TARAKAN – Wilayah Kalimantan Utara (Kaltara) disebut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tidak memiliki pola musim sepanjang tahun. Seperti halnya daerah Jawa memiliki dua musim yakni hujan dan kemarau. Seringnya hujan di Kaltara pada pertengahan Januari 2025, menurut BMKG disebabkan beberapa faktor.
Forecaster on Duty (FoD) BMKG Kota Tarakan, Hermansyah menjelaskan, faktor tersebut di antaranya gelombang low frequency yang saat ini aktif di wilayah Kaltara. Selain itu, adanya konvergensi angin atau perlambat kecepatan angin, serta peningkatan suhu permukaan laut yang juga diikuti oleh tingkat penguapan.
“Kalau penguapan tinggi sehingga pertumbuhan awan hujan berlebih beberapa hari ini. Termasuk juga untuk perlambatan kecepatan angin juga menimbulkan pertumbuhan awan hujan,” kata dia kepada Koran Benuanta, Kamis (16/1).
BMKG juga memetakan adanya bulan-bulan tertentu yang diprediksi tinggi curah hujan. Berdasarkan kalender catatan curah hujan di Kaltara selama 30 tahun dan akumulasi hujan bulanan, curah hujan tertinggi terjadi pada Maret dan November. Pemetaan ini juga mengacu pada equinox posisi matahari.
“Jadi kita punya data rata-rata curah hujan selama 30 tahun. Setiap tahun itu selalu hujan, tapi puncak nya terjadi di sekitar bulan April dan November,” tuturnya.
Jika dibandingkan dengan wilayah Indonesia lainnya, wilayah Kaltara tidak memiliki pola musim. Seperti Pulau Jawa memiliki dua musim yakni hujan yang terjadi sekira Oktober hingga Maret dan kemarau diantara April dan September.
“Kita dengan wilayah lain polanya berbeda. Kaltara memiliki pola hujan ekuatorial, tidak punya musim,” ujar Herman.
Hujan sepanjang tahun di Kaltara terdiri dari 3 kategori, ringan, sedang dan lebat. Tiga kategori tersebut juga memiliki dampaknya masing-masing. Terlebih saat hujan dengan kategori lebat sangat berpotensi terjadinya dampak bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
“Untuk sedang hingga lebat itu yang perlu diperhatikan. Kalau dua hari ke depan masih berpotensi hujan lebat. Ini tak hanya terjadi di Kota Tarakan saja, seperti Bulungan dan KTT,” tuturnya.
“Hujan pasti ada pengaruhnya dengan angin, nah angin ini dapat berdampak juga dengan gelombang di perairan. Secara umum saat ini kategori gelombang normal, kalau terjadi hujan ada awan cumulonimbus itu bisa berbahaya terhadap kondisi perairan disitu,” lanjut Herman.
Tinggi gelombang di perairan Kaltara, menurut Herman, perlu menjadi perhatian bagi para masyarakat yang beraktivitas di perairan. Dapat ditandai dengan adanya awan hitam atau cumulonimbus di daerah perairan. Apalagi jika awan tersebut bersamaan dengan hembusan angin kencang dan kilat.
“Matangnya (ketinggian gelombang) juga dapat ditandai jika ada suara gemuruh seperti guntur,” tukasnya.
Terkait potensi hujan di 2025, Herman mengimbau agar masyarakat selalu waspada terkait adanya hujan sedang hingga lebat. Terutama untuk wilayah yang berpotensi longsor. Hujan yang turun menyebabkan serapan air berlebih ke dalam tanah, sehingga hujan dengan intensitas sedang juga sudah mampu menyebabkan longsor.
Kemudian untuk wilayah langganan banjir juga diminta waspada jika hujan turun dengan intensitas sedang hingga lebat. “Di wilayah perairan juga kita himbau, karena hujan juga berdampak pada ketinggian gelombang,” tukasnya. (*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Ramli