benuanta.co.id, TANJUNG SELOR – Momen Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Utara (Kaltara), tak sedikit pasangan calon mengumbar janji sebagai senjata politik untuk mengaet hati masyarakat. Namun di sisi lain, janji politik pemberian dana Rukun Tetangga (RT) dinilai tak realistis direalisasikan di tingkat provinsi.
Hal ini juga yang memantik reaksi Pakar Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr Amril Hans SAP MPA yang memberikan penjelasan legalitsi atau regulasi program bantuan dana RT.
Menurut Amril Hans, pembuatan kebijakan atau program semestinya harus mempertimbangkan regulasi aturan, maupun kewenangannya. Tidak serta merta hanya karena memberikan janji-janji atau harapan kepada masayarakat.
“Hal pertama yang harus kita ketahui bersama adalah regulasinya. Sesuai UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, jelas diatur terkait kewenangan-kewenangan pemeritah daerah, provinsi maupun kabupaten/kota,” terang Amril Hans, Senin (11/11/2024).
Dia mengatakan, masyarakat harus teliti melihat bisa atau tidaknya program tersebut direalisasikan, karena ada aturan yang harus menjadi pertimbangkan.
“Jangan sampai program ini hanya menjadi alat untuk menarik simpati masyarakat, namun pada akhirnya tidak dapat direalisasikan. Hal ini justru bisa menimbulkan persepsi yang kurang baik di tengah masyarakat,” ungkap Amril.
Selain itu berdasarkan azas otonomi daerah, sebagaimana diatur dalam UU 23/2014 diterangkan bahwa ada penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan berdasarkan tiga asas. Yakni, asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
“Dari ketiga azas ini, tidak ada kita temukan regulasi yang mengatur pemerintah provinsi bisa memberikan langsung menganggarkan dana untuk RT, termasuk dalam segi kewenangannya,” kata Amril.
Berdasar Undang-undang atau UU Desa, Ketua RT adalah unsur lembaga kemasyarakatan desa yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dan pemerintah desa. Ketua RT bertanggung jawab atas satu RT atau lebih yang merupakan bagian dari RW. Ketua RT juga merupakan mitra kerja ketua RW dalam bidang pelayanan sosial, ekonomi, dan budaya.
“Tidak ada regulasi yang mengatur ketua RT punya kewenangan mengelola anggaran pemerintah. Dari sini saja sudah jelas, program itu sulit direalisasikan,” ungkapnya lagi.
Dibeberkannya, berdasarkan UU Desa, tugas pokok dan fungsi ketua RT adalah membantu ketua RW dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi lembaga kemasyarakatan desa.
Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan program pembangunan desa di wilayahnya, membantu RW mengumpulkan dan menyampaikan data dan informasi desa. Juga membantu ketua RW dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di wilayahnya.
“Dan beberapa lagi, yang secara umum tugas RT adalah membantu ketua RW, serta menjaga ketertiban dan kerukunan warga di wilayah RT itu,” lanjut dia.
Selain ditinjau dari sisi regulasi, yang pada intinya pemerintah provinsi tidak bisa memberikan dana RT secara langsung, karena bukan kewenangannya, dan dalam penganggaran juga sulit. Sebab pos penganggaran tersebut akan dilakukan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mana.
“Dalam penganggaran daerah, ada sudah pos-pos sesuai tupoksi (tugas pokok fungsi) masing-masing OPD. Misalkan pendidikan di Dinas Pendidikan, infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum. Kalau dana RT masuk di mana? Apa di Dinas Sosial, atau di dinas mana, itu tentu akan membuat kesulitan bagi dinas yang dibebani mengelola. Karena masing-masing OPD sudah ada bidang hingga sub-sub yang ditangani, dan pengaturan penganggaran sudah ada posnya,” jelas Amril.
Terlepas dari dua hal ini, di mana disimpulkan dana RT dari pemerintah provinsi akan sulit atau bahkan tidak memungkinkan bisa direalisasikan, secara hukum, kalau pun tetap dilakukan akan rentan terjadi penyimpangan.
“Yang pasti secara regulasi sudah tidak bisa. Kalau misalkan nekat direalisasikan ini riskan. Logikanya, dari aturan awalnya sudah salah, bagaimana kalau tetap dijalankan,” tegasnya.
Amril kembali menegaskan, bahwa pemerintah provinsi tidak serta merta mencontoh program di pemerintan kabupaten, karena secara kewenangan berbeda.
“Termasuk kami perlu sampaikan juga, bahwa visi misi adalah merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Maka harus jelas, program tersebut (dana RT) sesuai tidak dengan RPJMD yang dibuat,” tandasnya. (adv)
Editor: Yogi Wibawa