Fasilitas Mudik Dinilai Mumpuni, Mengapa Ada yang Memilih Tidak Mudik?

benuanta.co.id, TARAKAN – Meski berbagai fasilitas mudik seperti diskon tiket, penambahan armada, hingga program mudik gratis telah disiapkan pemerintah, tak sedikit masyarakat Kaltara yang memilih untuk tidak mudik tahun ini.

Alasan di balik keputusan tersebut beragam, mulai dari faktor ekonomi hingga situasi keluarga yang tidak memungkinkan.

Salah satu warga Karang Anyar, Rini Wahyuni, mengaku memilih tidak mudik ke kampung halamannya di Parepare, Sulawesi Selatan, karena biaya hidup di perantauan yang semakin tinggi.

“Kalau ditotal, ongkos mudik pulang-pergi bisa habis jutaan. Lebih baik uangnya dipakai untuk kebutuhan anak-anak di sini,” ujarnya kepada benuanta.co.id, Senin (7/4/2025).

Rini juga berujar, meskipun program-program mudik tahun ini lebih banyak dan terjangkau, keputusan untuk tidak mudik bukan hanya soal biaya. Ia menambahkan meskipun ada program mudik gratis, namun rute yang tersedia tidak sesuai dengan tujuan asalnya.

“Mudik itu bukan sekadar ikut tren. Harus dilihat juga situasi dan kondisi kita masing-masing,” tuturnya.

Hal senada disampaikan Mulyadi, warga Kelurahan Selumit Kota Tarakan. Ia menyebut kondisi orang tuanya yang sedang sakit menjadi pertimbangannya untuk tetap tinggal di Tarakan. Ia menilai, mudik di tengah situasi keluarga yang tidak mendukung justru menambah beban pikiran.

Baca Juga :  Pemprov Kaltara Upayakan Tanjung Selor jadi Wajah Pendidikan Unggul Kaltara

“Bapak saya sakit dan tidak bisa ditinggal lama. Jadi tahun ini saya dan keluarga putuskan untuk tidak mudik dulu,” ucapnya.

Selain itu, menanggapi berbagai program mudik yang ada, Mulyadi menyoroti kurangnya informasi yang sampai ke masyarakat mengenai teknis program mudik gratis.

“Jujur saya baru tahu ada mudik gratis setelah viral di media sosial. Sosialisasinya kurang,” ungkapnya.

Sementara itu, Lia Apriani, seorang pegawai swasta, mengungkapkan aturan cuti dan target pekerjaan membuatnya tak bisa mengambil libur panjang.

“Saya cuma dikasih libur tiga hari. Kalau dipaksakan mudik, waktunya terlalu mepet dan bikin capek sendiri,” jelasnya.

Lia mengaku lebih memilih berkumpul bersama teman-teman di Tarakan dan merayakan Lebaran dengan cara yang sederhana. Meskipun tidak mudik, Ia tetap semangat Lebaran dengan dirayakan bersama orang-orang terdekat.

“Yang penting kebersamaannya, bukan jarak tempuhnya,” katanya.

Fenomena tidak mudik meskipun fasilitas tersedia ini menunjukkan, keputusan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi pribadi masing-masing. Meski program pemerintah sudah baik, efektivitasnya tetap perlu ditinjau dari segi distribusi, rute, hingga sosialisasi yang menyeluruh.

Fenomena ini menjadi perhatian pemerhati transportasi, Dr. Ir. Muhammad Djaya Bakri, S.T., M.T., yang turut memberikan pandangannya terhadap situasi tersebut. Ia mengungkapkan, secara umum moda transportasi darat, laut, dan udara di Kaltara telah mengalami peningkatan dari segi keamanan dan pelayanan.

Baca Juga :  Ekspor Hasil Tambang Kaltara Menurun 28,29 Persen

“Kalau kita lihat dari infrastruktur dan kebijakan yang diterapkan tahun ini, pelayanan dan keamanan sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengawasan terhadap operator transportasi pun makin ketat, terutama menjelang puncak arus mudik. Di sektor transportasi laut, penambahan armada serta jadwal pelayaran menjadi solusi yang cukup efektif dalam mengurangi penumpukan penumpang.

“Pelabuhan-pelabuhan besar seperti Tengkayu sudah mulai menerapkan sistem yang lebih tertib, dan ada penambahan jadwal kapal yang cukup signifikan,” tuturnya.

Hal ini, menurutnya, menjadi bukti penyedia jasa dan otoritas pelabuhan siap menghadapi lonjakan penumpang. Sementara itu, untuk jalur udara, pihak maskapai turut memberikan kontribusi dengan memberikan diskon harga tiket menjelang musim mudik. Namun, meskipun ada potongan harga, minat masyarakat untuk bepergian melalui jalur udara tetap belum terlalu tinggi.

“Ada kecenderungan masyarakat masih memilih moda transportasi darat atau laut karena pertimbangan biaya secara keseluruhan,” katanya.

Tak hanya diskon pesawat, program mudik gratis yang disediakan oleh pemerintah pun sempat diharapkan mampu mendongkrak jumlah pemudik. Namun sayangnya, program ini belum sepenuhnya dimanfaatkan masyarakat.

Baca Juga :  BPJN Kaltara Anggarkan Rp 50 Miliar untuk Pembangunan 2 Jembatan di Perbatasan

“Saya melihat program ini masih perlu sosialisasi lebih masif, karena banyak warga yang belum tahu detailnya atau ragu dengan mekanismenya,” jelasnya.

Ia juga menyoroti tren penurunan jumlah pemudik bisa jadi disebabkan oleh perubahan pola perilaku masyarakat pasca-pandemi. Menurutnya, ini adalah tren baru yang perlu dipahami oleh para pembuat kebijakan agar program ke depan lebih tepat sasaran.

“Setelah pandemi, orang cenderung lebih selektif bepergian. Ada yang memilih tidak mudik karena pertimbangan ekonomi atau pekerjaan,” ujarnya.

Meski demikian, Dr. Djaya mengapresiasi langkah-langkah antisipatif yang dilakukan berbagai pihak dalam menghadapi arus mudik. Ia berharap program-program seperti mudik gratis tidak hanya menjadi agenda tahunan, tapi juga dievaluasi efektivitasnya dari tahun ke tahun.

“Programnya sudah bagus, tinggal bagaimana pelaksanaannya benar-benar bisa menjangkau masyarakat yang membutuhkan,” tegasnya.

Terakhir, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah kota, operator transportasi, dan media dalam menyampaikan informasi terkait mudik.

“Jangan sampai program sudah jalan, tapi masyarakat tidak tahu. Di sinilah pentingnya komunikasi publik yang kuat,” tandasnya. (*)

Reporter: Eko Saputra

Editor: Endah Agustina

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *