benuanta.co.id, TARAKAN – Perkiraan menurunnya intensitas hujan di Tarakan hingga beberapa tahun ke depan, dipandang berbagai pihak agar segera dilakukan langkah antisipatif. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tarakan sebelumnya telah memberikan proyeksi cuaca intensitas hujan hingga tahun 2040.
Intensitas hujan yang cenderung berkurang, sudah pasti berdampak pada ketersediaan air baku masyarakat terutama PDAM Tirta Alam Tarakan yang membutuhkannya untuk memenuhi embung.
Apabila intensitas hujan terus menurun, maka sangat diperlukan langkah alternatif. BMKG Tarakan sempat menyebutkan bahwa sebenarnya ada alternatif modifikasi cuaca, namun untuk melakukan upaya tersebut diperlukan pertimbangan serta kesiapan yang matang.
Kepala BMKG Kota Tarakan, M Sulam Khilmi menyebutkan beberapa alternatif yakni modifikasi cuaca atau yakni penaburan bibit-bibit awan. Namun menurutnya hal tersebut sangat sulit untuk dilaksanakan, karena bergantung pada kemampuan anggaran dan peralatan.
Modifikasi cuaca kata dia, membutuhkan pesawat, bibit-bibit awan yang cukup banyak dan relatif mahal.
“Itu bisa dilakukan BMKG dan TNI, ketika ada hal-hal yang harus ditangani secara cepat. Tapi untuk di Tarakan tidak sebanding ya, karena mahal biayanya. Salah satunya penaburan garam untuk mengikat anasir awan menjadi besar,” terangnya pada Kamis (1/9/2022).
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Tarakan H. Muhammad Yusuf Middu memandang menurunnya intensitas hujan di Tarakan ini harus disikapi serius.
Politisi Partai NasDem ini menyadari cuaca selama bulan Agustus ini diketahui berhari-hari tidak turun hujan. Hal itu berdampak pada sumber air embung yang dikelola oleh PDAM Tarakan. Menurunnya hujan sangat mempengaruhi ketersediaan air pada embung.
Yusuf pun menyoroti embung-embung tersebut telah terjadi pendangkalan, sehingga harus segera diatasi. Lantaran tak ada sumber lain PDAM selain dari pada embung, ia mengingatkan saatnya PDAM untuk berfikir agar embun itu dilakukan pengerukkan.
Hal ini akan menjadi perhatiannya dengan mengundang Pemkot Tarakan dan PDAM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Tarakan.
“Supaya tidak menjadi pendangkalan yang akan berdampak pada ketika sudah dikeruk, penambahan debit air di embung. Itu saja salah satu jalannya, kita melihat kondisi geografis Tarakan itu tidak ada sungai. Ada salah satu upaya untuk menghubungkan sumber air di Muara Sungai Sekatak, tetapi memakan biaya yang tidak sedikit. Setelah dianalisa, biayanya lebih dari Rp 1 Triliyun. APBD Tarakan tidak mampu untuk itu,” urai Ketua Komisi II DPRD Tarakan H. Muhammad Yusuf Middu.
Komisi II DPRD Tarakan memberikan atensi terhadap Kota Tarakan yang tidak punya musim karena berada di garis Katulistiwa. Legislator ini menyarankan perlunya peningkatan koordinasi Pemkot Tarakan dengan pemerintah pusat khususnya kementerian terkait.
“Kita berada di wilayah perbatasan, sementara ketika sumber air yang kita dapatkan menang tidak ada, karena kita tidak punya sungai. Tetapi sejauh mana keberadaan Pemerintah Kota Tarakan untuk membangun komunikasi ke Kementerian PUPR yang tentunya berupaya membuka jalur ke Muara Sungai Sekatak. Anggarannya memang cukup besar,” tutupnya. (*)
Reporter: Kristianto Triwibowo
Editor: Matthew Gregori Nusa