Masjid Arab di Makassar Perlihatkan Indahnya Toleransi Beragama

benuanta.co.id, Makassar – Masjid Arab atau Masjid As-Said di Kota Makassar, Sulawesi Selatan bisa dikata sebagai simbol yang menunjukkan indahnya toleransi beragama di tengah perbedaan. Kendati masjid ini berdiri megah di kawasan Pecinan atau di tengah pemukiman padat penduduk yang mayoritas dihuni keturunan Tionghoa.

Masjid Arab ini terletak di sebelah Utara Kota Makassar di Jalan Lombok, Kecamatan Wajo.

Masjid ini dibangun ketika Indonesia masih di masa penjajahan Belanda yang merupakan persinggahan bagi orang – orang perantau dari Arab melalui jalur perdagangan.

Namun seiring waktu, keturunan Tionghoa lebih dominan masuk ke daerah ini dan menetap, hingga akhirnya di sekitar Masjid Arab tersebut cukup dominan warga Tionghoa.

Arsitektur masjid ini, atapnya berbentuk piramida yang memiliki kemiripan dengan masjid tua Katangka di Kabupaten Gowa. Lalu, bagian utama masjid, berbentuk segi empat berukuran sekitar 400 meter persegi. Ciri khas ornamen masjid ini dominan hijau. Masjid ini didirikan pada 1907 Masehi, dengan daya tampung 200 hingga 300 jamaah.

Untuk memasuki masjid ini jamaah harus melewati gerbang yang memiliki jarak sekitar 50 meter dari gedung utama masjid. Kemudian jamaah melewati pelataran Masjid yang cukup luas dan disuguhi pemandangan pohon kurma yang tumbuh subur, kian menambah ciri khasnya sebagai Masjid Arab.

Tak hanya itu, Masjid Arab juga sangat nyaman untuk menunaikan ibadah, memiliki fasilitas AC dan karpet tebal yang menambah kenyamanan jamaah. Masjid ini juga kerap digunakan jamaah untuk beristirahat sejenak dari rutinitas mereka, apalagi di bulan Ramadan.

Masjid Arab juga memiliki ciri khas yang membedakan dengan masjid lain di Makassar. Selain berdiri sendiri di kawasan Pecinan, Masjid Arab juga hanya dikhususkan digunakan berjamaah bagi kaum Adam. Upaya tersebut dianggap menjaga adat budaya para sayyid atau pendirinya.

“Di antaranya masjid ini khusus jemaah laki-laki, tapi sesekali bisa untuk jemaah wanita yang statusnya musafir. Di sini biar bulan Ramadhan tidak ada jemaah wanita karena dari awalnya memang budaya di masjid sini begitu,” kata Imam Rawatib Masjid As’said, Habib Alwi ketika diajak berbincang, Selasa, 28 Maret 2023.

Mengenai keberadaan pohon kurma di halaman Masjid As’said, menurut Habib Alwi, pohon kurma tersebut telah berusia puluhan. Awalnya pohon kurma itu bisa tumbuh berawal ketika Habib Alwi menemukan biji kurma bertunas di sela-sela batu di dekat tempat wudhu di sisi belakang masjid.

Kemudian Habib Alwi diberitahu oleh salah seorang Habib, bahwa jika biji kurma bertunas punya peluang untuk tumbuh. Maka Habib Alwi berinisiatif menanam biji kurma itu di depan masjid.

“Pohon kurma yang ada di depan masjid itu cukup ajaib, bibitnya hanya satu biji namun jadi dua pohon. Itulah berkah dari Allah SWT,” tukasnya.

Meski berada di kawasan Pecinan kanan, kiri, depan, belakang masjid pemukiman warga Tionghoa, Habib Alwi, jamaah tetap beribadah dengan nyaman. “Di masjid ini sendiri sudah beberapa mengislamkan masyarakat Tionghoa,” tandas Habib Alwi.(*)

Penulis: Akbar

Editor: Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *