benuanta.co.id, TARAKAN – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Tarakan melarang keras masyarakat untuk tidak membeli dan memfasilitasi pedagang asongan anak.
Hal ini kembali ditegaskan Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan melalui DP3AP2KB karena masih banyak anak-anak di bawah umur yang berjualan di lampu merah dan rumah-rumah makan.
Meskipun sudah berkali-kali terjaring razia para pedagang asongan anak tersebut tidak kapok untuk kembali berjualan. Oleh karena itu, pihak DP3AP2KB mengedukasi konsumen atau masyarakat agar tidak sekali-kali membeli apalagi memberikan fasilitas khususnya di rumah-rumah makan.
“Kan kemarin kita bolak-balik (razia), anak-anak ini ditangkap mulai tahun 2021 nah sampai sekarang pelakunya masih itu-itu aja. Sudah buat surat pernyataan berkali-kali kan tetap juga mereka mengulang berarti memang harus ke konsumennya kita berikan edukasi disitu kan edarannya bunyinya masyarakat dilarang membeli, tidak boleh memfasilitasi anak untuk berjualan, ini untuk rumah makan, cafe,” jelas Kabid Pemberdayaan DP3AP2KB Tarakan, Rinny Faulina beberapa waktu lalu.
“Perlu memang razia. Kita menempelkan larangan di rumah makan tapi tidak semua orang disiplin dengan itu. Besoknya sudah dicabut, kadang tidak tega,” tambahnya.
Dikatakan Rinny, saat ini pihaknya juga sedang bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) untuk memberikan peringatan kepada masyarakat di lampu merah melalui voice atau suara.
“Kita juga sedang bekerja smaa dengan Diskominfo di lampu merah setiap kali lampu merah nyala langsung bunyi peringatan voice jangan membeli ya, ade pulang ya. Cuman lampu merah kita cuma dua titik yang ada voicenya. Itu usaha-usaha kita,” ungkapnya.
Ia menjelaskan untuk menangani kasus ini memang diperlukan sinergitas semua pihak. Menurutnya, jika ada anak-anak yang meminta-minta atau berjualan di lampu merah bahkan rumah makan maka ada pengabaian dari orang tua.
Lanjutnya, pedagang asongan anak terjadi dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi. Saat akan dibantu ternyata identitas orang tua anak bukan domisili Tarakan sehingga pihak DP3AP2KB akan membantu proses pemindahan KTP yang bersangkutan tidak mau.
“Identitas bukan domisili warga Tarakan padahal sudah lama tinggal di Tarakan. Kita bantu proses ke Capil untuk bantu identitasnya ternyata mereka tidak mau memindahkan KTP-nya kesini karena KTP-nya digunakan keluarganya untuk menerima bantuan di daerah asal. Kalau mereka pindah kesini otomatis keluarnya tidak bisa menerima bantuan lagi,” pungkasnya. (*)
Reporter: Sunny Celine
Editor: Nicky Saputra