Potensi Pariwisata Sejarah Situs Perang Dunia II di Kota Tarakan

PERANG DUNIA II tak lepas dari cerita sebuah kota kecil yang ada di Provinsi Kalimantan Utara, Kota Tarakan. Bumi Paguntaka menjadi saksi bisu pertempuran antara Jepang dan Belanda. Berikut ulasannya.

Penulis : Endah Agustina

Kala itu, Jepang untuk pertama kalinya mendarat di Tarakan pada 11-12 Januari 1942. Meskipun Tarakan hanya sebuah pulau kecil, fasilitas 700 sumur minyak, kilang dan pangkalan udaranya menjadikan pulau Tarakan sebagai salah satu tujuan penting bagi Jepang dalam perang dunia II.

Saat ini, banyak sisa peninggalan pertempuran tersebut yang diabadikan dalam Museum Gedung Putih yang terletak di Jalan Sei Sesayap, Kelurahan Kampung Empat. Selain diabadikan di tempat tersebut, sisa peninggalan perang pasifik itu tersebar di beberapa titik wilayah Tarakan.

Pembangunan museum tersebut diawali pada 2015 hingga 2016 dan resmi berdiri pada 2017 lalu. Genap 6 tahun sudah usia gedung putih tersebut yang kini semakin bertambah fasilitas informasi untuk diberikan ke pengunjung. Meskipun hanya sebatas masyarakat Tarakan saja yang berkunjung namun, situs sejarah tersebut tengah dalam masa penataan oleh Pemerintah Kota Tarakan.

Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kota Tarakan adalah pemilik sekaligus pengelola museum tersebut. Pihaknya pun berkomitmen akan terus mengembangkan layanan fasilitas berupa informasi sejarah di museum tersebut. Tak hanya situs sejarah, pengembangan tersebut juga akan menampilkan sebuah pameran temporer.

Baca Juga :  Buntut Dugaan Anak SD Terlibat Prostitusi, DPRD Tarakan Agendakan RDP

“Kalau progresnya sudah 99 persen. Jadi tinggal menghitung hari sampai tanggal 20 Desember 2023 nanti rencananya akan diresmikan Wali Kota Tarakan,” sebut Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kota Tarakan, Agustina melalui Kabid Kebudayaan, Abdul Salam.

Penambahan lain juga dilakukan seperti sarana prasarana di museum tersebut. Lantaran sebelumnya, museum tersebut belum dapat memberikan informasi yang detail. Beberapa sisa perang pasifik diantaranya, senjata Laras panjang, helm tentara Belanda, pistol Belanda, sepatu kulit jaman dulu, botol air minum milik tentara Jepang dan Belanda, pedang kepolisian, megazen, bayonet, biskuit atau cemilan prajurit perang dan lainnya dikemas dengan rapi dalam sebuah wadah kaca tebal.

“Itu fokus kami. Harus ada pameran temporer. Makanya akan ada penambahan gedung. Tapi yang paling pokok itu membenahi interior di dalamnya,” tambahnya.

Artinya informasi yang disajikan akan beragam, tak hanya berupa perang dan perminyakan di Kota Tarakan. Juga akan ada informasi lengkap kebudayaan yang kental di Bumi Paguntaka hingga saat ini. Menariknya, museum gedung putih nanti juga akan menampilkan gambaran Tarakan ke depannya. Terlebih, Tarakan adalah satu-satunya pulau di Kaltara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan wilayah lainnya.

Baca Juga :  Puluhan WBP Lapas Tarakan Dapatkan Remisi Natal 2024

Kebudayaan di Kota Tarakan juga tak bisa dianggap remeh, era kerajaan Tidung atau dikenal Kerajaan Tarakan pada 1076-1156 adalah kerajaan yang masyur pada jamannya, hingga dikenal dengan suku asli Kalimantan.

“Gambaran Tarakan ke depan itu dibuatkan alur cerita sedemikian rupa juga. Itu nanti akan muncul dalam layanan pengelolaan museum. Situs cagar budaya itu akan ada semua karena museum ini adalah jendela kecil dalam satu ruang yang besar,” beber Salam.

Kepedulian pemerintah dalam penataan cagar budaya di Tarakan juga terlihat dari peninggalan sejarah di luar museum. Seperti situs perang dunia II di Mamburungan yang terdapat bunker, meriam dan gudang logistik. Tak hanya itu, di titik wilayah Tarakan lainnya juga masih antik tersimpan sisa peninggalan sejarah berupa terowongan yang terletak di Kelurahan Pamusian.

Pada 2021 lalu, Komunitas Tarakan Tempo Doloe (TTD) yang peduli terhadap situs sejarah di Tarakan menyerahkan penemuan helm tentara Jepang yang konon digunakan saat perang pasifik berlangsung. Barang antik itu ditemukan di area hutan yang ada di Kampung Satu.

“Jadi helm itu ditemukan di lereng bukit. Pada waktu itu dinamakan tentara sekutu sebagai area lokasi pertahanan terakhir tentara Jepang, sebelum akhirnya Jepang menyerah ke Sekutu,” kata Koordinator Aset Komunitas TTD.

Baca Juga :  Kaleidoskop 2024: Pencari Kerja di Tarakan Meningkat

Selain helm, juga ada beberapa sisa peninggalan lainnya seperti proyektil peluru dan beberapa drum minyak. Hutan Kampung Satu juga dijadikan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata Kota Tarakan sebagai situs budaya di luar museum.

Komitmen ormas dan pemerintah daerah dalam menjaga cagar budaya turut terlihat saat terdapat upaya pengerusakan salah satu terowongan atau loopgraf peninggalan tentara Jepang. Pihak pemerintah bergerak cepat menangani hal tersebut agar tak ada tangan-tangan nakal yang merusak situs bersejarah di Paguntaka.

Dukungan terhadap pelestarian cagar budaya ini juga diberikan 100 persen oleh masyarakat. Fitri merupakan mahasiswa yang saat ini menempuh pendidikan sejarah mengaku sangat peduli dengan situs cagar budaya di Tarakan. Menurutnya, sejarah Tarakan diawali dari perang pasifik yang hingga saat ini melekat hingga membawa nilai tersendiri.

“Kepedulian pemerintah, masyarakat harus kompak. Saya tengah membuat tugas juga untuk mata kuliah soal sejarah. Selalu saya perkenalkan di luar soal kota kelahiran saya karena saya perguruan tinggi di Jawa. Harapannya pemerintah mampu mengelola situs cagar budaya di Tarakan agar bisa menjadi cerita abadi untuk masa depan,” singkatnya.(*)

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *