benuanta.co.id, TARAKAN – Jaringan Entertainer dan Ledis Kalimantan Utara (Jelita) meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan untuk membentuk Perda yang melindungi pekerja tempat hiburan malam.
Pernyataan tersebut timbul pasca kematian mengenaskan yang menimpa Nabila Putri yang terjadi di kamar kosnya di Kelurahan Kampung Satu, Kecamatan Tarakan Tengah pada Agustus lalu.
Ketua Jelita, Joko Supriyadi menjelaskan, terbentuknya Jelita bertujuan melindungi pekerja hiburan malam seperti pemandu lagu, bartender, satpam dan pekerja tempat hiburan malam.
‘’Ledis yang dimaksud adalah pekerja tempat hiburan malam ya, bukan pekerja seks komersial (PSK),’’ ucapnya saat dihubungi melalui via telpon, Senin (4/9).
Joko mengatakan jika petugas kepolisian wajib mencari tau tujuan korban Nabila ke Kalimantan Utara (Kaltara) khususnya Kota Tarakan melalui siapa dan tujuannya ke mana. Diketahui, jika Nabila sempat bekerja di Laguna. Setidaknya tempat tersebut memiliki informasi terkait kedudukan dan asal-usulnya.
Lanjutnya, terkait status Nabila di Laguna, apakah ia masih bekerja atau tidak, tentu pihak hiburan malam tersebut harus bertanggung jawab.
Sekalipun Nabila sudah tidak bekerja lagi, Laguna perlu memberikan penjelasan terkait hak-hak yang sudah Nabila dapatkan.
‘’Atas kejadian ini, Dinas Sosial pun seharusnya peduli dan memberikan tanggapan,’’ tuturnya.
Joko mengungkapkan, atas kejadian ini, pemerintah seharusnya memikirkan bagaimana mengendalikan THM dan para pekerjanya mendapatkan kesejahteraan.
Hal tersebut berkaca pada kasus kematian Nabila yang diduga membuka praktek prostitusi online atau lebih dikenal juga open booking order (Open BO).
Joko menilai, jika hingga kini belum ada Peraturan Daerah (Perda) maupun keputusan gubernur yang mengakomodir permasalahan yang ditimbulkan dari bisnis THM.
Pemerintah seakan melakukan pembiaran menjamurnya tempat hiburan malam dengan memberikan izin namun tidak mencoba untuk mengelola atau mengatur lebih serius.
‘’Kejadian serupa akan terus terjadi jika pemerintah tidak serius menangani persoalan tersebut,’’ sahutnya.
Pekerja tempat hiburan malam kerap mengadu kepada Jelita terkait tindakan kasar yang dilakukan oknum Warga Negara Asing (WNA) pekerja Proyek Kawasan Industrial Park Indonesia (KIPI). Tentu pihak pengelola THM tidak dapat menindaklanjuti kejadian tersebut.
‘’Ada laporan jika pekerja KIPI kerap masuk THM di wilayah Kampung Satu dan melakukan tindakan kasar terhadap ledis,’’ terangnya.
Joko mempertanyakan soal tindakan pemerintah terkait perlakuan kasar yang dilakukan WNA tersebut. Ia menegaskan, jika pemerintah peduli tentunya akan membuat peraturan yang mengatur khusus para pekerja tempat hiburan malam.
‘’Ada banyak ledis yang dipaksa untuk menenggak minuman keras, artinya kita sudah tau jika kaum pekerja malam sering diperlakukan dengan tidak layak,’’ kesalnya.
Joko menuturkan, mustahil untuk menutup tempat hiburan malam di Kota Tatakan, namun upaya yang biasa dilakukan yaitu mengendalikan THM tersebut dengan cara melokalisir satu tempat khusus, sehingga jika ada tempat hiburan malam yang liar dapat di tutup oleh pemerintah melalui peraturan yang ada.(*)
Reporter: Okta Balang
Editor: Ramli