benuanta.co.id, BULUNGAN – Inisiasi pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Kecamatan Peso telah dilakukan sejak 10 tahun lalu. Dimana sumber energinya dari aliran Sungai Kayan, dengan membangun 5 bendungan kapasitas total listrik yang akan dihasilkan sebesar 9.000 Megawatt (MW).
Hanya saja realisasinya sampai saat ini dipertanyakan oleh semua pihak, salah satunya Pemerintah Kabupaten Bulungan. Pasalnya berulangkali dilakukan evaluasi baik kegiatan di lapangan begitu juga masalah perizinan namun belum menunjukkan progres pembangunan fisik.
“Walaupun sudah memiliki komitmen terhadap percepatan agenda pembangunannya. Tapi kita tetap melakukan evaluasi,” ucap Bupati Bulungan Syarwani kepada benuanta.co.id, Ahad, 28 Agustus 2022.
Kata dia, Pemkab Bulungan juga selalu mengupdate kegiatan yang sudah mendapatkan perizinan prinsip dalam hal ini izin lokasi yakni Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR).
Syarwani mengatakan meski berkali-kali diatensi, namun dalam hal perizinan pihaknya menyadari bahwa tak sepenuhnya dari Pemkab Bulungan. Sebab ada juga kewenangan dari pemerintah pusat melalui kementrian terkait.
“Kita memiliki tim investasi daerah, progres PLTA itu juga masih terus dilakukan evaluasi, kita sangat menyadari tidak semua berkaitan dengan perizinan kewenangannya itu ada di Kabupaten. Makanya kita harus mengupdate melalui kementrian lembaga terkait juga,” paparnya.
Mantan Ketua DPRD Bulungan ini menuturkan untuk 2 desa yang terdampak pembangunan PLTA, masyarakatnya tidak boleh di relokasi sebelum fasilitas yang ada di desa sebelumnya di bangunkan. Adapun desa terdampak yang akan tenggelam oleh pembangunan PLTA ini adalah Desa Long Pelban dan Desa Long Lejuh.
“Saya tegaskan tidak ada relokasi sebelum fasilitas pemukiman dan kelengkapannya dibangun,” tuturnya.
Informasi yang diterimanya, PT Kayan Hydro Energy (KHE) tengah membangun gudang bahan peledak (Handak). Dirinya kembali menegaskan untuk kelayakan dan izinnya bukan Pemkab Bulungan yang keluarkan tapi dari kepolisian.
“Pelaksanaannya di lapangan sangat bergantung dari perizinan yang diterbitkan Mabes Polri,” bebernya.
“Beberapa perizinan sempat terkendala tapi akhirnya disetujui, seperti Izin Pinjam Pakai Kawasan HUtan (IPPKH). Namun kita belum diketahui pastinya dokumen izin tersebut, karena sejuah ini masih sebatas lisan,” sambungnya.
Sementara itu, Camat Peso Jonilius menjelaskan izin yang sudah diperoleh PT KHE belum pernah diperlihatkan kepada pemerintah Kecamatan Peso yang notabene pemilik wilayah pembangunan PLTA. Dia menyadari walaupun Pemcat Peso tidak ada kewenangan, namun setidaknya aa laporan yang jelas dari investor.
“Misalnya izin PPKH itu juga belum pernah kami melihatnya. Hingga saat ini kami belum mendapatkan bukti administrasi,” paparnya.
Pihaknya menginginkan jika Pemcat Peso juga ada pegangan, setidaknya ketika ada pertanyaan maka pihaknya dapat menjawab.
“Fotocopy dokumen saja tidak ada diberikan kepada kami. Kemudian realisasi di lapangan katanya sudah ada gudang bahan peledak, namun saya belum pernah melihatnya,” jelasnya.
Terkait pembebasan lahan, dalam sepengetahuannya beberapa juga masih terkendala oleh hutan lindung dan juga kesepakatan harga. Agenda ini menjadi perhatian serius, bahkan jauh sebelumnya di akhir tahun 2021 Menteri Koordinasi dan Investasi (Menko Marves) RI Luhut Binsar Panjaitan menegaskan siapa pun yang memiliki konsesi untuk pengembangan, namun lama tak berprogres lebih baik izinnya dicabut.(*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Ramli