Madinah – Jamaah calon haji lanjut usia (lansia), udzur karena sakit, dimensia atau stres, risiko tinggi, dan disabilitas diimbau memanfaatkan keringanan hukum atau rukhsah dalam pelaksanaan ibadah ibadah haji agar mereka dapat menunaikan rangkaian rukun ibadah secara sempurna.
Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) Arab Saudi Subhan Cholid, di Kantor Daerah Kerja Madinah, Senin (22/5/2023) menjelaskan pada saat manasik, jamaah sudah mendapatkan materi manasik terkait lansia.
“Kami mengimbau agar mereka (jamaah lansia) mengutamakan ibadah yang rukun. Selain itu yang tidak mempengaruhi sah dan tidak sahnya ibadah, gunakanlah konsep kemudahan,” kata Subhan.
Kepala Seksi (Kasi) Pelayanan Jamaah Haji Lansia dan Disabilitas Daerah Kerja (Daker) Madinah Arief Nurrawi, di Madinah, menambahkan bahwa PPIH Arab Saudi siap melayani jamaah haji lansia termasuk mendorong kursi roda hingga menggendong jamaah yang memiliki keterbatasan fisik.
“Misalnya kalau kita lihat lansia yang memiliki keterbatasan perlu kursi roda atau perlu digendong turun dari pesawat atau dari bus ke pondokan, tentunya semua petugas siap menyukseskan kebijakan bapak menteri,” kata Arief Nurrawi.
Dia mengatakan layanan jamaah haji lansia dan disabilitas terus memperkuat koordinasi dengan seluruh layanan PPIH Arab Saudi khususnya di Daker Madinah dan secara umum di Daker Bandara dan Daker Makkah.
Pada tahun ini Indonesia memberangkatkan 221.000 jemaah haji. Terdiri atas 203.320 jamaah haji reguler dan 17.680 jamaah haji khusus. Dari jumlah tersebut sebanyak 66.943 jamaah merupakan lanjut usia (lansia).
Haji Kartono, konsultan ibadah dalam kesempatan terpisah menjelaskan jenis amalan ibadah yang mendapatkan keringanan hukum atau rukhsah di antaranya, niat ihrom bersyarat (untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya halangan dalam perjalanan ibadah haji, terutama bagi jamaah lansia, risiko tinggi, dan jamaah yang fisiknya lemah).
Kedua, Tawaf (bagi jamaah udzur seperti karena menderita sakit wasir, beser, istithadhah atau darah keluar terus di saat masa haid bagi wanita, atau keluar angin atau kentut terus menerus), maka tawafnya sah dan tidak dikenakan sanksi apa pun.
Ketiga, Tawaf putaran ketiga atau keempat keluar hadas kecil (pendapat Dawud dan Ibnu Hazm menjelaskan bahwa melaksanakan tawaf tanpa dalam keadaan suci boleh atau sah, termasuk wanita yang sedang nifas, kecuali wanita yang haid); sementara Syekh Soleh Utsaimin menyatakan jika seseorang di tengah-tengah mengerjakan tawaf keluar hadas kecil, maka ada dua pendapat.
Pendapat yang pertama menyatakan tawafnya orang tersebut batal dan yang bersangkutan harus berwudhu dan memulai tawafnya karena suci dari hadas merupakan syarat sahnya tawaf. Pendapat yang kedua menyatakan sah/sempurna tawafnya dan tidak dikenakan denda/sangsi apapun, dan ini adalah kaul yang shahih bahwa mengerjakan tawaf tidak disyaratkan harus suci dari hadas kecil.
Sumber : Antara