Kaltara Peringkat ke Dua Tertinggi soal Kekerasan Terhadap Perempuan se-Kalimantan

benuanta.co.id, Tarakan – Kalimantan Utara (Kaltara) menempati posisi kedua tindak kekerasan terhadap perempuan di wilayah Kalimantan. Hal itu berdasarkan waktu input Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 1 Januari 2023 hingga 5 Juni 2023.

Tingginya kasus kekerasan terhdap perempuan itu juga menempatkan Kaltara di lima besar secara nasional. Merujuk data pada website SIMFONI PPA, Kaltara berada di posisi tertinggi ketiga setelah Kaltim di posisi kedua dan Kepulauan Riau di posisi pertama. Secara spesifikasi tingkat kekerasan perempuan, Kaltara ada di nomor urut keempat untuk seluruh wilayah Indonesia.

Kota Tarakan, sebagai salah satu wilayah terpadat di Kaltara menjadi salah satu wilayah yang dinilai memiliki tingkat kekerasan terhadap perempuan. Mengenai hal itu dari kalangan perempuan mengusulkan dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan kekerasan terhadap perempuan seperti yang digalakan di wilayah Kalimantan lainnya. Dijelaskan Wali Kota Tarakan, dr. Khairul, M.Kes tindakan kekerasan merupakan tindak pidana dan upaya untuk menekan tingginya angka ini yaitu dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat.

Baca Juga :  Kaleidoskop 2024: Angka Bencana di Tarakan Meningkat

Baca Juga : 

Cinta-cintaan Boleh KDP Jangan

“Mungkin banyak yang tidak tahu mengenai ancaman hukuman dan sebagainya, kalau kekerasan terhadap perempuan ini kan lebih banyak di dalam Kekersan dalam Rumah Tangga (KDRT),” kata Khairul Kamis (1/6/2023).

Disinggung mengenai Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) atau pun dalam lingkup pertemanan, Khairul menegaskan hal tersebut merupakan tindak pidana umum yang di mana korbannya tidak hanya perempuan.

Baca Juga :  Pemkot Raih Kategori A Penilaian Kepatuhan Pelayanan Publik dari Ombudsman

“Saya kira bukan hanya terhadap perempua saja, itu pidananya delik aduan. Kalau untuk kekerasan terhadap anak bukan delik aduan,” jelasnya.

Lanjutnya, sudah ada aturan yang mengatur mengenai kekerasan terhadap perempuan jadi tidak memerlukan Peraturan Daerah (Perda). Menurut Khairul hal tersebut dikarenakan sanksi yang ada di Perda lebih ringan dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca Juga :  UMSK Kota Tarakan Masih Belum Capai Kesepakatan

“Kalau sudah diatur di KUHP tidak perlu di atur di Perda, apalagi pidana umum itu nggak bisa diatur di Perda. Di Perda itu hanya tindak pidana ringan (Tipiring), sanksi Perda hukuman badan tidak boleh lebih dari tiga bulan kalau diganti dengan uang maksimal Rp50 juta tidak boleh lebih,” tutupnya. (*)

Reporter: Sunny Celine

Editor: Nicky Saputra

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *