batik buatannya sendiri, satu per satu kantor didatangi menawarkan kain batik, namun saat itu belum ada yang tertarik. Seiring waktu berganti, tidak membuat dia patah semangat untuk memperkenalkan batik kepada masyarakat.

Nah, lagi duduk santai di kediamannya, seseorang datang dari pihak Bandara di Nunukan memesan batik ke Yaya, saat itu karena stok batik juga masih ada, ia meminta calon pemesan ini melihat motif batik yang ada. Kala itu, 70 baju batik yang dipesan. Yaya mengaku kaget dan terharu, usahanya mulai membuahkan hasil positif.

Sebenarnya modal untuk membuat batik tidak ada, tapi karena ada pesanan dari pihak Bandara, dan juga dibayar uang DP menjadi modal pertamanya senilai Rp 17 juta.  Setelah mendapat pesanan, akhirnya dari kantor lainpun ikut berdatangan memesan batik ke Yaya Rinjani. “Ada pesanan, baru membuat,” kata dia sambil mengenang awal perjuangannya.

Berkat usaha dan kegigihan dan ketekunannya membuat batik, hingga saat ini setiap hari Yaya sudah bisa memproduksi batik sebanyak 4 lembar kain dengan ukuran per 2 meter 25 cm. Walaupun tidak ada pesanan, dalam sebulan Yaya Rinjani bisa menghabiskan 5 rol kain dengan banyak 100 potong kain.

Setiap hari orang yang sudah datang ke butik Yaya Rinjani, yang awalnya dia hanya door to door, kini usahanya sudah membawa hasil dalam sehari orang yang datang 1 hingga 3 orang untuk membeli kain dan juga dijadikan langsung baju batik.

Untuk kain seragam di bandrol dengan harga Rp350 – 500 ribu, dengan mempertahankan kualitas dengan menggunakan bahan premium, “semakin mahal harganya semakin bagus kualitasnya,” jelasnya.

Menurut Yaya, dalam pembuatan batik tidak langsung bisa sukses, namun ada tahapan yang harus dilewati. Pasti ada namanya kesalahan dari segi pewarna, bisa saja percikan air, atau saat pengeringan terkena hujan membuat kain yang sudah dibuat warnanya merembes.

Pernah juga saat penjemuran kain batik ini dikencingi kucing, saat melihat sempat bertanya-tanya kenapa kain itu ada percikan, setelah diperhatikan teryata dikencingi kucing yang lewat. “Terpaksa kainnya diganti lagi,” kata Yaya Rinjani sambil tertawa.

Walaupun mengganti kain yang baru, dia tidak merasa rugi, karena kain yang sudah terkena percikan atau merusak warnanya dia olah kembali menjadi pakaian yang layak dan memiliki kualitas. (ram)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *