benuanta.co.id, NUNUKAN – Daerah pesisir laut kerap menjadi kawasan kumuh. Hal itu terjadi karena adanya perpindahan masyarakat ke Kota serta tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi.
Teknik Penyehatan Lingkungan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Serta Pertanahan (PRKPSP) Kabupaten Nunukan, Zulkarnain Setiabudi mengatakan ciri kawasan pemukiman kumuh yakni bangunan yang tidak teratur, baik posisi menghadap, penampilan yang tidak layak untuk ditempatkan, begitu juga dari prasarana baik akses jalan dan fasilitas persampahannya serta layanan air bersih.
“Yang menjadi syarat kawasan tanpa kumuh itu juga perlu adanya ruang terbuka hijau, karena suatu kawasan pemukiman jika tidak ada itu (ruang terbuka) tidak bisa terpenuhi,” kata Zulkarnain, Jumat (4/3/2022).
Kawasan Kumuh di pesisir Pulau Nunukan dan Sebatik, seluas 157,85 Hektar (Ha), sedangkan kawasan kumuh berkurang hanya seluas 48,65 Ha.
“Pengurangan itu dari tahun 2017 hingga 2021, kurang lebih 48,65 Ha,” ujar Zulkarnain
Untuk diketahui, Kawasan kumuh di Nunukan yakni Sei Bolong, Pangkalan, Tanjung, Tanjung Harapan, Pulau Sebatik, Sungai Nyamuk, Pancang dan lainnya.
“Kawasan kumuh hanya ditargetkan di Nunukan, belum ke Sebatik karena masih dianggap kumuh sedang. Penanganan kawasan kumuh ini dari segi sampah dan sanitasi air bersihnya,” jelasnya.
Untuk mengurangi kawasan kumuh, Pemerintah Daerah (Pemda) Nunukan perlu mempersiapkan Perda Kumuh dan melakukan review Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) yang harus dimiliki setiap kabupaten/kota.
Rencana tersebut berisi rumusan strategi, kebutuhan program dan investasi untuk mewujudkan permukiman yang bebas kumuh.
Agar rencana itu terealisasi dengan baik, diharapkan semua perangkat daerah dapat besinergi untuk mengurangi kawasan kumuh di Kabupaten Nunukan. (*)
Reporter: Darmawan
Editor: Matthew Gregori Nusa