Penulis:
Muammar, S.Si
(Statistisi BPS Kota Tarakan)
BEBERAPA bulan terakhir banyak media yang memberitakan bagaimana tangguhnya sektor pertanian bertahan dimasa pandemi covid19, banyak sektor lain seperti perdagangan dan industri mengalami guncangan hebat dan terkontraksi cukup dalam.
Kepala Perwakilan Badan Pangan Dunia (FAO) untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal mengapresiasi pencapaian pembangunan pertanian Indonesia dimasa pandemi covid19 karena terus mengalami peningkatan pada saat kondisi pangan dan perekonomian dunia mengalami penurunan (Antara, Senin 25 Oktober 2021). Ungkapan tersebut tentu saja menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita sebagai warga negara Indonesia, tetapi apakah keberhasilan ini juga menggambarkan peningkatan kesejahteraan petani kita? Salah satu indikator yang bisa kita cermati untuk melihat kondisi kesejahteraan petani adalah NTP.
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani, jika NTP lebih dari 100 artinya petani mengalami surplus, harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya atau dengan kata lain pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya. Begitu sebaliknya jika NTP kurang dari 100, petani mengalami defisit.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Utara (BPS Propinsi Kaltara) telah merilis perkembangan NTP Propinsi Kaltara bulan Nopember 2021 sebesar 107,88 atau naik 0,76 persen dibanding NTP pada bulan Oktober 2021. Jika kita melihat tren satu tahun terakhir (YoY) yakni bulan Nopember 2020 ke Nopember 2021, NTP mengalami peningkatan sebesar 4,26 persen atau rata-rata kenaikan perbulan sebesar 0,36 persen.
Dengan pengamatan sederhana kita dapat mengetahui bahwa secara umum petani mengalami surplus atau terjadi peningkatan daya beli karena harga yang mereka terima mengalami peningkatan yang lebih cepat daripada harga yang mereka bayar. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah petani benar benar sejahtera?atau petani disubsektor mana yang mengalami perbaikan kesejahteraan? Untuk menggali lebih dalam kita harus mencermati data-data NTP menurut subsektor.
BPS Propinsi Kaltara mencatat, terdapat dua subsektor yang NTP-nya masih di bawah 100 yaitu subsektor Tanaman Pangan dengan NTP 99,28 dan Hortikultura sebesar 94,01. Pada bulan Nopember 2021 kedua subsektor tersebut tidak mengalami perbaikan dengan adanya penurunan NTP masing-masing sebesar 0,02 persen dan 0,94 persen. Kabar menggembirakan datang dari subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat dengan NTP sebesar 145,59 atau meningkat sebesar 3,38 persen dibulan Nopember 2021 dan ini merupakan nilai yang tertinggi dari semua subsektor pertanian lainnya. Peningkatan NTP di bulan Nopemeber 2021 juga terjadi disubsektor Peternakan dan Perikanan (tangkap dan budidaya) dengan nilai masing-masing 104,80 atau naik 0,99 persen dan 105,24 atau meningkat 0,32 persen dari bulan sebelumnya.
Dari kondisi di atas, jelas terlihat bahwa kontribusi tertinggi dari NTP Propinsi Kaltara disumbangkan oleh subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat dengan komoditas utamanya adalah tanaman kelapa sawit. Dengan luas areal tanaman kelapa sawit sebesar 37.154,3 hektar ditahun 2020 dan produksi mencapai 62.475,8 ton ditahun yang sama, ditambah komoditas kelapa, karet, kopi, kakao dan tebu dengan luas areal mencapai 8.135 hektar dapat mendongkrak NTP Propinsi Kaltara, selain itu harga Tandan Buah Segar (TBS) dan Crude Palm Oil (CPO) beberapa bulan terakhir juga terus membentuk tren positif sehingga memicu lajunya peningkatan indeks harga yang diterima petani Tanaman Perkebunan Rakyat. Hal ini juga terjadi pada subsektor Perikanan dan Peternakan, komoditas unggas dan perikanan tangkap memberikan sumbangan terbesar untuk nilai indeks harga yang diterima oleh nelayan/peternak.
Namun sebaliknya terjadi pada subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura, laju harga yang diterima petani tidak secepat harga yang dibayar oleh petani sehingga NTP berada di bawah 100 atau defisit. Penyebabnya adalah selain faktor rendahnya peningkatan Harga yang diterima petani Tanaman Pangan bahkan minus pada subsektor Hortikultura dibulan Nopember 2021, ternyata Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) dari kedua sektor tersebut memiliki persentase peningkatan tertinggi dibulan tersebut.
Melihat fenomena di atas, sudah sepantasnya lah sektor Pertanian terutama subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan dan kesejahteraan petani sudah berjalan dengan baik, salah satunya adalah penyaluran bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) melalui Kementerian Pertanian (Kementan). Alsintan akan berguna untuk mempercepat proses pengolahan tanah, masa tanam, dan masa panen sehingga akan memacu produktivitas dan menekan biaya produksi. Selain itu, Alsintan dan teknologi juga merupakan proses modernisasi pertanian di Indonesia.
Tantangan yang dihadapi sektor pertanian kedepan tentunya sangat kompleks, jumlah penduduk yang semakin meningkat, lahan pertanian semakin sempit, cuaca tidak menentu yang mengancam produksi pertanian, jumlah petani yang terus menurun dan keterbatasan anggaran untuk sektor pertanian akan menjadi PR besar bagi pemerintah.
Sektor pertanian diharapkan tidak terganggu dimasa pandemi, kebijakan dan intervesi pemerintah secara konsisten dari hulu sampai hilir sangat diperlukan untuk menjawab tantangan yang akan dihadapi ke depan, dari penyediaan bibit dan Alsintan yang tepat sampai kebijakan stabilitas stok dan harga produk pertanian. Selain itu, penyediaan barang dan jasa untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga dengan harga yang terjangkau dan upaya untuk mendorong minat generasi milenial disektor pertanian akan membuat sektor ini semakin kuat untuk mendukung program Pemerintah terkait ketersediaan pangan bagi bangsa Indonesia. (*)