benuanta.co.id, BERAU – Mewakili Bupati Berau Sri Juniarsih Mas, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Berau Tentram Rahayu menjadi salah satu pembicara pada ajang World Water Forum (WWF) ke-10 yang berlangsung di Bali.
Diskusi panel bertajuk Restorasi dan Perlindungan Ekologis Mangrove Berbasis Masyarakat itu merupakan gagasan dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Pemerintah Kabupaten Berau dan para mitra.
Tentram Rahayu menekankan bahwa restorasi mangrove bermanfaat tidak hanya untuk pelestarian lingkungan termasuk sumber air, tetapi juga penghidupan masyarakat.
“Manfaat restorasi mangrove sudah dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Berau, yang memiliki ekosistem mangrove terbesar di Kalimantan Timur dengan luasan lebih dari 55.000 hektare,” ucapnya Kamis (23/5/2024).
Mantan Kepala Dinas Perikanan Berau itu menjelaskan kini ekosistem mangrove di Berau terus mengalami tekanan.
“Akibat alih fungsi menjadi budidaya perikanan dan pemukiman,” sebutnya.
Padahal mangrove merupakan ekosistem vital untuk menjaga abrasi dan erosi, tempat hidup berbagai biodiversitas, dan juga sebagai filter air alami.
“Mangrove menyaring polutan sehingga meningkatkan kualitas air yang mengalir dari sungai ke muara dan lingkungan laut,” kata Tentram Rahayu kepada benuanta.co.id.
Sebagai informasi Pemkab Berau sampai sekarang sedang melakukan berbagai upaya untuk melindungi wilayah mangrove.
“Antara lain melalui Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2020 tentang Pengelolaan ekosistem mangrove di APL yang kemudian, dengan dukungan berbagai pihak termasuk YKAN,” tuturnya.
Hal ini juga ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Bupati Berau Nomor 484 tahun 2022 tentang Penunjukan Tim Pengelola Mangrove Kampung Teluk Semanting Sebagai Pengelola Ekowisata Mangrove Berkelanjutan Berbasis Masyarakat.
“Pengelolaan Ekowisata ini memacu semangat warga untuk terus melestarikan mangrove. Masyarakat juga banyak terlibat dan mendatangkan tambahan penghasilkan bagi masyarakat, termasuk kelompok ibu-ibu,” jelasnya.
Sehingga aksi kolaboratif adalah kunci keberhasilan pelestarian mangrove YKAN merancang dan mendorong Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA).
“Itu sebuah platform multipihak untuk mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Senada Direktur Strategi dan Pembangunan Berkelanjutan Djarum Foundation, Jemmy Chayadi salah satu anggota MERA yang ikut dalam diskusi panel.
Ia menyampaikan pelestarian mangrove ini memang sejalan dengan fokus pihak swasta untuk dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan terutama bagi masyarakat.
“Di Berau pelibatan perani tambak udang sebelumnya lahan mangrove banyak dikonversi menjadi tambak udang tradisional,” jelasnya.
Sementara itu, Manajer Senior Ketahanan Pesisir YKAN Mariski Nirwan menambahkan panen yang rendah mendorong petambak membuka lahan lebih luas.
Meski sejak tahun 2020 YKAN bersama mitra menginisiasi program Shrimp-Carbon Aquaculture atau SECURE untuk menggabungkan budidaya tambak udang tradisional dengan restorasi mangrove yang berkelanjutan.
“Dengan SECURE, tambak yang ada dibagi menjadi 2 bagian dimana persen area dijadikan sebagai area restorasi mangrove dan 20 persen sisanya sebagai area budidaya,” imbuhnya.
Terutama dengan pendekatan secure ini salah satu sikap win-win solution agar mangrove tetap lestari tanpa mengganggu mata pencarian petambak.
“Bahkan dengan adanya mangrove, dapat mendukung praktek budidaya sebagai pakan alami ikan, menyaring air, hingga mengurangi emisi karbon,” pungkasnya. (*)
Reporter: Georgie
Editor: Nicky Saputra