benuanta.co.id, BULUNGAN – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) melalui Dinas Kehutanan Kaltara bersama dengan Global Green Growth Institute (GGGI) berkolaborasi mengadakan pelatihan pengembangan kapasitas berupa membangun bisnis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang menguntungkan.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kaltara, Syarifuddin melalui Kepala Bidang Penyuluhan Pemberdayaan Masyakarat dan Hutan Adat Dishut Kaltara, Ir Bastiang mengatakan pelatihan itu digelar di Kota Tarakan sejak tanggal 25 hingga 28 Januari 2022.
Pelatihan pengembangan teknis ini dihadiri oleh 44 peserta yang berasal dari kelompok tani daerah, kepala desa, dan penyuluh dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Dishut Provinsi Kaltara.
“Pelatihan ini diselenggarakan untuk meningkatkan pemahaman dan membangun semangat penguatan langkah-langkah produktif bisnis HHBK, serta memperkuat jiwa kewirausahaan masyarakat atau kelompok tani hutan,” ucap Bastiang kepada benuanta.co.id, Jumat 28 Januari 2022.
Dia mengatakan salah satu pengelolaan produksi dalam kawasan hutan yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menahan laju deforestasi adalah pemanfaatan hutan untuk HHBK.
“HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budi daya yang berasal dari hutan, kecuali kayu,” bebernya.
Kemudian, Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan menegaskan bahwa kegiatan pemanfaatan HHBK dapat dilakukan dengan multiusaha kehutanan.
Dimana kegiatan usaha kehutanan dapat berupa usaha pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan HHBK dan usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan dengan tujuan untuk mengoptimalkan potensi kawasan hutan pada hutan lindung dan hutan produksi.
“Potensi HHBK di Indonesia saat ini tercatat setidaknya sebesar 66 juta ton. Produksinya di tahun 2020 baru sebesar 558 ribu ton dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 4,2 miliar. Tiga jenis HHBK dengan produksi tertinggi berasal dari HHBK kelompok getah sebanyak 126 ribu ton, kelompok biji-bijian sebanyak 114 ribu ton dan kelompok daun atau akar sebesar 63 ribu ton,” sebut Bastiang.
Kata dia, beberapa komoditi HHBK yang potensial dikembangkan antara lain daun kayu putih, kopi, madu, getah pinus, getah karet, bambu, jagung, sereh wangi, rumput gajah, gula aren, gamal, rotan, aren, cengkeh, damar, gaharu, getah, kulit kayu, kemenyan, kemiri, kenari, sagu dan lain sebagainya.
“Kami menyambut hangat dan mengapresiasi kegiatan pelatihan yang didukung oleh GGGI ini sebagai salah satu cara untuk mengembangkan bisnis dan mengelola hasil hutan bukan kayu di wilayah Kaltara. Kami harap para peserta yang datang dari berbagai daerah di Kaltara dapat merasakan manfaat pelatihan ini,” paparnya.
KPH sendiri sebagai pembina masyarakat atau kelompok tani hutan memiliki peran kunci dalam mengembangkan manajemen yang baik dan rencana bisnis berdasarkan komoditas hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, seperti produk dan jasa hutan bukan kayu diantaranya rotan, kakao, bambu, karet, gaharu, madu, obat tanaman dan pariwisata.
“Pengelola KPH juga dapat mempromosikan solusi dan konsep inovatif untuk melibatkan masyarakat dan sektor swasta dalam menyusun rantai nilai yang berkelanjutan bagi produk kayu dan hasil hutan bukan kayu, termasuk produksi, pengolahan dan pemasaran,” tuturnya.
Sementara itu, Knowledge and Capacity Development Lead GGGI Indonesia, Mariski Nirwan menambahkan, di dalam pelatihan tersebut semuanya bersama-sama saling membantu untuk memperluas cakrawala dan mempertajam pengetahuan. Dirinya berharap para peserta mendapat informasi dan pengetahuan baru dari diskusi yang terjadi.
“Akan sangat baik juga bila kegiatan ini dapat menciptakan network atau jejaring antar usaha yang dapat terus-menerus saling berbagi informasi dan pengetahuan,” ujar Mariski Nirwan.
Masih Mariski, dia menjelaskan HHBK dari kawasan hutan memiliki potensi yang sangat besar dan memiliki peran signifikan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga masyarakat, peningkatan ekonomi lokal dan kelestarian hutan itu sendiri. Ke depannya, HHBK akan menjadi arus utama di sektor industri kehutanan Indonesia yang juga dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“HHBK juga memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif sebagai daya tarik bagi pembangunan ekonomi rakyat karena bersifat padat karya dan dapat menciptakan industri kreatif rakyat terutama bagi mereka yang berada di sekitar hutan,” pungkasnya. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Ramli