TANJUNG SELOR – Berbagai cara memperingati HUT RI ke-78. Salah satunya melakukan refleksi kemerdekaan dengan menanamkan nilai perjuangan kemerdekaan.
Politisi PPP Kaltara sekaligus Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Kaltara, Undunsyah menyebutkan perjuangan pahlawan bangsa patut dihargai, sebagai perjuangan yang sangat berarti untuk bangsa.
“Perjuangan kemerdekaan NKRI berbeda dengan negara di Asia Tenggara lainnya, ada yang sifatnya pemberian atau kompensasi. Tapi NKRI merdeka dengan banjir darah, di mana seluruh pejuang dari Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan maupun Ambon, melakukan perlawan untuk merebut kemerdekaan bangsa indonesia,” ungkap Undunsyah.
Sebagai salah satu Toko NU yang masih berperan aktif di Kaltara, pada momen perjuangan tak sedikit para tokoh agama ikut berperan langsung meraih kemerdekaan.
“Tidak sedikit pahlawan bangsa kita menjadi korban melawan penjajahan sejak Belanda, sampai dengan Jepang. Baik itu masyarakat biasa, para tokoh bangsa, para kiyai, para habib dan para jendral sampai tamtama TNI saat itu. Dalam kesempatan ini, saya mereflesi kembali ingatan kita terhadap terwujudnya kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang sekarang telah berusia 78 tahun,” ujarnya.
Undunsyah mengatakan, kaum nahdiyin diperintahkan oleh Kh. Hasyim Asy’ri merupakan pahlawan revolusi jihad pada 21 Oktober 1945 melawan bangsa penjajah. Di mana para suhada dan mujahidin telah gugur, maka yang merasakan kenikmatan dari hasil perjuangan itu adalah para suhada dan mujahidin dan perempuan-perempuan hebat bangsa ini.
“Di samping perjuangan terhadap terbentuknya NKRI kita juga jangan lupa pembentukan provinsi Kalimantan Utara. Kalau memerdekaan Indonesia banjir darah. Kalau pembentukan Kalimantan Utara banjir keringat dan air mata, karena pejuang Kalimantan Utara tidak semuanya merasakan kenikmatan yang kita rasakan,” ulasnya.
Undun melanjutkan, tak sedikit yang telah dipanggil pulang kerahmatullah, Provinsi ini terbentuk dari hasil tangan-tangan dingin tokoh masyarakat Kalimantan umUtara. Jika bukan karena mereka, semua masyarakat Kaltara tidak akan pernah merasakan kehadiran Polda di Bulungan dan SPN di Malinau serta banyak lagi yang lainnya.
“Ini saya sampaikan agar generasi kita ke depan harus paham dan mengerti. Kaltara ini terbentuk bukan pemberian tetapi atas perjuangan bapak dan ibu masyarakat Kalimantan Utara. Bayangkan sejak tahun 1999 sampai 2012 atau sekitar 13 tahun perjuangan yang dilakukan,” ucap mantan Bupati KTT itu.
Menurutnya, generasi muda yang disebut generasi Z maupun generasi millineal tidak lagi banjir darah, atau banjir keringat. Namun saat ini yang diperlukan bagi generasi z maupun generasi selanjutnya adalah membanjiri diri dengan ilmu pengetahuan, keterampilan dan keagamaan, sehingga mampu bersaing dengan bangsa lain.
“Kalian (Generasi muda, red) harus menyiapkan diri dalam situasi dan kondisi apapun. Dengan ada KIPI, kita jangan hanya jadi penonton atau tidak bisa membaca perubahan zaman, itu sangat disayangkan. Ini saya sampaikan sebagai renungan bagi kita semuanya,” harapnya. (*)
Editor: Nicky Saputra