Dalam konferensi pers pada Selasa (15/10), Dujarric mengatakan bahwa dari 54 konvoi kemanusiaan yang difasilitasi Israel di Gaza Utara tersebut, “85 persen ditolak masuk, sementara sisanya dihalang-halangi atau dibatalkan karena persoalan keamanan atau logistik”.
Blokade tersebut memperparah bencana kelaparan di Gaza utara karena “ketiadaan pangan yang dapat dipasok masuk ke sana”, sehingga meningkatkan jumlah pengungsi yang menyelamatkan diri ke Kota Gaza.
Ketiadaan bantuan kemanusiaan akibat halangan dari Israel tersebut pun “sangat mengancam akses masyarakat terhadap sarana bertahan hidup,” ucap Dujarric.
Sementara itu, di seantero Gaza, kurang dari sepertiga dari 285 konvoi kemanusiaan yang dikoordinasikan bersama otoritas Israel dalam dua pekan terakhir benar-benar dijalankan, kata Dujarric mengutip data Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) PBB.
“Hampir setengahnya ditolak masuk, 17 persen dihalangi masuk, dan sisanya dibatalkan,” kata dia.
Sudah hampir 42.400 warga Gaza, yang sebagian besar wanita dan anak-anak, wafat dan hampir seratusan ribu lainnya terluka akibat agresi Israel yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023 dan kini berpotensi memicu konflik kawasan.
Serangan tersebut juga telah menyebabkan hampir seluruh penduduk Gaza menghadapi kelangkaan pangan, air bersih, dan obat-obatan yang akut akibat blokade Israel.
Meski terus ditekan untuk menghentikan serangan melalui resolusi Dewan Keamanan PBB maupun dalam persidangan Mahkamah Internasional (ICJ) atas kejahatan genosida, Israel terus melanjutkan agresi di Jalur Gaza.
Sumber: Anadolu / Antara