Pemkot Tarakan Terbentur Masalah Sosial, Regulasi dan Anggaran
TARAKAN – Potensi wisata di Tarakan bisa dibilang banyak. Namun, tempat-tempat tujuan berwisata warga ini tak terlalu banyak yang alami. Sebut saja, objek wisata Pantai Amal di Kelurahan Pantai Amal, Kecamatan Tarakan Timur, Agrowisata Karungan di Kelurahan Mamburungan Timur, Kecamatan Tarakan Timur dan Embung Persemaian Kelurahan Karang Harapan, Kecamatan Tarakan Barat. Yang lainnya adalah tempat wisata yang dibuat pemerintah untuk memenuhi hasrat warga yang ingin menghabiskan waktu di tempat wisata.
Upaya ini juga dilakukan untuk mengakomodir tingginya minat wisatawan mengunjungi objek-objek wisata di Kota Tarakan yang juga dapat meningkatkan perekonomian daerah, Baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Untuk memaksimalkan pelayanan dan pendapatan tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan melakukan peningkatan sejumlah fasilitas objek wisata. Umumnya, Pemkot Tarakan memanfaatkan wisata alam dipadukan dengan buatan agar lokasi wisata menjadi lebih nyaman dikunjungi.
“Kita tidak bisa samakan objek wisata kita dengan ada di Jawa atau di mana, objek wisata alam kita minim sekali, bahkan tidak punya. Jadi, dinas ini memadukan dengan objek wisata buatan,” ungkap Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Dinas Pariwisata Kota Tarakan Titi Rusmiati kepada Koran Benuanta.
Dijelaskan Titi Rusmiati, untuk memaksimalkan objek wisata buatan, Pemkot Tarakan harus membangun infrastrukturnya sehingga program ini membutuhkan anggaran. Mau tidak mau, kata dia, pemerintah menyesuaikan diri dengan kemampuan anggaran yang ada untuk peningkatan tempat wisata yang ada di Bumi Paguntaka –sebutan lain Kota Tarakan. Mengapa lebih tempat wisata buatan lebih banyak dikunjungi warga Kota Tarakan saja?
“Kita menyesuaikan, bagaimana objek wisata memenuhi kebutuhan wisatawan lokal dulu, orang Tarakan. Kalau misalnya sudah bisa ditingkatkan, kita bisa kembangkan keluar. Kita maksimalkan potensi. Sebenarnya banyak potensi di Tarakan ini, seperti objek wisata situs sejarah, pengembangannya ada di kebudayaan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tarakan). Banyak situs bekas PD (Perang Dunia) II. Objek wisata bekas pengeboran minyak itu, yang banyak di kunjungi itu di Peningki, Mamburungan, sempat kami tata dulu. Sekarang kebudayaan pindah ke Disdik, promosinya tetap di kita,” urainya.
Soal target, jelas Titi Rusmiati, Pemkot Tarakan saat ini hanya mengembangkan objek wisata yang sudah ada secara maksimal sambil memunculkan objek wisata baru yang bisa dikembangkan. Salah satu yang menjadi fokus Pemkot Tarakan adalah objek wisata Pantai Amal yang dinilai belum digarap secara maksimal. Bahkan, Wali Kota Tarakan dr Khairul MKes mendukung pengembangan penataan kawasan Pantai Amal di tahun 2020.
“Sehingga layak dikatakan objek wisata dan layak dikunjungi. Ada yang ditata dan dibangun. Kalau itu menyangkut tanah masyarakat, itu masalah sosial lagi. Rencananya di Amal Baru (dikembangkan). Saat ini (Pantai Amal lama) sudah layaklah, jadi ada lagi muncul satu objek wisata,” jelas Titi.
Lebih lanjut dikatakan Titi, kawasan Pantai Amal ke depannya dapat menjadi ikon baru bagi Tarakan. Meskipun tidak mudah dalam mengubah kawasan Pantai Amal, namun dapat dilakukan secara bertahap. Potensi kawasan Pantai Amal dinilai mampu mendatangkan pundi-pundi rupiah bagi Pemkot Tarakan. Hal itu dapat dilihat banyaknya masyarakat mengunjungi Pantai Amal. Apalagi setelah dilakukan penataan maka akan meningkatkan minat wisatawan.
“Potensinya sangat besar, alam dipadukan dengan buatan. Di situ juga ada kuliner, ada pantai, kita padukan. Semua pembangunan pariwisata itu bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat. Jumlah kunjungan sangat baik, memang kita mengharapkan investor masuk tapi belum terlalu berminat. Mungkin karena di sana belum ada penataan sehingga kita akan tata dulu,” ujarnya.
“Pantai Amal saja belum ditata sudah banyak orang kesana, bagaimana kalau sudah ditata, bisa mendatangkan lebih banyak orang kesana,” sambungnya.
Sementara, Agrowisata Karungan dan Embung Persemaian masih diperbaiki sarana dan prasarananya. Masyarakat juga belum terlalu mengenal kedua objek wisata tersebut. Kata Titi, Pemkot Tarakan akan membuat Embung Persemaian menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) perpaduan alam dan buatan. Sementara itu, wisata kuliner di Tarakan sudah ada Bangayo di depan Hutan Mangrove di Jalan Gajah Mada.
“Semua yang berpotensi untuk dikunjungi, pariwisata yang mempromosikan. Tapi yang mengembangkan masing-masing dinas teknis terkait,” imbuhnya.
Diakui Titi, kendala yang ditemukan Pemkot Tarakan saat ini masih sama, yakni masalah sosial, seperti masalah lahan dengan masyarakat. Kemudian, masalah lainnya adalah masalah regulasinya dan masalah kesadaran masyarakat serta pengadaan anggaran dalam melakukan pengembangan.
“Tapi kita tidak boleh anggap itu (anggaran) masalah, karena kita harus berpikiran kreatif. Pariwisata banyak (tenaga sukarela) ada berbasis komunitas,” tandasnya. “Harapannya setidaknya objek wisata yang ada memenuhi harapan masyarakat Tarakan dulu. Ekspektasi kita juga tidak terlalu tinggi seperti yang ada di Jogja misalnya. Kita memanfaatkan (dulu) yang ada, Walikota mendukung karena masuk di visi misinya,” pungkas Titi. (arz)