benuanta.co.id, TARAKAN – Dunia dihadapkan dengan perubahan iklim atau climate change akibat emisi gas rumah kaca. Perubahan iklim ini berdampak ke kondisi cuaca dan perubahan suhu jangka panjang.
Kepala Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tarakan, Muhammad Sulam Khilmi mengatakan perubahan iklim adalah sesuatu yang tak bisa dihindari. Tentu, perubahan iklim berdampak terhadap suhu rata-rata dan curah hujan.
“Kurang lebih 20 tahun lalu BMKG selalu menyuarakan tentang perubahan iklim. Bahkan pada konferensi dunia juga sudah mengangkat tema climate change,” katanya, Selasa (9/1/2024).
Diuraikannya, faktor dari perubahan iklim tak hanya disebabkan oleh kondisi lokal saja, melainkan juga regional. Seperti fenomena El Nino dan fenomena iklim lainnya tidak disebabkan oleh wilayah Indonesia namun terdapat perbedaan suhu di perairan Timur Afrika dengan Barat Indonesia. Perbedaan suhu itu menyebabkan anomali yang mempengaruhi iklim di Indonesia.
“Kalau diukur dengan data, dalam kurun 50 terakhir suhu dunia naik 0,8 derajat Celcius, hampir satu derajat. Kenaikan suhu berbanding lurus dengan naiknya cuaca ekstrem seperti hujan dan angin,” bebernya.
Sulam menegaskan, semakin naiknya suhu permukaan bumi maka akan diikuti dengan adanya cuaca ekstrem pula. Cuaca ekstrem tak melulu dengan durasi yang lama, bisa saja curah hujan dengan durasi yang singkat namun intensitas yang tinggi. Hal ini lah yang menyebabkan kerusakan parah.
Dari perubahan iklim saat ini dapat terlihat suhu dari permukaan laut dan bumi meningkat drastis. Dampaknya, akan menghasilkan penguapan atau evaporasi yang lebih banyak.
“Sehingga akan banyak awan yang menyebabkan hujan. Oleh karena itu curah hujan juga akan meningkat,” imbuhnya.
Dampak dari perubahan iklim ini di wilayah Kalimantan khususnya Kaltara tak begitu parah, lantaran wilayah Kalimantan yang tidak mengenal musim. Kecuali, bagi wilayah di Indonesia lainnya yang mengenal musim hujan dan kemarau.
Lebih jauh dijelaskannya, dampak cuaca kemarau juga membuat beberapa daerah di Indonesia mengalami kekeringan.
“Tapi di wilayah Kaltara ini, iklim yang ekstrem tidak ada. Adanya itu cuaca yang ekstrem seperti hujan dengan intensitas tinggi sehingga menyebabkan bencana seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi cuaca yang merupakan dampak dari perubahan iklim, Sulam mengungkapkan tak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Namun, hal-hal yang dilakukan untuk meminimalisir perubahan iklim biasanya dilakukan dengan stakeholder agar mengedukasi masyarakat untuk menekan perubahan iklim.
“Minimal berhenti sampai sini saja perubahan suhunya. Kalau tidak kita upayakan akan naik terus suhunya,” pungkasnya.(*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Ramli