MAKASSAR – Pengerukan Pasir di area Pulau Sangkarrang, kepulauan terluar Kota Makassar mulai dipermasalahkan. Sebab pengerukan pasir yang diinisiasi pemerintah melalui PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) itu dinilai menjadi sumber bencana sosio-ekologis di pesisir dan selat laut Sulawesi Selatan (Sulsel).
Proyek strategis PT Pelindo IV membangun Makassar New Port (NMP) dianggap akan berdampak ke perekonomian masyarakat yang mencari nafkah di laut. Kendati material pasir untuk proyek strategis itu diambil dari wilayah tangkapan nelayan. Diketahui, pengerukan pasir menggunakan kapal asing PT Boskalis Asal Belanda sebagai kontraktor penambangan.
Sejauh ini, beragam upaya dilakukan masyarakat sebagai bentuk penolakan pengerukan pasir tersebut. Terbaru, Aliansi Pemuda dan Nelayan Sangkarrang melakukan aksi unjuk rasa di Fly Over, Jalan Urip Sumohardjo, Makassar, Selasa (7/7/2020).
Dalam aksinya, mereka menolak keras adanya penambangan pasir di kawasan pulau Sangkarrang. Tuntutan mereka diperkuat dengan Pasal 28 H dan Pasal 33 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 (3) bahwa lingkungan hidup dan sumber daya alam bukan saja merupakan salah satu modal pembangunan nasional, melainkan juga sebagai sistem penyangga kehidupan, baik bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya.
Dalam orasi di aksi itu, bahwa dampak nyata yang akan ditimbulkan pengerukan pasir termasuk peluang terjadinya abrasi. “Sumber pendapatan nelayan menurun drastis karena wilayah tangkapnya dihancurkan. Kemudian kehancuran ekosistem dan biota laut. Dan ancaman abrasi pulau dan tenggalamnya pulau,” kata salah seorang orator melalui pengeras suara.
Meskipun, PT Pelindo IV mengeluarkan pernyataan ingin mengedepankan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut, tetap saja mendapat penolakan. Belum lama ini, saat pengerukan pasir dilaksanakan di kawasan itu, warga Pulau Sangkarrang ramai – ramai melakukan penolakan.
Terpisah, Senior Manajer Fasilitas Pelabuhan PT Pelindo IV (Persero), Arwin mengatakan, megaproyek Makassar New Port merupakan proyek strategis nasional yang menjadi andalan untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomian.
“Kami gunakan material non kimia, untuk habitat ikan sehingga mereka bisa berkembang, kami juga melakukan pengolahan limbah secara mandiri dan tentu saja memperhatikan penghijauan,” ucap Arwin.
“Agar air laut tidak tercemar, kami memasang silt curtain, barrier untuk sedimentasi sungai Tallo, serta memasang pemecah ombak sepanjang 2,5 km,” imbuhnya.
Kemudian, pihaknya melakukan CSR di sekitar lokasi pengerukan di sekitar proyek, serta melakukan interaksi dengan masyarakat.
Pelindo IV bersama PT Bintang Laut Indonesia dan pihak terkait lainnnya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan juga pemerintah setempat.(*)
Reporter : Akbar
Editor: M. Yanudin