benuanta.co.id, BULUNGAN – Masuki usia ke 77 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), telah memerdekakan bangsa dari berbagai hal. Mirisnya, kejadian yang dialami oleh para insan pers di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) malah sebaliknya.
Pada saat prosesi peringatan detik-detik Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, pers tidak diperbolehkan mengabadikan gambar dan video oleh panitia.
Untuk diketahui, kumpulan wartawan tidak diberikan spot yang strategis saat pengambilan foto. Ketika wartawan berinisiatif ke area foto yang dinilai strategis, sangat disayangkan malah dihalangi oleh Satpol PP.
Berbeda dengan wartawan, sejumlah ASN Pemprov dan pegawai vertikal bisa dengan bebas dan leluasa mengambil foto di area manapun.
Salah satu jurnalis harian, Fawdi merasa cukup kecewa atas tindakan panitia. Pasalnya, pada saat hendak mengambil gambar dan video dari dekat, tindakan tersebut malah mendapatkan teguran dari tenaga pengaman.
“Kami kecewa karena adanya upaya menghalang-halangi rekan-rekan wartawan dalam peliputan. Apapun alasannya, itu melanggar Undang-Undang Pers,” ucapnya, Rabu 17 Agustus 2022.
Kata dia, dalam undang-undang pers semua hal yang menghalangi bahkan melarang seorang jurnalis atau wartawan untuk melakukan peliputan baik pembuatan naskah maupun dokumentasi adalah perbuatan pidana.
Gubernur Kaltara, Drs. Zainal Arifin Paliwang, S.H., M.Hum saat dikonfirmasi turut merasa kecewa atas tindakan tersebut, lantaran hanya wartawan saja yang mendapatkan larangan sedangkan kehumasan mendapatkan kebebasan untuk mengambil gambar.
“Saya kalau mendengar itu sangat kecewa juga, seharusnya tidak demikian (adanya pelarangan). Harusnya perlakuan pers dengan pers lainnya yang berasal dari mana saja, itu sama,” tegas Gubernur Kaltara.
Untuk itu, semua kepanitiaan perayaan HUT RI Ke-77 akan mendapatkan evaluasi, dirinya berjanji untuk memanggil semua panitia penyelenggara HUT RI ini.
“Nanti akan tegur semua,” pungkasnya.
Terpisah, menanggapi hal tersebut, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kaltara menyayangkan adanya pembatasan kegiatan jurnalistik di momen peringatan HUT ke 77 RI di Lapangan Agatis pada Rabu, 17 Agustus 2022 tersebut.
Ketua PWI Kaltara, Nicky Saputra mengatakan kejadian tersebut patut disesalkan dan tidak perlu terjadi karena akan bersinggungan langsung dengan kemerdekaan pers yang tertuang pada Pasal 2 Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Pada dasarnya wartawan juga menjalankan amanat undang-undang dalam hal penyebarluasan informasi kepada masyarakat, apalagi dalam momen upacara kemerdekaan seperti ini. Jangan ada pengecualian kepada wartawan yang tidak boleh ke akses tertentu tapi terkesan boleh bagi oknum lainnya,” terang Nicky melalui keterangan tertulisnya.
Menurut dia, jika ada pengecualian terhadap wartawan maka orientasinya akan berbeda dengan tidak adanya keadilan seperti bunyi pasal 2 UU Pers yang menyatakan Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
“Saya pastikan rekan-rekan wartawan itu paling taat aturan dan teliti. Tidak mungkin timbul keresahan di kalangan wartawan jika tidak ada penyebab,” cetusnya.
Dalam hal ini, PWI Kaltara dapat memaklumi oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang sempat melakukan penghalangan sekedar menjalankan tugas.
Namun begitu, terkait kejadian ini PWI Kaltara akan bersurat kepada Panitia HUT Kemerdekaan Pemprov Kaltara untuk melakukan konfirmasi dan klarifikasi.
“Panitia HUT Kemerdekaan Pemprov Kaltara harus mengklarifikasi hal ini. Jika memang terjadi miss komunikasi agar menjadi evaluasi bersama. Di momen baik ini jangan lupakan semangat perjuangan pers dalam keberlangsungan pembangunan di Kaltara,” tegasnya.
Lanjut dia, pemerintah maupun masyarakat perlu mengetahui dasar dari hadirinya pers di Kaltara yang juga terus-menerus memperjuangkan kemerdekaan pers seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 1 dengan maksud;
kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
“Tentu kita bersama tidak mengharapkan kemerdekaan pers Kaltara ‘dikebiri’ hanya karena ketidaktahuan kalangan tertentu dengan profesi yang kami jalankan. Juga yang perlu diketahui, pada pasal 4 ayat 2, dalam menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Bunyi dalam ayat ini sudah cukup jelas, bahwa dalam kejadian ini rekan-rekan wartawan hanya menjalankan tugas-tugas profesinya, dan menjalankan Pasal 6 huruf a,” bebernya.
PWI Kaltara dalam hal ini juga menyapaikan kepada seluruh kalangan bahwa dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999 ada ketentuan pidana yang tercantum dalam Pasal 18 Ayat 1 yakni;
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Matthew Gregori Nusa