SUATU hari di ruang tunggu VIP Bandara Juata Tarakan. Pesawat mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, baru landing. Sejumlah pengurus Golkar bergegas. Tigor Nainggolan salah satunya. Ia hadir mendampingi Ketua DPD II Partai Golkar Kota Tarakan H Udin Hianggio.
“Hai, Pak Udin,” sapa Akbar Tandjung. “Eh, kamu Tigor, apakabar?” “Baik, Bang. Selamat datang di Kota Tarakan,” sergah Tigor.
Saya menyaksikan momen itu. Dua kader Golkar sumringah bertemu idola mereka. Terutama Tigor. Ia seperti kedatangan “Opung” dari Medan. Ya, Tigor dan Akbar Tandjung keduanya berasal dari tanah yang sama Sumatera Utara.
Makanya saat Tigor melihat saya bawa kamera langsung manggil. “Pai, sini kau. Foto dulu aku sama opung ku ini,” kata Tigor dengan suara baritonnya.
Saya pun mendatangi mereka berdua. Jepret. “Jangan kau lupa cetak ya. Aku mau taruh di ruang tamu rumah ku,” katanya. Akbar Tandjung, bekas Mensesneg yang ada di sebelahnya pun tertawa ngakak.
Saya mengenal Tigor Nainggolan hanya sebatas politisi dari Partai Golkar. Padahal Ia seorang pengusaha mapan. Aktif juga di Pemuda Pancasila dan olahraga tinju. Tigor bukan politisi kaleng-kaleng. Buktinya Ia pernah duduk di DPRD Kota dan satu periode menjadi Ketua DPD II Partai Golkar.
Ia dikenal keras. Pendobrak. Dikalangan internal, Tigor dinilai politisi cerdik. Bisa memanfaatkan momentum. Langkahnya cukup taktis. Tapi yang penting, Ia loyal pada pimpinan.
Ini salah satu buktinya. Ada momen Tigor diminta menyelesaikan masalah oleh Ketua DPD II Golkar H Udin Hianggio. Saat itu H Udin sedang kampanye menjadi Walikota. Masalahnya sedikit sensitif. Harus diutus orang yang tepat untuk menyelesaikannya. Saya diajak diskusi. “Oh iya, Tigor aja.” Tiba-tiba H Udin mengingat nama itu.
“Pak Tigor ke rumah sekarang ya,” kata H Udin bicara di telepon genggamnya.
Tak berapa lama, Tigor tiba, di rumah jabatan Ketua DPRD, depan Taman Oval Ladang. “Pak Tigor sekarang ke Hotel Samkho (sekarang My City Hotel) temui mereka apa maunya,” jelas H Udin.
“Siap komandan!” Sergah Tigor sembari meluncur.
Setengah jam kemudian Tigor menelepon. “Lapor pak. Masalah selesai,” ujarnya dari balik telepon.
Setelah pertemuan itu saya bertemu Tigor. Ingin mendengar ceritanya langsung. “Pai, kalau kita kalah geretak, selesai. Sama mereka harus kita duluan yang geretak.” Saya pun tertawa mendengar ceritanya.
Nah, pagi tadi saya membaca brodcast WA. Isinya mengagetkan. “Turut berdukacita atas meninggalnya Bapak Tigor Nainggolan di RSUD Tarakan pada hari ini, Senin 23 Agustus 2021 pukul 04.45 Wita.
Yah, Bang Tigor meninggal. Saya langsung teringat permintaannya dulu di ruang VIP Bandara soal foto bersama Akbar Tandjung. Coba saya cetak. Pasti pagi ini semua yang melayat jasadnya, akan melihat foto itu di ruang tamunya.
Ada penyesalan. Kenapa saya tidak cetak foto itu. Masalahnya, setiap bertemu Bang Tigor selalu ditanya. “Mana foto ku Pai.” Pasti saya tertunduk tak bisa menjawab.
Begini saja. Sebagai gantinya, izinkan saya menggambarkan foto itu. Anggaplah ini penebus janji. Silahkan Anda berimanjinasi seolah melihat foto itu di ruang tamu Tigor Nainggolan.
Keduanya menggunakan jas warna kuning. Akbar Tandjung di kanan, Bang Tigor disebelah kiri. Keduanya selam komando. Menghadap kamera sambil tersenyum.
Itulah Tigor Nainggolan. Ia bangga bisa berfoto dengan idolanya Akbar Tandjung. Dan yang terpenting, Ia sangat mencintai Partai Golkar.
Selamat jalan Bang Tigor Nainggolan. Maafkan Saya tak sempat mencetak foto itu. (pai)
Editor: M. Yanudin