benuanta.co.id, NUNUKAN– Di era teknologi yang semakin pesat, minat baca buku semakin mengalami kemunduran. Mengatasi hal tersebut, perlu adanya inovasi untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Kepala Bidang Perpustakaan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Nunukan, Sadariah mengatakan untuk mengikuti era digital, pihaknya menyediakan buku digital yakni iNunukan yang diluncurkan pada tahun 2021 lalu dan bisa didapatkan melalui play store smartphone.
“Fasilitas buku yang ada di perpustakaan yakni sekitar 4.000 buku cetak dan ada sekitar 1.334 buku digital,” kata Sadariah kepada benuanta.co.id, Jumat (20/5/2022)
Dinas Perpustakaan juga menyediakan fasilitas 2 unit mobil pelayanan keliling. Satu unit ke Nunukan Selatan, satunya di Nunukan Kota yang digunakan untuk keliling ke sekolah baik SD, SMP dan SMA.
“Sejak pandemi tahun 2022 sampai sekarang ini kita tidak beroperasi lagi karena jam sekolah yang belum normal, untuk pelayanan di sini masih sesuai jam kantor, kami belum buka pelayanan di luar jam kantor,” ungkapnya.
“Kalau untuk jumlah pengunjung pasca pandemi sudah mulai keliatan normal. Per bulan ada sekitar 50 pengunjung, seperti hari ini ada kunjungan wisata baca dari TK RA Fatimah. Tahun ini sudah ada sekitar 5 TK yang berkunjung” tambahnya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Perpustakaan Nunukan Firnanda menyebut sebuah tantangan menumbuhkan minat baca di era disrupsi digital seperti yang dihadapi saat ini.
“Kita masih menyesuaikan situasi pasca pandemi, kita harap ke depannya perpustakaan bisa kembali ramai dengan menyesuaikan kebutuhan dan minat baca masyarakat Nunukan,” kata Firnanda.
Memberantas buta matematika dan buta aksara agar anak-anak di perbatasan tidak ada yang tertinggal di bidang pendidikan. Penanggung jawab Komunitas Wahana Pendidikan Perbatasan wilayah Nunukan, Fian menyampaikan terus melakukan berbagai program sejak tahun 2019 hingga sekarang.
“Fokus kita kepada anak yang putus sekolah maupun anak-anak yang masih sekolah tapi ikut orang tuanya ikut mengikat rumput laut. Jadi kita datangi pos mereka meminta waktu sekitar satu jam untuk membantu mengerjakan tugas dan mengajarkan membaca,” imbuh Fian
Menurutnya, anak-anak yang putus sekolah bukan karena kemauan mereka sendiri, melainkan karena faktor ekonomi.
“Banyak anak-anak imigran yang tidak bisa sekolah karena tidak ada akta kelahiran jadi kita akan mengandeng Disdukcapil untuk mencari solusi kepada anak-anak tersebut,” tutup Fian. (*)
Reporter : Novita A.K
Editor : Yogi Wibawa