BAGI dr H Jusuf Serang Kasim (JSK), Kaltara adalah medan amal yang harus dia pimpin. Lahirnya Kaltara melalui Undang-undang nomor 20 tahun 2012 juga membuat JSK harus berbuat banyak. Provinsi termuda ini, menurutnya, harus mendapat sentuhan ‘magis’ agar layak bersanding dengan provinsi lain di tanah air.
Apa yang disampaikan JSK kepada Koran Benuanta memang punya poin penting yang harus dicermati. Kaltara, ucapnya, didirikan untuk mendukung percepatan pembangunan dan pelayanan di wilayah utara di Kalimantan Timur (Kaltim). Siang-malam, JSK mengaku, harus memikirkan bagaimana bisa memakmurkan Kaltara yang dinilai sangat jauh dari Ibu Kota Provinsi Kaltim. Kondisi inilah yang membuat JSK berkesimpulan bahwa ada yang tidak adil dalam pola pelayanan ini. Sehingga tidak ada jalan lain, Kaltara harus terbentuk, membangun diri agar maju, adil dan sejahtera masyarakatnya.
Kisah JSK, perjalanan Kaltara yang sangat panjang dan berat juga melibatkan pengorbanan yang sangat besar dari sejumlah pihak. “Ada beberapa nama yang saya masih ingat ikut andil dalam pembentukan Kaltara, diantaranya Ismed Mado, Saparudin, mitranya Ismed. Kemudian Mahmud dan sebagainya. Dan itu juga diikuti oleh masyarakat yang lain. Upaya untuk mencetuskan Kaltara waktu itu langsung diambil alih oleh Asisten 1 Kaltim,” ungkapnya.
Saat itu, kata dia, Gubernur Kaltim yang dipimpin Suwarna Abdul Fatah memberikan titah kepada JSK agar menempatkan Asisten 1 yang memimpin Kaltara di masa awal.
“Namun sayang tidak jalan. Apalagi di tengah-tengah moratorium di zaman pemerintahan SBY. Saya melihatnya, kemudian presidium, besar sekali anggotanya, hampir ratusan orang. Sekali bergerak, habis anggaran. Akhirnya terhenti dan menunggu anggaran tahun berikutnya. Kemudian begitu lagi,” katanya seraya menyebut, presidium yang dipimpin Laden Mering itu tidak berjalan maksimal.
“Saya waktu itu di posisi penasehat,namun tidak memiliki kekuatan apapun, karena bukan lagi walikota, bukan gubernur dan bukan siapa-siapa lagi,” terangnya menyambung.
Karena presidium kembali vakum karena menunggu anggaran tahun berikutnya, JSK bersama 5 tokoh, yakni mantan Ketua DPRD Kaltim Suhartono Sucipto (alm), mantan Anggota DPRD Kaltim Philipus Gaeng (alm), Jalil Fatah dan Arsyad Thalib. Kelima tokoh ini, kata JSK langsung menemui Anggota DPD RI, Luther Kombong (alm) di Jakarta untuk melanjutkan diskusi pembentukan Kaltara. Usai mendapat persetujuan Luther Kombong, JSK mendapat mandat sebagai ketua tim pembentukan Kaltara.
“Konsesus, jalanlah kami berlima, dengan memulai untuk membuat bahan paparan di DPD RI. Setelah itu, memasuki fase persentasi di DPD RI mendapat apresiasi dan persetujuan dan persetujuan prinsip,” bebernya.
Setelah mendapat persetujuan prinsip, tim kecil kemudian ke Komisi II DPR RI yang diketuai oleh Burhan Napitupulu. Namun sayang, setelah mendapat perhatian serius dari Burhan Napitupulu dan siap dituntaskan, sekitar 1 bulan setelah persentasi pembentukan Provinsi Kaltara Burhan Napitupulu meninggal di padang golf, dan digantikan oleh seseorang mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) dari daerah lain yang bertahan selama 1,5 tahun di komisi II.
“Kondisi ini menyebabkan tim ini menjadi syok. Dengan orang baru di Komisi II, setiap minggu, tim ini melapor. Tiap dua minggu lapor. Jadi totalnya ada 8 sampai 9 kali tim ini melakukan paparan di Komisi II DPR-RI. Bahkan Gubenur Kaltim waktu itu sempat ikut sekali, namun tidak mengeluarkan biaya sepeserpun,” ungkapnya.
Lanjut JSK, tim ini kemudian mengajukan permohonan bantuan ke Asisten I Provinsi Kaltim yang saat itu dijabat oleh Irianto Lambrie. Namun sayang, tak ada respon saat itu. Akhirnya tim kecil ini berjalan sendiri dengan sisa kekuatan yang ada. Kekuatan itu muncul setelah mendapat dukungan dana dari berbagai pihak.
“Sumbangan yang paling terasa itu dari Bupati Kukar (Kutai Kertanegara) Rita Widya Sari yang memberikan bantuan sebesar Rp 500 juta, dan ada seorang pengusaha dan tokoh Kalimantan Timur, saya lupa namanya. Membantu sebesar Rp 1 miliar,” katanya.
Bantuan dana lainnya datang dari pengusaha Andi Sunarto. Rp 1 miliar dirogoh dalam kantongnya demi jalannya tim yang dipimpin JSK. Nama lain yang disebut JSK ikut meringangkan beban tim adalah Novel Makhtub. Pria tanpa mau dibayar menyiapkan sekretariat dua lantai di Jalan Majapahit. “Namun bantuan itu tidak cash. Bantuan itu diberikan saat tim ini melakukan pengajuan saja, baru dicairkan. Total anggaran yang dikeluarkan untuk Provinsi Kaltara, totalnya mencapai Rp 11 miliar hingga Rp 12 miliar,” katanya.
Bantuan itu pun membawa JSK dkk mampu membawa Provinsi Kaltara ke meja paripurna DPR RI. “Cerita pembentukan Kaltara ini sangat panjang. Total waktu perjuangan pembentukan Provinsi Kaltara memakan waktu selama 2 tahun delapan bulan,” katanya. “Saya sempat jual rumah di Surabaya untuk biaya perjuangan Provinsi Kaltara. Semuanya tidak mungkin tanpa biaya. Kami memang makin berat karena di tengah-tengah situasi moratorium pemekaran dari pemerintahan Pak SBY,” lanjutnya. (rm)