PENYAKIT udang sudah menjadi momok yang menakutkan bagi petani tambak di Kalimantan Utara (Kaltara). Pasalnya, penyakit udang sangat berisiko pada hasil akhir panen yang terkadang membuat kerugian yang tidak sedikit bagi petani tambak.
Tak dapat dipungkiri, penyakit udang masih ditemukan petani tambak. Seperti yang dialami seorang pembudidaya udang windu, Amri ia mengatakan udang di dalam tambaknya ditemukan mati sehingga hal itu kerap menyebabkan tidak maksimalnya produksi panen udang dari tambaknya.
Amri menjelaskan, jika bicara soal asal benur yang ia masukkan ke dalam tambaknya, ia beli dari benur asal Surabaya. Namun benur lokal dari Pulau Bunyu Kabupaten Bulungan pun dia beli untuk dimasukkan ke dalam tambak. Menurutnya, dari segi harga benur asal Surabaya dengan dari Pulau Bunyu berbeda per ekornya. Bahkan, Amri membeli benur 100.000 ekor untuk dibudidaya ke tambaknya.
“Adalah hasil panen kita, tapi kalau udang mati masih ukuran kecil sering saja. Kalau sudah begitu harus sering dicek tambaknya kalau ada udang mati cepat kita panen walaupun masih kecil daripada semuanya mati, busuk dalam tambak sekalipun air mati, mau tidak mau,” jelasnya.
Sementara Kepala BKIPM Tarakan, Umar menuturkan, setiap tahun pihaknya sebanyak dua kali melakukan pemantauan penyakit ikan termasuk udang dari pertambakan di Kaltara. Berdasarkan data yang BKIPM Tarakan himpun secara acak di Kaltara, pada pemantauan periode pertama tahun 2021 ini, sejumlah tambak yang diuji sampelnya dari tambak di Bulungan, Tana Tidung, Tanjung Selor dan Tarakan telah ditemukan virus yang menyerang udang sehingga banyak yang mati seperti White Spot Syndrome Virus (WSSV).
Berbeda dengan tahun 2019 dan 2020, hasil pemantauan dan pengamatan BKIPM Tarakan sampel tambak yang diuji sampelnya bebas dari Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK). Berbeda dengan awal 2021 ditemukan bakteri dan virus yang menyerang udang.
“Penyakit udang ada disebabkan virus, setiap tahun kita melakukan pemantauan dua kali, virus WSSV semua wilayah di Kaltara sudah terkena itu, kalau penyakit ada bakteri salah satunya bakteri AHPND. Jadi virus WSSV ini menyebabkan kematian massal pada udang pada masa awal, kalau sudah masuk agak susah kita menghilangkan apalagi dengan cara budidaya kita seperti ini,” ungkap Umar.
Salah satu pejabat BKIPM Tarakan Jonison mengatakan, virus WSSV dan bakteri AHPND telah menyerang udang di Malaysia, sehingga peredaran benur asal Malaysia tidak boleh masuk ke Kaltara karena dikhawatirkan akan merusak budidaya udang di Kaltara. Ditambah lagi, pihak kepolisian telah berhasil mengamankan 14 boks benur dari Malaysia belum lama ini.
“Benur yang resmi masuk dari Surabaya, tapi ada terakhir laporan dari pihak kepolisian, ada benur dari Malaysia, jangan sampai petani ini tidak jujur mereka bilang benur dari Surabaya tapi aslinya dari Tawau. Polisi ada amankan 14 boks benur udang dari Tawau, ini data awal masih perlu didalami,” jelasnya.
Menurut Jonison, virus kalau menyerang udang mati total satu hamparan tambak, sehingga kalau kena tidak ada obat sehingga solusinya langsung di panen total. Jika virus WSSV menyebabkan udang mati total di awal sedangkan bakteri AHPND menyebabkan udang enggan besar ukuran tubuhnya (kerdil).
“Benur di Tawau masuk secara ilegal, bukan domain kami, kamikan mengawasi di bandara. Sekarang tindakan kita kalau ada petani budidaya tambak keluhan kami ambil sampelnya, kami investigasi lagi asal bibitnya darimana, virus kalau sudah kena aturan budidaya keringkan total dulu, dijemur, biar penyakit di dalam tambak itu mati dulu,” ucapnya.
“Kami melakukan pemantauan pada periode pertama April dan periode kedua mungkin Oktober di tempat yang sama untuk melihat perbandingannya, kita tidak menjustifikasi semua tambak di Kaltara kena tapi berdasarkan data itu saja. Kalau orang tambak rata-rata orang awam, kalau dikasi pengertian mereka katakan sudah terbiasa begitu, bisa saja bangun rumah, naik haji, hidupkan keluarga. Secara grafis produksi tambak menurun, yang masuk ke perusahaan ekspor tidak seperti dulu,” tukasnya.
Kepala BKIPM Tarakan Umar menambahkan, mencoba memastikan semua bibit yang masuk ke Kaltara ini harus dijamin tidak berpenyakit, dan pastikan penyakit yang ada di Malaysia terkait WSSV dan bakteri AHPND jangan sampai masuk ke Kaltara.
“Terbukti beberapa bulan lalu masuk bibit dari Tawau, Malaysia, kemampuan kami dari BKIPM tidak mungkin kami tunggu di tengah laut sanakan, jadi mohon dukungannya jangan berteriak di kemudian hari menyalahkan soal bibit, jadi semua bibit yang masuk dari Jawa dan daerah lain ke Kaltara harus pastikan bebas penyakit, pastikan tidak ada bibit masuk dari Malaysia, dan pastikan cara pemeliharaan yang betul, kalau kita saling menjaga dan mengkomunikasikan itu mudah-mudahan ke depan kita bisa pertahanankan,” harapnya.
Umar mengharapkan bibit atau benur yang ditebar adalah bibit unggul, bibit yang tahan penyakit, dan bagaimana melakukan budidaya yang benar mulai dari persiapannya, pemeliharaannya, kemudian kalau sudah panen bagaiaman pasca panennya.
“Pembinaan itu domainnya pemerintah daerah, kita ada pemetaan penyakit, kita rekomendasikan ke pemerintah kabupaten dan kota, kita sampaikan rekomendasi kita, kita sudah memberikan edukasi bagaimana solusi-solusi terhadap permasalahan petani tambak udang saat kita turun ke lapangan,” ujarnya.
“Kita sudah memberikan data-data kepada pemerintah daerah seperti data produksi dan penyakit yang dihadapi petani tambak udang di Kaltara, kita harapkan dari data yang kita berikan itu ada tindaklanjuti dari pemerintah daerah agar ke depannya produksi udang di Kaltara lebih ditingkatkan lagi,” tutupnya. (ram/kik)