benuanta.co.id, BULUNGAN – Masih banyak wilayah di Bulungan belum tersentuh oleh pembangunan. Salah satunya wilayah permukiman Suku Dayak Punan di Desa Punan Dulau Kecamatan Sekatak, yang kondisinya cukup memprihatinkan khususnya soal infrastruktur jalan.
Jalan yang tidak layak menjadi pemandangan sehari-hari bagi warga yang bermukim di wilayah yang berjarak 52 Kilometer dari Ibukota Kecamatan Sekatak dan Desa Punan Dulau. Terlebih saat hujan, jalan itu sangat sulit dilalui.
“Jadi perjalanan menuju ke pemukiman masyarakat Dayak Punan Desa Punan Dulau di hulu Sungai Magong ditempuh sejauh 52 Kilometer dari pusat Kecamatan Sekatak,” ungkap Deny Nestafa, Pemuda Adat Punan Dulau kepada benuanta.co.id pada Senin, 4 April 2022.
Deny menyebutkan, di pemukiman itu setidaknya ada 50 kepala keluarga yang butuh sentuhan pemerintah. Deny mengatakan pemukiman masyarakat Punan di hulu tepatnya daerah Ikong sudah ada sejak tahun 2000 namun dimulainya pembangunannya sejak tahun 2006.
“Alasan mereka kembali mempersatukan agar sama-sama bermukim di Ikong. Masyarakat yang ada di sana sepakat akan membentuk kelompok agar pelayanan pemerintah dari Desa induk mudah dan terjangkau,” jelasnya.
Deny menjelaskan, masyarakat di wilayah Ikong ini sangat butuh perhatian, baik kepada Pemerintah Daerah maupun terhadap perusahaan yang melalui wilayah tersebut. Pasalnya, tujuan kelompok masyarakat Dayak Punan bermukim di hulu di daerah asalnya adalah keinginan sejak lama.
“Karena desa induk yang ada di Kecamatan Sekatak hanya sebatas yang dihibahkan oleh Pemkab Bulungan dan hanya ukuran rumah selebihnya milik masyarakat Desa Sekatak Buji. Sehingga masyarakat Punan di sini sejak mengikuti program resettlement penduduk (Respen) tahun 1972 mereka tidak bisa melakukan apa apa misalnya untuk berkebun,” ujarnya.
“Jika mereka ingin berkebun mereka harus kembali ke hulu yang saat itu hanya melalui sungai saja,” sambungnya.
Deny menyebutkan, perjalanan menuju ke pemukiman melewati kawasan KBNK dan KBK. Ada 2 perusahaan yaitu PT Intraca Hutan Tanam Industri (IHTI) dan PT Intracawood manufacturing, dimana wilayah dilalui oleh masyarakat.
“Jalan itu tidak dirawat karena kedua perusahaan itu tidak sedang produksi di kawasan itu karena mereka tidak melakukan kegiatan produksi di kawasan tersebut,” pungkasnya. (*)
Reporter: Heri Muliadi
Editor: Matthew Gregori Nusa