Merajut Hikmah di Perjalanan 3 Negara ASEAN (Part Malaysia)

Oleh : Muh. Ramli

(Founder Komunitas Muslim Inspiratif)

APA yang pertama kali terlintas dibenak kalian jika mendengarkan nama negara Malaysia? Negeri Jiran? Petronas? Menara Kembar? Atau mungkin serial film kartun Upin dan Ipin? Tentu setiap kita berbeda pikir tentang Malaysia. Bagi saya, ketika mendengarkan nama negara Malaysia disebut, maka hal pertama yang terlintas saya akan mengatakan Negeri Jiran. Negara Tetangga.

Sedari kecil, saya sudah sangat akrab dengan beberapa hal tentang negara ini, sebab saya dilahirkan di Malaysia. Lebih tepatnya “numpang” lahir dan kembali ke Indonesia dan menghabiskan masa sampai sekarang di Indonesia. Meski keluarga besar dari Bapak lebih memilih menjadi warganegara dan berdomisili di Malaysia.

***

Welcome to Grand Sentosa Hotel

Setelah menjelajahi negara Singapura, kami kembali ke negara Malaysia, tetapi bukan di bagian Kuala Lumpur, melainkan di salah satu kota dan tempat wisata sejarah yang terkenal di Malaysia; Johor Bahru. Setelah menikmati makan malam di Warong Dapur Mek Cun 2 Z dan sholat magrib-isya, kami menuju salah satu hotel di Johor Bahru. Grand Sentosa Hotel. Tiba jam 21.00 waktu setempat. Setelah pembagian kamar dan teman tidur, kami langsung bersih-bersih (mandi) dan istrahat.

“Ada yang mau keluar, nggak?” sebuah chat masuk di grup IICS Batch 2. Beberapa menanggapi dan beberapa lagi lebih memilih beristrahat. Saya termasuk yang menanggapinya. Setelah mandi, kami keluar untuk mencari jajanan. Atau istilah kerennya “wisata kuliner”. Saya dan Mas Afif, berjalan mencari jajanan makanan berat sementara yang lain mencari minuman hangat. Setelah beberapa saat melihat dan memperhatikan warung makanan di pinggiran jalan, Saya dan Mas Afif memasuki sebuah warung makan yang pemiliknya orang India. Kami memesan Mie Goreng seafood dan Sontong.

Beberapa menit, sudah tersedia dan kami melahapnya. Sebuah cita rasa yang pas dan lezat dengan khas rempah-rempah yang sangat tajam dan berasa sekali. Bahkan menurut pengamatan saya, di manapun kita menikmati makanan di Malaysia, pasti selalu ada makanan dengan khas rempah-rempah yang sangat tajam. Meskipun kata guide kami bahwa salah satu makanan terkenal di Malaysia adalah Makanan Asam Pedas.

Pukul 08.00 pagi, kami melanjutkan perjalanan menuju kota bersejarah yang ada di Johor Bahru. Menempuh perjalanan 3-4 jam dari hotel, kami menuju  tempat tersebut. Kota Melaka. Kota ini, pada tahun 2008, dinyatakan sebagai Bandar (baca: Kota) Warisan Dunia (World Heritage) oleh UNESCO. Kota ini dahulu merupakan ibu kota Kesultanan Malaka dan pusat peradaban Melayu pada abad ke-15 dan 16. Bangsa Portugis menaklukkan Melaka pada tahun 1511. Antara tahun 1641-1795, Melaka dikuasi oleh Belanda.

Dari kota ini, kita belajar tentang nilai sejarah dan penjagaan pemerintah tentang keaslian peninggalan sejarah yang ada. Dari segi bangunan dan bentuk aslinya, persis seperti masa lampau. Tempat ini terletak sekitar 148 km dari Kuala Lumpur dan menjadi salah satu tempat dan tujuan wisatawan yang paling banyak dikunjungi. Menjadi tempat favorit dari travelers dunia, maka jangan heran jika ke tempat ini, kita akan melihat dan mendengarkan beragam bahasa dari luar Malaysia.

Jika memulai perjalanan sejarah dari tempat ini, kita bisa memulainya dari Stadthuys – Red Square. Kompleks bangunan merah yang terletak di tengah kota. Di sebelahnya terdapat Christ Church yang dibangun sejak 1741 dan selesai pada tahun 1753. Di tempat ini ada banyak hal yang bisa kita jadikan sebagai bahan refrensi dan edukasi sejarah, seperti Air Mancur Queen Victoria yang dibangun pada tahun 1904, St Paul/s Church yang terletak di atas bukit St Paul, A Famosa, St. Peter Church, Jonker Street, Menara Taming Sari dan Muzium Seni Bina Malaysia atau Malaysia Architecture Museum.

Kedatangan kami ke Kota Melaka, bukan hanya sekedar untuk wisata sejarah atau ingin menikmati keindahan kotanya. Melainkan kami mendapatkan tugas dari program International Islamic Comparative Study untuk melakukan wawancara dengan format kegiatan bernama Melaka Activities. Kegiatan ini terbagi atas dua, yakni  Speaking with Foreigners and market research. Hasil dari kegiatan ini akan kami diskusikan dengan teman kelompok dan dipresentasikan dengan full English.

Setelah pembagian kelompok, kami menyebar dan mulai mencari target. Saya bersama dengan Azmi yang merupakan Mahasiswi UIN Syahid Jakarta dan Siti Aminah, Mahasiswi UIN Jakarta mendapatkan bagian speaking with foreigners. Kami kembali ke kompleks bangunan merah yang mana di area tersebut terdapat sebuah ikon yang bertuliskan I LOVE MELAKA, maka tidak heran jika tempat itu tidak pernah sepi. Ditambah lagi dengan pemandangan Air Mancur Queen Victoria. Setelah lirik sana-sini, akhirnya kami mendekati salah satu Foreigners yang berasal dari India.

Do you have time? I wanna discuss with you, about your trip in Malaysia. Saya memulai percakapan dan disambut bersahabat olehnya. Pertama-tama kami memperkenalkan diri dan menjelaskan sedikit tentang program yang kami ikuti. Setelah itu perkenalan dan lanjut kebeberapa pertama yang telah diramu oleh pihak penyelenggara dalam hal ini Yayasan Santri Mengglobal, namun beberapa bagian kami berdiskusi banyak hal yang tidak ada dalam daftar. Namanya Dev dan itu kali pertama mengunjungi Malaysia. Bersama beberapa keluarga, mereka menapaki Malaysia. Dan saat kami bertanya tentang Indonesia, ia menjawab pernah ke Malaysia, yakni di Bali.

Ada tiga Foreigners yang kami wawancarai. Edwar dari Inggris dan seorang guru dari Swiss yang juga pertama kali ke Malaysia dan belum pernah ke Indonesia. Ia mengambil akun sosial media kami dan berharap semoga bisa berkirim kabar dengannya, karena ia berharap suatu saat bisa berkunjung dan melihat keindahan Indonesia.

***

Setelah belajar nilai sejarah di Melaka, kami kemudian melanjutkan perjalanan ke Putra Jaya dan Masjid Putra atau yang dikenal dengan Masjid Pink. Putra Jaya adalah pusat administrasi Malaysia yang menggantikan posisi Kuala Lumpur. Didirikan pada 9 Oktober 1995. Namanya diambil dari nama Perdana Menteri Malaysia yang pertama, Tunku Abdul Rahman Putra dan juga menjadi wilayah persekutuan Malaysia yang ketiga; 2 wilayah lainnya adalah Kuala Lumpur dan Labuan.

Apa yang bisa kita dapatkan di sini? Banyak hal. Apalagi dengan isu pemindahan Ibu Kota kita di Indonesia, dari Jakarta ke Kalimantan. Mungkin jika benar-benar terjadi dan dimulai pembangunan, pemerintah Indonesia mungkin bisa banyak belajar dari pemindahan pemerintahan Kuala Lumpur ke Putra Jaya. Karena, kita tidak bisa menutup mata bahwa apa yang telah diraih oleh berpindahnya pusat admistrasi pemerintahan ke Putra Jaya sukses menjadikan Malaysia lebih baik dari sebelumnya. Dan lebih berkembang.

Kita berharap, kelak jika pemindahan Ibu Kota telah terjadi, Indonesia menjadi lebih baik lagi dari hari ini dan dari masa yang lalu. Kita tidak mengatakan bahwa Indonesia hari ini “sakit”. Bukan itu, tetapi sebagai warga negara yang memiliki perhatian dan kekhawatiran tentang bangsa ini, wajar jika kita memiliki harapan negara yang kita cintai menjadi lebih baik lagi.

Dari Putra Jaya, saya belajar bahwa mencintai bangsa dan negara bukan hanya terletak pada lisan kita ketikan mengatakan “saya cinta Indonesia”, tetapi bagaimana lisan kita itu berbuah dan berubah menjadi sebuah aksi, tindakan dan kontribusi nyata. Tidak perlu besar, tetapi lakukanlah yang sanggup kita lakukan. Bukan menjadi bagian warga yang menginginkan perubahan tetapi hanya menggerutu dan berkeluh kesah, bahkan sampai menghardik dan mencaci pemerintah. Yuk, menjadi warga yang mengambil peran dan kontribusi untuk Indonesia lebih baik. Mari bersinergi dengan pemerintah untuk menciptakan sebuah perubahan yang jauh lebih baik.

Berbicara tentang Putra Jaya, kita tidak bisa lepas dari pembicaraan Masjid Putra yang menjadi salah satu landmark kota Putra Jaya. Mulai dibangun pada tahun 1997 dan selesai dua tahun kemudian. (untuk pembahasan ini biarlah saya tuliskan dalam buku Inspiring Journey).

Meninggalkan Putra Jaya, kami menuju landmark  yang pali terkenal dari negara ini. Petronas Twin Towers atau KLCC. Kami tidak lama meng-explore tempat ini hanya sekedar untuk berfoto dan menikmati senja yang mulai perlahan menyapa untuk melanjutkan perjalanan menuju belahan dunia yang lainnya. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke hotel dan ke Chinatown Kuala Lumpur yang ditempuh sekitar 10 menit dari hotel menggunakan aplikasi grab car. Lalu merebahkan diri untuk memberikan hak beristarahat.

***

Setelah mentari menyapa dengan teriknya, kami berangkat ke salah satu kampus impian saya yang meski saat mendaftar beasiswa pada akhir tahun 2014 saya gagal menjadi 14 orang yang dinyatakan lolos. International Islamic University Malaysia (IIUM). Kami memiliki program Academic visit at IIUM and sharing session with PPI.

Kampus IIUM merupakan kampus utama yang terletak di lembah di distrik pedesaan Gombak, pinggiran ibukota Kuala Lumpur. Dengan kampus yang bergaya Islam elegan dikelilingi oleh perbukitan hutan kapur sekitar 700 hektar. Selain terkenal sebagai kampus Islami, ia juga terkenal dengan atap keramik biru yang berkilau. Jika diperhatikan dari atas, kita akan menyaksikan pemandangan biru yang sangat indah. Juga dengan karakteristik dari bangunan batu pasir. Bahkan sampai hari ini, ini tetap menjadi salah kampus impian saya yang semoga Allah akan mengijabah. Kapan? Entahlah. Biarlah Allah yang memutuskan.

Kami menyempatkan berfoto bersama di depan kampus utama yang tertulis nama kampus. Setelah itu barulah kami menuju ruang auditorium untuk pengenalan kampus IIUM dan sesi diskusi bersama dengan Ketua dan pengurus PPI Malaysia. Sangat senang sekali berdiskusi dan mengenal lebih dekat dengan kampus impian. Dari sesi inilah, saya baru tahu kalau ternyata kampus ini memiliki beberapa kampus yang tersebar. Kampus IIUM sendiri adalah kampus utama yang terletak di Gombak. Kampus lainnya terletak sekitar 250 km dari Kuala Lumpur. Kampus Kuantan. Sementara kampus Petaling Jaya telah dikonversi ke pusat matrikulasi dan sekarang dikenal sebagai Pusat Dasar Pendidikan (CFS) untuk Ilmu Pengetahuan dan Mahasiswa Hukum.

Yang menarik juga dari kampus ini adalah mahasiswa-nya yang beragam yang datang dari 134 negara di dunia. Maka tidak heran jika di kampus kita lebih sering menggunakan Bahasa Arab dan Inggris. Dari 134 negara, ternyata Indonesia menjadi negara yang paling banyak menjadi mahasiswa di kampus tersebut. Satu jam lebih pengenalan kampus dan diskusi kami melanjutkan studi langsung ke IIUM Gallery dan lanjut ke Library.

Sehebat dan setangguh apa pun kita, tetap saja butuh yang namanya asupan makanan. Maka setelah berkeliling kampus, kami melanjutkan makan siang di kantin kampus sebelum melaksanakan sholat Jum’at. Untuk sholat Jum’at sekitar setengah dua waktu setempat dengan terik matahari yang mencapai 35 derajat celcius.

Di ruang kantin, Allah mempertemukan dengan teman-teman Al-Muntada Scholarship. 4-5 tahun kami tidak pernah bertemu dan hari itu Allah menakdirkan kami bertemu. Sebuah pelukan hangat dan rasa rindu. Akhi Mursalim. Teman seperjuangan dalam program beasiswa akhir tahun 2014 yang saat itu saya gagal lolos. Kami berdiskusi banyak hal dan mengenalkan saudara muslim yang sedang menempuh S2 jurusan Hubungan Internasional.

My name is Suleyman. I am from Turkmenistan. Ia memperkenalkan diri, begitu pun dengan saya. Kemudian obral hangat pun mengalir seperti dua sahabat yang lama tidak berjumpa. Turkmenistan terletak di Asia Tengah dan berbatasan langsung dengan Iran di Selatan, Afganistan di Tenggara, Uzbekistan di Utara, Kazakhstan di Barat Laut dan Laut Kaspia di Barat. Tak lama kemudian, salah satu saudara yang dirindukan juga hadir. Akhi Alis. Beliau juga salah satu teman seperjuangan beasiswa yang lolos.

Begitulah indanya ukhuwah Islamiyah. Kadang tidak perlu alasan sedarah, keluarga, kerabat untuk saling menciptakan kebersamaan dan kehangatan. Karena ikrar yang sama di hadapan Allah tentang kalimat Tauhid menjadikan hati-hati kami bersatu dan saling memiliki bahwa mereka saudara saya dan saya saudara mereka.

Kami melanjutkan diskusi hari itu setelah melaksanakan sholat Jum’at. Kami menuju masjid Sultan Haji Ahmad Shah Mosque yang terletak di dalam kampus. Dan disinilah salah satu pemandangan paling indah yang mengharukan saat beragam negara dan wajah-wajah yang berbeda dari wajah Melayu bersama-sama menghambakan diri dan satu pada dalam rukuk dan sujud pada Allah azza wajalla.

Ini juga merupakan “Sholat Jum’at” terpanjang yang pernah saya ikuti, sebab Khatib berkhutbah dengan dua bahasa. Di Khutbah pertama menggunakan Bahasa Arab dan di Khutbah Kedua sebelum do’a menggunakan Bahasa Inggris yang merupak terjemahan dari khutbah pertama. Mengapa tidak menggunakan Bahasa Melayu? Karena jama’ah terdiri dari 134 negera yang di mana mereka lebih akrab dengan Bahasa Arab dan Inggris.

Setelah sholat Jum’at, Allah memberikan kesempatan berharga yang semakin membuat saya jatuh cinta pada-Nya dan Islam. Saat Allah menakdirkan saya bertemu, berkenalan dan berdiskusi panjang lebar dengan Bilal Mahasiswa S2 – Jurusan Hukum – dari Palestina dan Gokha Mahasiswa Jurasan Teknik Mesin – dari Turki. Kami berdiskusi panjang lebar tentang Islam dan Muslim hari ini. Berbicara tentang Palestina dan Indonesia.

Bilal mengucapkan terima kasih dan kecintaannya kepada bangsa Indonesia yang selalu menjadi bagian yang berjuang untuk kebebasan Palestina. Do you know SOA (Spirit Of Aqso)? Ia bertanya kepada saya. Tentu saya tahu, karena saya pernah ikut dalam aksi mereka di Jakarta di Masjid Istiqlal dan Kota Tua. Yes, I know, Brother. Tak lama kemudian, Gokha yang dari Turki bergabung dengan kami dan terlibatlah diskusi tentang Pemuda dan Islam. Saya lebih banyak bercerita tentang Muhammad Al Fatih sebagai role mode. Saya menyampaikan kekaguman kepada Muhammad Al Fatih dan mengatakan suatu hari akan berkunjung ke Turki.

I hope, one day, I can visit in Turki.  Ia menjawab, In syaa Allah, Brother. Tidak terasa hampir dua jam kami berdiskusi dan teman-teman peserta yang lain telah menunggu. Kami harus melanjutkan perjalanan ke salah satu Pabrik Coklat terkenal di Malaysia, lalu ke Istana Negara dan akan melanjukan perjalanan ke Thailand. Namun, berat rasanya untuk berpisah dengan mereka. Rasanya dua jam berdiskusi dengan mereka tidak cukup. Juga belum cukup rasanya mengobati rasa rindu kepada teman-teman Al Muntada Scholarship yang datang saat itu; Akhi Mursalim, Akhi Alis dan Akhi David.

Kami berpelukan dan berharap suatu saat nanti bisa kembali bertemu dan berdiskusi tentang Islam dan Muslim. Kami merajut ukhuwah di atas dasar saudara muslim. Saudara yang dipersaudarakan oleh Allah. Yang dipersaudarakan oleh Islam. Sungguh, ini adalah salah satu perjalanan terbaik. Saat bertemu dan dengan saudara muslim dari belahan bumi yang Allah dan arah pembicaraan kita bukan perkaran dunia saja tetapi saling mengingatkan dan menguatkan untuk tetap istiqomah di jalan-Nya. Untuk bersama-sama taat pada-Nya hingga harapan yang sama, tidak hanya dikumpulkan di dunia tetapi juga di akhirat. Di surga-Nya kelak. Uhibbuka fillah, My Beloved Brother.(bersambung)

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *