benuanta.co.id, TARAKAN – Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia (RI) turut menyikapi wacana melegalkan ganja untuk kepentingan medis. Wacana ini masih dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Kepala BNN Provinsi Kaltara, Brigjend Pol Rudi Hartono menjelaskan bahwa pihaknya tetap menjalankan amanat Undang undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika bahwa Narkotika Golongan I tidak dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.
“Dalam hukum nasional, secara tegas membatasi narkotika jenis ganja yang termasuk golongan 1. Tanaman, bukan tanaman tidak dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan kecuali untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” jelasnya, Selasa (19/7/2022).
Rudi mengatakan, sesuai dengan UN Single Convention on Narcotic Drugs tahun 1961 dan pada hasil pertemuan Comision on Narcotic Drugs (CND) tahun 2020 disepakati ganja diturunkan dari schedule IV atau klasifikasi sangat berbahaya ke schedule I atau klasifikasi berbahaya.
Namun, international convention masih mengawasi secara ketat, dan pasal 39 konvensi tersebut mengakui kedaulatan negara dalam menerapkan aturan sesuai dengan pertimbangan masing-masing negara apabila sebuah zat dipandang masih sangat berbahaya.
Lanjutnya, ia mengatakan dalam hal ini masih banyak lagi kajian hukum soal ganja secara medis. Misalnya saja dalam Pasal 8 ayat (2), pengunaan narkotika golongan I dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi jika sudah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
“Kalau secara medis, harus didasari hasil riset yang mendukung kebermanfaatan ganja. Maupun indikasi klinis tertentu yang dilakukan pada masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di luar negeri menunjukkan penggunaan ganja medis hanya efektif sebagai obat tambahan pada kasus epilepsi tipe tertentu.
“Sebenarnya terbukti tidak lebih unggul dari obat-obatan yang selama ini ada, seperti salah satu obat epilepsi yaitu clobazam,” tukas Rudi.
“Kalau untuk devisa negara masih perlu dipertanyakan, sedangkan persediaan obat yang sudah beredar di luar negeri dan diklaim sebagai ganja medis merupakan ganja sintetis yang tidak berasal dari tanaman. Berarti tidak ada jaminan petani ganja akan makmur atau bisa menjadi devisa negara,” lanjutnya.
Berdasarkan data, Rudi menguraikan pada tahun 2020 sampai Juni 2022, luas lahan ganja yang dimusnahkan mencapai 174 hektare dan ganja yang disita mencapai 157,77 ton.
“Jumlah terbanyak itu ada di Sumatera. Masih panjang lagi perjalanannya sampai di setujui. Tapi kan sebenarnya apakah mungkin. Kan rencana untuk melegalkan itu urusan negara. Kami menjalankan perintah Undang undang,” pungkasnya.(*)
Reporter: Endah Agustina
Editor: Ramli