benuanta.co.id, TARAKAN – Umat Hindu di Tarakan melaksanakan ibadah perayaan Hari Nyepi dengan mengusung tema “Menawasewa, Medawasewa untuk Mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045″ pada Sabtu, 29 Maret 2025.
Tema perayaan Hari Raya Nyepi Tahun 2025 ini, terdiri dari dua kata yang memiliki pemahaman yang berbeda.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Tarakan, I Nengah Pariana menjelaskan Menawasewa bermakna pelayanan terhadap sesama. Pelayanan terhadap sesama yang dimaksud, sebagai makhluk Tuhan perlu melayani antara umat lain atau sesama umat Hindu.
” Yang terpenting kita slalu berusaha berbuat baik kepada sesama. Parisade Hindu Dharma Indonesia (PHDI) pusat juga sudah mencanangkan beberapa kegiatan menawasewa. Seperti berbagi makanan kepada umat lain, Bogasevana. Tahun lalau kita berbagi takjil kepada umat muslim. Dan tahun ini yang menyelenggarakan adalah PHDI Bulungan dan Malinau di Kaltara,” ujarnya, Jumat (28/3/2025).
Selain itu, pihaknya juga menggelar kegiatan donor darah, kerja bakti bagaimana caranya membuat roh lain merasa senang dan juga mampu berpartisipasi menyenangkan diri sendiri sebagai bentuk implementasi menawasewa.
Selanjutnya, medawasewa yaitu pelayanan terhadap Tuhan yang maha kuasa. Menawasewa dan mendawasewa adalah satu kesatuan memberikan pelayanan.
“Kalau kita ingin melayani seseorang maka melayani Tuhan yg maha kuasa. Dua jenis pelayanan ini diharapkan terwujudnya skala besar nasional Indonesia Emas 2045,” jelasnya.
Dengan memberikan pelayanan terbaik terhadap sesama dan Tuhan maka akan menguatkan iman bagi umatnya sehingga apa yang diinginkan 2045 menjadi Indonesia Hebat dan Emas akan tercapai.
Pada perayaan Hari Nyepi ini juga dirangkaikan dengan kegiatan pengerupukan dan sembahyang menyambut Hari Raya Nyepi 2025 berlangsung di Pura Agung Giri Jagatnatha, Jumat (28/3/2025) malam. Rangkaian kegiatan sudah berlangsung sejak sore kemarin hingga malam pukul 21.00 WITA.
Ia mengatakan terdapat dua kegiatan utama yaitu kegiatan mecaru atau tawur agung kesanga dan tempat di lingkungan disucikan.
“Dinamakan kesanga karena ini, bulan bali yang kesembilan. Pelaksanaannya berlangsung di luar pura dan tidak di lingkungan pura. Maknanya adalah pembersihan alam, selaku umat ciptaan Tuhan harus memuliakan ciptaan Tuhan. Entah itu makhluk kasat mata seperti kita maupun makhluk tidak nampak, kita harus perlakukan dengan baik,” ujarnya.
Kemudian rangkaian selanjutnya, semua jemaah atau ummat berkumpul untuk melaksanakan sembahyang bersama. Jemaah yang datang dalam kegiatan ibadah berlangsung di pura diperkirakan sebanyak 100 orang.
“Di momen Nyepi, umat Hindu yang datang cukup banyak dibandingkan hari-hari persembahyangan. Mungkin karena hari besar datangnya setahun sekali. Walaupun banyak, ada juga warga tidak datang sembahyang karena ada yang pulang kampung ke Bali, kalau mereka gak pulang dan sembahyang bersama di pura mungkin lebih banyak,” ungkapnya.
“Mereka bisa datang, tandanya kita dikaruniai sehat jasmani dan rohani,” pungkasnya. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Ramli