benuanta.co.id, BERAU – Beberapa waktu lalu Kabupaten Berau dibuat heboh dengan adanya tiga Warga Negara Asing (WNA) asal Filipina, yang berprofesi nelayan terombang-ambing di laut lepas selama 5 hari lamanya.
Diketahui tiga nelayan Filipina bernama Alkis, Ridwan, Bensar yang awalnya berangkat dari Pulau Tawi-Tawi tujuan ke Pulau Sitangkai untuk membeli kebutuhan pokok
Namun saat pulang ke tempat asal kapal mereka harus kehabisan bahan bakar, hingga terbawa arus ke laut Indonesia yaitu perairan Batu Putih, Kampung Balikukup, Kecamatan Batu Putih dan berhasil selamat atas perbantuan nelayan setempat.
Alkis A Unsing namanya salah satu dari tiga nelayan asal Filipina tersebut yang berhasil diwawancarai tim benuanta.co.id atas persetujuan Kepala Imigrasi Tanjung Redeb, Benyamin Kali Patambal Harahap beberapa waktu lalu.
Nelayan tersebut bisa menggunakan bahasa melayu yang hampir sama dengan ejaan Indonesia sering menjadi komunikasi sehari-hari warga daerah kepulauan tersebut.
“Kami mau beli barang, untuk cari makan. Abis itu kami kehabisan minyak (BBM) terpaksa kami hanyut sajalah sampai dalam 5 hari,” kata Alkis A Unsing kepada benuanta.co.id.
“Ada perahu kami jumpa, kami dayung ke sana, minta tolong sama orang (yang menemukan mereka) baru selesai memancing dari laut, orang Indonesia,” imbuhnya sambil mata berkaca-kaca.
Saat itu Alkis cerita sangat bersyukur dan menitihkan air mata bisa selamat setelah 5 hari terombang-ambing di laut bersama dua temannya tetap hidup sambil memakan beras dan air laut.
“Jadi kami ditolong di bawa ke balai Balikukup. Ke 6 hari kami sudah di Balikukup,” tegasnya.
Selama hari ke 6, Alkis bersama dua nelayan lainnya terus-menerus mendapat pengawasan untuk segera dilaporkan ke pihak Imigrasi setempat agar menerima pertolongan lebih lanjut.
“Hari 7 kami baru di bawa ke sini. Pas sampai di sini (Kantor Imigrasi) kami minta bantu. Kami orang Filipina minta bebaskan lah kami,” tuturnya.
Ia juga khawatir, sanak keluarganya pasti mencari keberadaan mereka setelah tak pulang ke tanah airnya.
“Kami tidur saja pas kena ombak, sambil minum air mesin, tutup hidung supaya tidak terasa garam. Ada kami nampak jam 11 malam ketika itu kapal nyala lampu, paksa dayung-dayung supaya ada kehidupan dengan dorang (mereka). Sampai di sana kami minta air. Aku tiga botol minum abis, satu kotak itu kami minum habis,” jelasnya.
Selain itu, dirinya mengungkapkan selama tinggal di Kantor Imigrasi Kelas III Non TPI Tanjung Redeb selalu mendapat makan dan minum teratur.
“Kasih panjang umur kami oleh Tuhan. Kami sudah rindu dengan saya punya keluarga karena kami yang diharap,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie
Editor: Yogi Wibawa