Kolaborasi Demi 5 Kotak 2024

Oleh: Dr. Arifin
Dosen Pendidikan di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara

AGENDA tahun 2024 menjadikan semua Partai politik termasuk Partai yang baru lahir terus melakukan konsolidasi demi mencari simpati rakyat untuk kemenangan mereka dalam perjuangan dan pada akhirnya mewarnai dunia perpolitikan Indonesia selanjutnya.

Tahun 2024 melahirkan rencana pemilu yang akan menggunakan 5 kotak suara di mana rakyat akan memilih 4 perwakilan mereka; DPRD Kabupaten Kota, DPRD Provinsi, DPR  Pusat dan DPD RI  dan 1 kotak untuk paket suara Presiden dan Wakil Presiden. Lumayan butuh energi untuk dapat menyakinkan rakyat dalam usaha pemenangan partai, belum lagi rencana pemilihan anggota legislatif sistem proporsional terbuka atau tertutup.

Jika saja disepakati sistem proposional tertutup, artinya separuh bahkan sepenuhnya “nafas dan oksigen” suara rakyat ditentukan oleh peran partai. Artinya, siapa yang mendapatkan suara banyak dia akan terpilih, semoga saja terbuka ya kawan.

Sistem pemilu tahun 2024 membutuhkan strategi tidak hanya pada satu arah tetapi berbagai arah, agar benar-benar mendapatkan hasil yang maksimal dan kemenangan bagi rakyat yang sesungguhnya. Baik strategi dengan pendekatan langsung atau pengunaan media masing-masing memiliki kekuatan tersendiri dalam meraih simpati rakyat sebagai pemilih.

Baca Juga :  Bukti, Bukan Janji

Mengutip dari penyataan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani yang dikutip dalam CNN Indonesia (22/5) menyindir sosok yang pemimpin yang hanya terkenal di media sosial. Menurutnya pemimpin sebaiknya juga dikenal di dunia nyata oleh para pendukungnya.

Ditambahkan lagi oleh Puan Maharani bahwa “Pemimpin itu ke depan adalah pemimpin yang ada di lapangan bukan di sosmed. Pemimpin yang memang dilihat teman-temannya, orang-orang yang mendukungnya. Ada di lapangan, bukan hanya di media”.

Sosial media merupakan sarana paling cepat dalam menyampaikan program atau apapun yang ingin disampaikan ke publik sekedar ingin menyampaikan pesan dengan pendekatan Hegemoni agar siapapun penontonnya harus percaya dan sepakat atas pesan yang disampaikan oleh aktor. Tetapi ada juga yang bertolak belakang, penonton (pemilih) menggunakan pendekatan Oposisi, di mana pesan yang disampaikan oleh media tersebut tidak disepakati oleh penonton (pemilih), sehingga pendekatan ini dapat mengundang opini terbalik para penonton (pemilih) terhadap apa yang mereka lihat dalam penyampaian pesan melalui media tersebut.

Baca Juga :  Bukti, Bukan Janji

Sedangkan pendekatan terakhir adalah pendekatan Negosiasi, dimana penonton (pemilih) dapat menerima pesan namun juga menemukan alasan baru jika mereka tidak menyetujui pesan media tersebut. Jika penonton (pemilih) adalah orang-orang yang educated people, maka smartphone menjadi pilihan terbaik, sehingga mereka benar-benar memahami siapa yang memberi pesan dalam media tersebut, tetapi pesan media tersebut tidak akan sampai kepada basis bawah bagi mereka yang tidak memiliki smartphone.

Mereka yang memiliki smartphone pun tidak akan share media tersebut jika pada penonton (pemilih) menggunakan pendekatan oposisi dalam melihat pesan media tersebut. Sedangkan bagi mereka yang memiliki smartphone dengan pendekatan negosiasi, mereka biasa share atau memberikan opini atas apa yang mereka saksikan dalam media tersebut sebagai upaya penyeimbang antara pendekatan Hegemoni dan Oposisi.

Bertemu langsung dengan pemilihnya mungkin jauh lebih baik tetapi dalam waktu yang terbatas dan jangkauannya kurang luas, tetapi memiliki kesan yang jauh lebih menyentuh dan holistik jika dibandingkan dengan hanya share dan menyaksikan dalam media sosial saja. Apalagi yang ditemui adalah para tokoh-tokoh yang memiliki peran penting bagi masyarakat, misalnya di Jawa, peran Ulama menjadi sangat subtansi dalam setiap agenda pertemuan langsung bagi partai, namun di Kalimantan, tokoh Adat atau Ketua atau Petinggi Adat menjadi sangat penting bagi rakyat karena mereka menjadi simbol kekuatan pada lini dan lapisan di setiap wilayahnya. Jadi, pendekatan bertemu langsung ini juga menjadi hal yang menarik nanti di tahun 2024.

Baca Juga :  Bukti, Bukan Janji

Kolaborasi adalah jawabannya untuk menemukan titik temu (convergence) dalam menyukseskan agenda rencana dalam setiap pemilihan. Menyusun program dalam kandungan media agar dapat menghegemoni kepada siapapun penonton (pemilih). Pendekatan langsung para pemilih yang beroposisi dengan dapat menentukan perubahan pilihannya, dan bagi mereka yang memiliki pendekatan negosiasi maka program yang realistik dan terukur akan menjadi penentu arah perubahan berfikir mereka.(*)

TS Poll - Loading poll ...
Coming Soon
Calon Pemimpin Kaltara 2024-2029 Pilihanmu
{{ row.Answer_Title }} {{row.tsp_result_percent}} % {{row.Answer_Votes}} {{row.Answer_Votes}} ( {{row.tsp_result_percent}} % ) {{ tsp_result_no }}

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *