Tanpa PCR Langsung Digiring ke Isolasi Covid-19

benuanta.co.id, TARAKAN – Masyarakat kembali mengeluh terhadap pelayanan RSUD Tarakan yang diduga keliru saat memutuskan tes Covid-19 bagi salah satu pasien. Menyikapi keluhan tersebut, RSUD Tarakan memastikan pihaknya telah melakukan upaya untuk menghindari penularan Covid-19 secara menyeluruh.

Keluhan ini disebutkan oleh salah satu keluarga pasien yang menyayangkan pihak rumah sakit yang langsung memutuskan pasien dirawat di ruang perawatan Covid-19 atau ruang Tulip, sebelum melakukan tes PCR.

Sosok pasien merupakan wanita paruh baya berinisial L (60), warga Kabupaten Nunukan yang dirawat di IGD RSUD Tarakan. Pasien tersebut harus mendapat penanganan medis pada Sabtu, 27 November 2021 setelah sebelumnya mengalami penurunan kondisi tubuh di kediaman keluarganya di Jalan Aki Balak.

Keluarga pasien mengaku sempat kerap mempertanyakan, mengapa setelah dinyatakan reaktif berdasarkan Rapid Test Antigen, tidak langsung dilanjutkan PCR di saat yang bersamaan.

Keluarga pasien pun mengherankan upaya tersebut, menurut keluarga, seharusnya melalui tes PCR terlebih dahulu sebelum diputuskan untuk dirawat di ruang perawatan Covid-19 atau ruang Tulip pada Sabtu sore, 27 November 2021.

Baca Juga :  Dua Motor Terlibat Kecelakaan di Sei Sesayap, Tiga Orang Alami Luka

“Di sini (RSUD) kan bisa dilakukan tes PCR di awal, tetapi malah di ruang perawatan Covid-19 baru dilakukan PCR. Apakah mau diinfeksikan dahulu supaya positif Covid-19,” ujar pria berinisial OV yang merupakan anak pasien pada Selasa, 30 November 2021.

Dikatakan OV, ibunya mengalami penurunan kondisi tubuh diduga akibat kelelahan. Kemudian dibawa ke IGD lalu melakukan Rapid Test Antigen dengan hasil reaktif. Saat di ruang isolasi Covid-19, pasien L baru mendapat PCR pertama pada Ahad, 28 November 2021 dengan hasil negatif dan pada Senin, 29 November dengan hasil negatif.

“Kami heran di ruang IGD juga ibu kami dibiarkan dari pagi sampai jam 3 sore. Seharusnya waktu tersebut bisa digunakan untuk Rapid Test Antigen dan dilanjutkan PCR,” tambah OV.

Pasien berinisial L pun mau tidak mau harus menerima pelayanan di ruang perawatan Covid-19, meski tak membutuhkan waktu lama ia dinyatakan negatif Covid-19 berdasarkan hasil tes PCR.

Baca Juga :  Hendak Diedarkan di Talisayan, 64 Karung Pakaian Bekas Asal Malaysia Dibakar

OV kerap beradu argumen dengan petugas tenaga kesehatan, demi memastikan keamanan dan keselamatan satu-satunya orang tua miliknya. Ia berharap agar RSUD Tarakan yang dikenal memiliki pelayanan, sumberdaya manusia dan fasilitas yang memadai agar terus memperhatikan hal yang dikeluhkannya.

Sementara itu, Plt Direktur RSUD Tarakan, dr. Franky Sientoro menjelaskan bahwa rumah sakit yang dipimpinnya saat ini menerapkan kelas perawatan kasus Covid-19 tipe A.

Dijelaskan Franky, pihaknya mengedepankan pencegahan sehingga prosedur tersebut dipercaya dapat menghindarkan penularan Covid-19 dari banyak orang.

“Walaupun nasional bisa pakai tipe B tetapi demi kebaikan dan keadaan levelisasi, kita pakai tipe A. Awalnya RSUD Tarakan kelas perawatan kasus Covid-19 tipe B cukup dengan antigen saja. Setelah dievaluasi, dua minggu yang lalu tiba-tiba meningkat,” jelas Franky kepada benuanta.co.id pada Jumat, 3 Desember 2021.

“Pada tipe A, prinsipnya semua pasien yang terindikasi Covid-19, yang mau masuk ke RSUD Tarakan semua harus dilakukan Rapid Test Antigen. Sewaktu hasil antigen positif maka harus dirawat di ruang Tulip. Kemudian tes PCR nya dilakukan pada esok hari sebanyak 2 kali. Apabila hasilnya negatif, maka dinyatakan bebas Covid-19,” tambah dia.

Baca Juga :  TV dan Emas di Konter Digasak Maling, Kerugian Capai Rp 25 Juta

Menurut Plt Direktur RSUD Tarakan itu, alangkah baiknya semua pihak lebih berwaspada untuk kebaikan orang banyak.

Franky pun memastikan bahwa ruang Tulip hanya berisikan pasien Suspek yang enggan menimbulkan penularan. Hal tersebut kata dia sebagai bentuk kesungguhannya guna melindungi masyarakat secara keseluruhan.

“Kalau dia dirawat di ruang umum resiko penularannya besar, karena jumlah orang cukup banyak. Kemudian proteksinya tidak seketat di ruang perawatan Covid-19. Lebih baik dianggap seperti Covid-19 tetapi tidak Covid. Dari pada dia tidak Covid-19 tetapi ternyata Covid-19. Mana yang lebih bahaya, tentu yang pilihan kedua,” tutup dia. (*)

Reporter: Kristianto Triwibowo
Editor: Matthew Gregori Nusa

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *