Terdapat Ranjau di Perairan Kaltara, Petani Pilih Tetap Beraktivitas

benuanta.co.id, TARAKAN – Perairan Kalimantan Utara (Kaltara) tepatnya di wilayah pantai Timur Sebatik terdapat ranjau bekas perang dunia kedua. Menyikapi hal ini, unsur instansi yang terlibat melakukan antisipasi agar masyarakat atau nelayan tidak melakukan aktivitas di jalur tersebut.

Komandan Satuan Patroli (Dansatrol) Lantamal XIII Tarakan, Kolonel Laut (P) Yulius Azz Zaenal menegaskan bahwa dalam peta laut, wilayah tersebut sudah ditandai terdapat ranjau berbahaya. Alur pelayaran di wilayah tersebut pun diskemakan memutar.

“Itu (ranjau) bisa dibersihkan, ada operasi untuk membersihkan ranjau nanti mungkin pemerintah daerah akan berkoordinasi dengan TNI Angkatan Laut juga,” tegasnya saat ditemui pewarta, Selasa (26/7/2022)

Ia menjelaskan, bahwa banyaknya ranjau belum diketahui jumlahnya. Untuk mengetahui hal tersebut, maka dibutuhkan operasi khusus. Menurutnya, hal tersebut merupakan mitigasi peperangan yang sudah dirancang oleh negara Jepang dalam melawan sekutu pada masa perang dunia.

“Banyak (ranjau) disana, karena Tarakan termasuk daerah tujuan juga untuk Sumber Daya Alamnya, untuk keperluan perangnya ini. Ini jadi ‘PR’ juga bagi kita, kita akan terus komunikasi terus dalam hal membersihkan ranjau itu ke Pemerintah Provinsi juga,” jelas dia.

Baca Juga :  Dispora Kaltara akan Bangun Sport Centre

Untuk jenis ranjau, dikatakannya berbeda-beda. Untuk letaknya sendiri, terdapat ranjau yang dipasang melayang dan di dasar laut yang berada pada radius 15 ml dari garis pantai. Menyoal aktif tidaknya ranjau tersebut, ia tetap berpacu kepada peta navigasi yang sudah digariskan bahwa wilayah tersebut memang terdapat ranjau.

“Peta sifatnya internasional, ketentuannya berlaku internasional juga, tentu masih aktif (ranjaunya). Bisa dinyatakan clear kalau sudah dibersihkan. Kalau untuk membersihkannya sebenarnya pengajuannya ke markas besar (mabes) Angkatan Laut,” bebernya.

“Untuk anggaran nanti akan diperhitungkan karena juga membutuhkan alutsista untuk sounding, untuk mencari ranjaunya. Butuh waktu, lama itu karena wilayahnya luas ya kira-kira itu 50 harian,” lanjutnya.

Untuk saat ini ia hanya bisa memberian himbauan kepada petani rumput laut agar tidak beraktivitas di wilayah tersebut. Terutama dalam memberikan tanda atau batok. Dilanjutkannya, bahwa pihaknya juga selama ini tidak pernah beraktivitas di perairan yang terdapat bahan peledak itu.

Baca Juga :  Periksa Speedboat di SDF Tarakan, Polisi Temukan 2 Buruh Positif Metafemtamina

“Karena kita waspada juga, memang selama ini tidak ada apa-apa. Tapi, kalau ada apa-apa nanti siapa yang tanggung jawab, karena memang luas di perairan Tarakan ini dari ujung Utara sampai ke Timur sekitar 15 ml dari bibir pantai. Kapal-kapal juga sudah diatur tidak lewat situ, yang disitukan petani rumput laut saja,” tukas Yulius.

Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Rumput Laut Kota Tarakan, Sirajjudin menjelaskan bahwa hal ini tentu menyulitkan pihaknya jika diminta untuk tidak menebar bibit rumput laut di lokasi yang terdapat ranjau. Ia juga mengatakan, bahwa beberapa waktu lalu sempat melakukan pertemuan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan serta TNI Angkatan Laut.

“Ditampilkan juga peta yang ada ranjaunya, besaran (wilayahnya) sama kayak Tarakan, ini sulit juga karena isu (ranjau) ini baru berkembang, sementara history soal ranjau ini kata mereka sudah lama, kenapa tidak dari dulu,” katanya.

Baca Juga :  Disdikbud Kaltara Targetkan Penyelesaian Pembangunan SMAN 3 Nunukan Tahun 2025

Siraj juga menuturkan, jika memang pihak pembudidaya dilarang menebar bibit di area tersebut, pihaknya minta diberikan kejelasan soal waktu. Sampai saat inipun, demi kelangsungan hidup, petani rumput laut masih tetap beraktivitas di wilayah tersebut.

“Ada statement petani juga saat rapat itu ‘orang mengutamakan perut’ dibanding yang begitu, itukan istilahnya area kita tidak tahu titik tertentu dimana. Lagipula selama ini cuma disebut area, dan petani itu tidak semuanya tahu,” bebernya.

Dalam pertemuan beberapa waktu lalu, pihak AL juga telah mengimbau agar tidak dulu membuat atau menebar bibit rumput di wilayah tersebut. Namun masih terkendala anggaran untuk pihak ketiga.

“Ya katanya mau ada penyelaman dulu, pihak ketiga mungkin karena melibatkan alat canggih mungkin. Tapi pertanyaannya sampai kapan,” tandasnya. (*)

Reporter: Endah Agustina

Editor: Matthew Gregori Nusa

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *