Oleh : Tri Mahardika Dewi, M.Psi., Psikolog
(Founder dan Psikolog Klinis Layanan Psikologi Balanceway.id)
SEBENARNYA SAYA HARUS BAGAIMANA SIH?
SEIRING dengan menyebarnya Coronavirus (COVID-19) ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia, tentu merupakan hal yang sangat wajar memancing perhatian, ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan. Hal ini merupakan suatu hal yang harus dimaklumi. Mengapa? Karena COVID-19 merupakan suatu objek ancaman yang nyata dan perlu diwaspadai. Sehingga wajar saja apabila setiap individu merasakan ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan dengan kadar yang tentunya berbeda – beda.
Akan tetapi, yang perlu lebih kita perhatikan adalah bukan bagaimana menghindari kecemasannya atau mengabaikan rasa cemas itu sendiri. Lebih penting bagi kita untuk fokus pada bagaimana upaya mengatasi rasa cemas tersebut dalam kaitannya menghadapi COVID-19 yang tengah menjadi pandemic dunia. Penting bagi kita untuk menyikapi kondisi ini dengan positif, dengan membangun pemikiran dan perilaku yang konstruktif dalam upaya menjaga kesehatan fisik dan mental di tengah wabah yang menyerang Indonesia.
Dalam situasi disrupsi, di mana perubahan tidak hanya terjadi pada upaya melindungi diri dari virus akan tetapi juga mempengaruhi berbagai aktifitas sosial kita. Mulai dari harus menjaga jarak sosial, cara kerja yang berubah, karantina mandiri di rumah dan lain sebagainya, tentu wajar saja kita sebagai manusia membutuhkan waktu untuk dapat berdaptasi. Dalam prosesnya tentu juga wajar kita mengalami stress dan kecemasan, karena suatu hal yang berubah dengan cepat dan tidak memiliki kepastian merupakan hal yang secara alamiah memang mengakibatkan manusia mengalami kekhawatiran.
Hanya saja, di saat bersamaan banyak beredar berita – berita yang belum selalu tepat kebenarannya di beragam platform media. Hal ini yang perlu kita waspadai karena sangat mungkin mengakibatkan kecemasan berlebih yang dapat menghambat kita untuk dapat membangun sikap positif dan konstruktif dalam mengatasi permasalahan yang sebenarnya, atau justru malah mengakibatkan kita lalai dan kurang waspada dalam menghadapi situasi pandemi saat ini.
Bagaimana cara menyikapinya dengan positif dan konstruktif tadi? Dalam situasi yang melibatkan banyak permasalahan dan perubahan seperti ini, kita memerlukan kesiapan dalam mengatasi masalah secara terstruktur. Hindari untuk menghadapi dan berupaya memikirkan ragam masalah yang berbeda dalam satu waktu. Upayakan untuk dapat memilah masalah mana yang penting untuk kita cari solusinya dan masalah mana yang sebenarnya hanya akan menghabiskan energi kita untuk berpikir dan hanya berakhir pada kecemasan yang tidak berarti.
Salah satunya adalah hindari pemikiran “whati if” atau “bagaimana jika”. Pemikiran dengan pola seperti ini biasanya bersifat berandai – andai dan hanya menimbulkan kecemasan berlebih yang tidak perlu. Misal, “bagaimana jika anak saya kena” atau “bagaimana jika saya kena”, “bagaimana jika virus ini tidak berhenti menyebar” dan lain sebagainya. Hal ini jelas bukan merupakan suatu masalah yang nyata terjadi saat ini dan dengan memikirkannya tanpa henti hanya akan mengakumulasi rasa takut yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
Lebih baik kita membagi energi kita untuk mencari informasi dari sumber berita terpercaya dengan frekuensi moderat untuk menambah wawasan dalam melindungi diri dan keluarga. Seperti, “baik saya harus rajin mengingatkan diri dan anggota keluarga untuk rajin mencuci tangan” atau “saya menghindari acara berkumpul untuk dapat melindungi diri dan keluarga”. Tentu kedua hasil pikir dari pola pemikiran di atas akan memberikan dampak konstruktif yang berbeda.
Menurut saya, sikap seimbang dalam menghadapi pandemic COVID-19 sangat penting. Di satu sisi kita tidak bisa mengabaikan “stimulan” COVID-19 nya. Kita perlu memperkaya diri kita dengan ragam sumber informasi terpercaya, karena wawasan dan informasi merupakan dasar kita untuk dapat menghasilkan “problem solving” yang tepat. Akan tetapi, di sisi lain kita juga harus bijak dalam mencari wawasan dan informasi tersebut dengan filterisasi yang tepat. Salah satunya dengan memastikan sumber berita yang terpercaya dalam frekuensi yang moderat. Melatih rasa penasaran misalnya, dapat membantu kita terhindar dari berita – berita hoax yang marak di ragam media sosial misal “group wa”. Rasa penasaran akan membantu kita untuk memastikan ulang dari sumber lain yang lebih terpercaya agar tidak mudah terbawa rasa panik.